Dahsyatnya keutamaan filsafat Jawa yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan tradisional Jawa tiada terkira. Sudah saatnya Bangsa Indonesia melakukan tapak tilas menelusuri jalan balik (back street) mendalami dahsyatnya kearifan lokal dengan bangga dan percaya diri. Kenyataannya budaya Jawa tidak kalah dengan budaya asing.

Moch. Anang Bakhus *)


Ungkapan-ungkapan Jawa penuh dengan keutamaan yang bernilai luhur, sama halnya budaya Jawa lainnya. Dahsyatnya keutamaan filsafat Jawa yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan tradisional Jawa tiada terkira. Sudah saatnya Bangsa Indonesia melakukan tapak tilas menelusuri jalan balik (back street) mendalami dahsyatnya kearifan lokal dengan bangga dan percaya diri. Kenyataannya budaya Jawa tidak kalah dengan budaya asing. Bangsa Indonesia sudah banyak diracuni oleh budaya barat yang meninabobokannya dengan istilah modern, maju, mengikuti jaman, globalisasi, yang diidentikkan dengan modernisasi, dan itu berasal dari barat. Perasaan malu menggunakan sesuatu yang berbau tradisi, baik untuk nama anak, berkomunikasi dan bertata krama. Terbesit rasa bangga apabila berkomunikasi dengan bahasa asing dan bangga memberi nama anak Exxelena, Rodriques dari pada Sunu, Dwija, Siwi, Fatimah, Solikhah, atau Muhammad. Nama merupakan doa, cita-cita dan harapan masa depan anak. Yang terjadi dalam beberapa dasa warsa terkir ini seseorang memberi nama anak tanpa memahami makna yang terkandung dalam sebuah nama yang tampak lebih keren dan berbau barat. Satu alasan utama “modern” dan anak tidak malu dalam proses sosialisasi di masyarakat. Orang lebih suka berkomunikasi dengan bahasa asing, lembaga-lembaga pendidikan menawarkan bahasa asing sabagai trade merk, dengan membiarkan bahasa daerah dan berbagai kearifan lokal tak terawat. Budaya lebih merasa terpandang apabila berkomunikasi tanpa tata karma dan unggah-ungguh, segala yang berbau tradisi itu kuno telah meracuni Bangsa Indonesia secara perlahan tapi pasti.

Di lingkungan masyarakat Jawa berkembang ragam ungkapan-ungkapan tradisional, yang merupakan kata-kata bijak orang Jawa. Kata-kata itu dirangkai menjadi sebuah ungkapan bermakna. Ungkapan Jawa merupakan inti sari dari pengalaman panjang dan sudah teruji oleh penciptanya dalam mengarungi kehidupan. Ungkapan Jawa merupakan endapan pemikiran kolektif yang penuh muatan petuah, ajaran, piwulang, wulangreh dan memiliki makna yang luas dan dalam serta sudah teruji oleh penciptanya dalam mengarungi pahit getirnya kehidupan yang panjang.

Menurut Rahmatulloh dalam buku Filsafat Hidup Orang Jawa (2011:3), ragam ungkapan –ungkapan Jawa diklasifikasikan menjadi :

a. Hubungan manusia dengan Tuhan. Misalnya : Wata, kaya iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran (Batu dan kayu mempunyai zat Tuhan, tetapi bukan Tuhan itu sendiri). Pangeran iku kuasa, dene janma iku bisa (Tuhan itu berkuasa, sedangkan manusia hanya mampu saja), Sing dadi utusaning Pangeran iku dudu mung janma wae (yang menjadi utusan Tuhan bukan hanya manusia saja) dan sebagainya .

b. Yang berhubungan dengan hakikat hidup, misalnya : Kahanan kang ana iki mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha- padhaning tinitah (Keadaan yang ada ini tak lama pasti mengalami perubahan, oleh karena itu jangan melupakan sesama hidup), Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi (Jika engkau belum mengetahui alam pribadimu, maka tanyakanlah kepada yang mengetahuinya), dan sebagainya

c. Yang berhubungan dengan keluarga misalnya : wong tuwa kudu memulung kang prayoga marang putra wayah (orang tua harus mengajarkan yang baik dan pantas kepada anak cucu), putra ala metengi saduluria (anakyang jahat memberi suram kepada saudaranya), lamun putra darbe kesa tan prayoga santosa pamekake (kalau anak mempunyai kemauan yang tidak baik harus kuat menahannya), dan sebagainya .

