Bendungan dibangun pada tahun 1926. Dulunya dipergunakan untuk mengalirkan air Sungai Berantas ke sungai-sungai kecil di Desa Turipinggir, Gongseng maupun sekitarnya.

MEGALUH, MSP – Bendungan atau biasa disebut dam merupakan suatu kontruksi bangunan untuk membagi aliran sungai besar ke saluran yang lebih kecil. Keberadaannya sangat bermanfaat bagi masyarakat. Selain mengurangi debit air di sungai utama, dam juga bisa membantu petani dalam mengairi sawah.

Di Jombang sendiri ada satu dam bersejarah peninggalan kolonial Belanda, bendungan tersebut dikenal dengan Saluran Induk Tunggorono. Bendungan itu bisa ditemukan di Desa Turipinggir, Kecamatan Megaluh, Jombang, tepat di sebelah Sungai Brantas.

Bendungan dibangun pada tahun 1926. Dulunya dipergunakan untuk mengalirkan air Sungai Berantas ke sungai-sungai kecil di Desa Turipinggir, Gongseng maupun sekitarnya. Hanya saja lama-kelamaan karena pendangkalan permukaan sungai kecil, sehingga lambat laun semakin tinggi dan air dari Sungai Berantas tidak bisa mengalir ke Saluran Induk Tunggorono.

“Akhirnya beberapa tahun lalu dibangun dam baru untuk membagi aliran Sungai Berantas,” tutur salah satu warga sekitar bendungan, Sadi.

Meski peran dam Turipinggir sudah tergantikan, tetapi kontruksi bangunan saluran air masih terlihat kokoh. Masyarakat masih tetap melintasi jalan setapak yang berada di atas saluran air. Di lokasi bersejarah tersebut bisa dijumpai bangunan-bangunan tua sebagai tempat memantau debit air serta beberapa perlengkapan penunjang lain, seperti mesin penyalur air ke persawahan, lori untuk membuka atau menutup saluran dan besi-besi tua bekas rel.

Bendungan Saluran Induk Tunggorono memiliki tiga saluran air dengan kontruksi bangunan pondasi batu yang sangat kokoh. Di setiap beberapa meter terdapat satu rangka besar menyerupai beton menambah kesan gagah pada dam. Lori dan rel sepanjang kurang lebih tujuh meter pun masih terpajang utuh di atas bendungan, tetapi kondisi bangunan yang kurang terawat membuat tanaman liar tumbuh menutupi bagian lori. Bahkan sebagian atap sudah runtuh termakan usia.

Laki-laki yang kerap disapa Mbah Sadi tersebut menambahkan, “Di hari-hari tertentu seperti Bulan Ramadhan, bendungan menjadi tempat favorit warga sekitar menghabiskan waktu untuk menunggu berbuka puasa. Bahkan sering dijumpai beberapa muda-mudi menggunakan bangunan “kuno” tersebut sebagai latar berfoto ataupun swafoto.”

Kesan bangunan khas Belanda yang melekat memberikan kesan klasik di setiap hasil foto. Bagi pecinta fotografi bisa menggunakan lokasi ini sebagai latar dalam mengambil gambar. Hanya saja setiap orang yang datang harus berhati-hati, karena banyak warga beraktivitas di sekitar bangunan. fakhruddin
Lebih baru Lebih lama