Spirit tentang Prasasti Batu Gilang memang menarik untuk dikembangkan, pasalnya kawasan ini merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang tersebar di berbagai titik.

TEMBELANG – Melambungkan potensi daerah bisa di mulai dengan menginventarisir keunggulan yang ada. Baik dari inovasi baru saja dilahirkan maupun peninggalan masa lampau yang membarengi keberadaan desa tersebut. Diantaranya seperti cerita rakyat, prasasti, atau pun hasil kreasi warga lainnya.

Selanjutnya, kesemuanya dapat disatukan menjadi ragam menu festival. Meruntut akar asal bahasa dari “festival” yakni dari Bahasa Latin yang berarti pesta. Sehingga dapat diartikan balutan festival adalah menjadikan potensi daerah tersebut lebih terangkat melalui kegiatan yang bersifat meriah tersebut.

Seperti halnya di Desa Mojokrapak, Kecamatan Tembelang yang mengadakan Festival Batu Gilang. Kegiatan tersebut merupakan kali pertama yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menggali potensi lokal serta mengenalkan dan melestarikan ragam dan cagar budaya Batu Gilang kepada masyarakat luas.

Kepala Desa Mojokrapak H. Warsubi, menyampaikan bahwa festival yang dilaksanakan selama tujuh hari ini (7-14/12) ini sebagai bentuk pemberdayaan terhadap masyarakat, serta peningkatan dan pengembangan seni budaya yang ada di Desa Mojokrapak. Pelestarian budaya ini diharapkan untuk mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan berkembang.

Baca Juga : Formasi CPNS 2019 Belum Menjawab Kekurangan PNS di Jombang


“Berkaitan dengan hal tersebut, festival budaya sebagai salah satu sarana komunikasi penting sebagai media pelestarian budaya. Festival memiliki warna-warni ragam dan intensitas dramatik dari berbagai aspek dinamika. Misalnya estetika yang dikandungnya, berbagai tanda dan makna yang melekat, ‘akar’ sejarah serta keterlibatan para penutur aslinya,” terang Warsubi.

Anggota karangtaruna Desa Mojokrapak, Lukman Nulhakim mengatakan bahwa banyak potensi dari Desa Mojokrapak yang dituangkan dalam kegiatan festival tersebut. Diantaranya adalah pelestarian atau pengenalan Batu Gilang, bazar kuliner dari berbagai masyarakat setempat, lomba mewarnai dan lomba fotografi tingkat pelajar, penampilan seribu rebana dan seratus biola, serta penampilan drama kolosal tentang sejarah Mojokrapak dan Batu Gilang.

“Masyarakat Desa Mojokrapak harus ikut andil dalam setiap kegiatan yang digelar pada acara tersebut. Penampilan drama kolosalnya pun juga dari masyarakat sini sendiri yang berperan. Selain untuk memeriahkan dan menambah perekonomian, diharapkan masyarakat setempat juga tahu akan potensi apa saja yang terkandung didalamnya. Jika sudah tahu desanya maka mereke pun akan mencintainya,” kekeh Lukman Nulhakim saat ditemui di kediamannya.

Sementara itu, spirit tentang Prasasti Batu Gilang memang menarik untuk dikembangkan, pasalnya kawasan ini merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang tersebar di berbagai titik. Memang disebutkan, Tembelang yang merupakan daerah yang tak jauh dari Mojokrapak adalah ibukota Kerajaan Medang Kamulan saat hijrah dari Jawa Tengah. Mpu Sindok memulai dinasti baru bernama Wangsa Isyana dan menjadikan Tembelang sebagai ibukotanya.

Menurut beberapa sumber, ‘Mdang ing Tamwlang’ disebutkan dalam prasasti Turyyan tahun 929 M yang ditemukan di Malang. Disebutkan bahwa Kerajaan Medan Kamulan ini ada di muara Sungai Brantas. Dari prasasti itu ditafsirkan para ahli bahwa Kerajaan Medang berdiri di Tamwlang yang kini oleh masyarakat modern nJombangan disebut sebagai Tembelang yang ada di Jombang.

Masyarakat Desa Mojokrapak berharap kegiatan festival ini tidak hanya gebyar pada saat momen itu saja, namun bisa menjadi destinasti wisata untuk selanjutnya. Karenanya masyarakat juga ingin membangun musium tentang Prasasti Batu Gilang dan benda pusaka yang tersentra di Dusun Gilang tersebut.

aditya eko
Lebih baru Lebih lama