d. Yang berhubungan dengan pedoman diri misalnya : sepi ing pamrih rame ing gawe (melakukan pekerjaan tanpa pamrih), mikul dhuwur mendem jero (menjunjung tinggi hal yang baik dan mengubur dalam-dalam hal yang buruk ), wani ngalah luhur wekasane (barang siapa berani mengalah akan mendapatkan keluhuran), aja wedhi kangelan jalaran urip aneng donya iku pancen angel (jangan takut menghadapi kesulitan, sebab hidup di dunia memang sulit), dan sebagainya .

e. Yang berkaitan dengan menuntut ilmu, misalnya : yekti ewuh yen nora weruha, tan jumeneng uripe (sungguh sayang bila tak tahu, tidak kokoh hidupnya), Jroning Qur’an nggoning rasa jati (dalam Al Qur’an tempat rasa jati) dan sebagainya

f. Yang berkaitan dengan negara misalnya : wadya bala jang seneng marang kawula alit iku dadi senengane kawula sajroning negara (prajurit yang senang pada rakyat jelata menjadi kesayangan rakyat dalam negara itu), kang becik iku lamun ngerti bebrayan agung, ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (yang baik itu mengeri akan hidup bermasyarakat dan bernegara, maka didepan memberi teladan, di tengah menjadi penggerak, di belakang memberi daya kekuatan), dan sebagainya .

Betapa hebat dan dahsyatnya ungkapan-ungkapan tradisional Jawa yang ternyata merupakan piwulang tak ternilai keluhurannya. Andai filsafat Jawa dibudayakan dan dipahamkan sebaik mungkin, semua memahami akan keutamaan, niscaya kondisi Indonesia tidak memprihatinkan seperti sekarang. Generasi muda lebih akrab, kagum dan gandrung dengan tokoh- tokoh fiktif seperti superman, naruto, bionic, batman dan Rambo dari pada Para Nabi, sahabat- sahabat Nabi dan pejuang- pajuang Islam. Bangsa Indonesia sendiri banyak memiliki tokoh panutan yang sudah go internasional. Sederetan tokoh Bangsa Indonesia ternyata dikagumi masyarakat internasional tercatat dalam tinta emas sejarah. Sukarno-Hatta, Jendral Sudirman, Bung Tomo, B.J Habibie, dan masih banyak lagi. Kabupaten Jombang sendiri memiliki cendekiawan muslim yang tidak saja dikenal di Indonesia, tetapi sudah kesohor di dunia Internasional. Terdapat beberapa tokoh anatara lain: K.H.Hasyim As’ary, K.H. A. Wahid Hasyim, K.H.Abdurahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur (Nurcholis Madjid), Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) dan masih banyak lagi tokoh- tokoh yang bisa kita jadikan teladan.

Berawal keinginan untuk mempelajari ungkapan- ungkapan tradisi Jawa yang ternyata dahsyat dan luhur, penulis mencoba mencari makna yang terkandung dalam ungkapan “Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe”, dalam pembahasan berikut ini. Disamping merupakan motivasi untuk terus belajar menulis, juga sebagai intropeksi diri penulis se keluarga.

Keterbatasan kemampuan penulis yang membuat karya tulis ini kurang berbobot dan dangkal. Penulis sudah mencoba menggali informasi dari internet, buku sumber dan bertanya kepada beberapa tokoh senior, namun tulisan ini tetap masih jauh dari sempurna.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari pepatah hidup orang Jawa “Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe” , berikut penulis sajikan : terjemahan kedalam Bahasa Indonesia, uraian naratif, uraian makna yang terkandung dalam pepatah hidup orang Jawa tersebut, baik baik makna original maupun faktual.

*) Pengawas TK/SD Kec. Diwek
Lebih baru Lebih lama