Perkembangan teknologi juga bisa menjadi tolak ukur kemajuan satu negara. Semakin tinggi peradaban, maka teknologinya juga lebih maju. Indonesia pun tergolong berkembang laiknya negara tetangga lain. Seperti halnya perkembangan informasi juga terbilang cukup maju, hanya saja belum merata di semua daerah.

JOMBANG –
Persebaran perkembangan teknologi kini sudah semakin pesat, mulai dari peralatan sehari-hari hingga alat komunikasi yang dulunya harus menggunakan koin dan hanya bisa dilakukan di satu tempat saja, sekarang cukup menggunakan pulsa sudah dapat menjalin pembicaraan dengan seseorang. Bahkan saling bertatap muka juga bisa, walaupun tidak bertemu secara langsung. Alhasil saat ini setiap pekerjaan atau aktivitas masyarakat selalu melibatkan suatu teknologi yang suatu saat mengalami perkembangan tersebut.

Selain itu, perkembangan teknologi juga bisa menjadi tolak ukur kemajuan satu negara. Semakin tinggi peradaban, maka teknologinya juga lebih maju. Indonesia pun tergolong berkembang laiknya negara tetangga lain. Seperti halnya perkembangan informasi juga terbilang cukup maju, hanya saja belum merata di semua daerah.

“Bahkan beberapa tahun mendatang kemajuan teknologi semakin tidak terbendung dan akan mengarah ke Internet of Things (IoT). Dimana setiap objek nantinya akan memiliki kemampuan mengirimkan data melalui jaringan secara otomatis tanpa adanya interaksi antar manusia dengan suatu perangkat,” jelas Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Keuangan dan Umum Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum (Unipdu) Jombang, Muhammad Ali Murtadho, S.Kom, M.Kom.

Apabila masa itu sudah tiba, berbekal gawai di genggaman persebaran informasi sudah berjalan begitu cepat. Dibalik manfaat positif yang terus bertambah, kemungkinan penyimpangan dari penyalahgunaan perkembangan teknologi juga kian besar dan susah dikendalikan. Seperti contohnya persebaran konten negatif berbau sara, ujaran kebencian serta isu-isu berbau paham radikal lainnya juga akan semakin dimudahkan.

Dari sekian dampak negatif kemajuan teknologi tersebut, manfaat positifnya tetap lebih dominan. Persebaran informasi kebaikan akan berjalan cepat, peluang pekerjaan baru bertambah, dan sebagainya. Oleh sebab itu para generasi milenial harus benar-benar pandai menggunakan gawainya. Tidak semua konten baik dikonsumsi, banyak berita yang tersebar hanya ditujukan untuk memicu sebuah pertikaian antar manusia.

Laki-laki lulusan salah satu universitas di Malang tersebut menambahkan, “Ditambah lagi, 90% pengguna internet di Indonesia masih dalam kategori remaja ke bawah dan penggunaannya melalui gawai pribadi. Sehingga pengawasan perlu dilakukan ekstra. Pengaruh kedekatan orang tua, keadaan lingkungan, serta pendidikan seorang anak menjadi poin utama membentuk karakter sang buah hati. Bahkan kedepannya guru hanya berperan sebagai fasilitator yang menekankan pada pembelajaran kebudayaan, nasionalis, dan agama. Itupun harus bisa menarik minat peserta didik untuk mempelajarinya.”

Sebenarnya, tambah laki-laki yang juga berprofesi sebagai dosen tersebut, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah. Yakni membentuk tim khusus guna menyaring dan memblokir akun-akun berkonten negatif menjadi langkah utama, hanya saja perbandingan pengguna internet dengan anggota penertiban dunia maya sangat berbanding terbalik. Meski beberapa konten sudah berhasil dihilangkan, tetapi selang beberapa waktu berbagai hal serupa kembali hadir dengan kemasan berbeda.

Oleh karenanya kedua solusi itu bukan lagi menjadi kunci utama dalam membenahi penyalahgunaan teknologi. Langkah termudah selanjutnya adalah menyebar konten positif sebagai tandingan. Setidaknya, banyaknya hal baik yang tersebar bisa menjadi pembanding bagi berita berbau negatif.

Diiringi terus bertambahnya pengguna media sosial, menambah pekerjaan pemerintah melalui stakeholder untuk melakukan pemantauan. Mulai dari konten yang masuk hingga persebarannya. Tetapi, apabila setiap orang bisa mencermati dengan seksama. Dilihat dari aktivitasnya menggunakan media sosial bisa tergambar bagaimana pribadi orang tersebut. Baik kebiasaan maupun tujuannya.

“Akan lebih terkondisikan lagi jika pemerintah bisa memberikan dukungan kepada beberapa oganisasi masyarakat (ormas) atau kelompok tertentu yang berkenan membuat satu server sendiri dengan isi konten positif bagi penggunanya. Caranya, pemerintah memberikan intruksi kepada salah satu penyedia jaringan internet untuk bekerjasama bersama ormas-ormas agar mengarahkan koneksinya pada salah satu server terpilih dengan ketentuan tertentu,” ujar laki-laki yang kerap disapa Ali tersebut.

Ketika seseorang sudah terkoneksi di server lokal buatan para kelompok itu, pengguna hanya akan mendapatkan konten positif saja. Apabila ada yang berniat mengakses konten negatif maka secara otomatis akan terdeteksi, seketika server akan membelokkan kearah lain atau biasa disebut Internet Positive.

Serangkaian langkah itu tidak akan berguna jika masyarakat selaku aktor utama pengguna kemajuan teknologi tetap acuh terhadap perkembangan zaman. Semua masyarakat harus mau berperan aktif menjaga serta tanggap melaporkan di link tertentu yang berindikasi merugikan orang lain.




Waspada Konten Negatif

Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Jombang mengajak masyarakat untuk memanfaatkan teknologi kedalam hal positif. Salah satunya untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Media Sosial (Medsos) hanya untuk networking, selanjutnya hal-hal positif untuk membawa nilai ekonomi, promosi dan start-up lebih berkembang.

Kepala Bidang Pengelolaan Komunikasi dan Informasi Publik Diskominfo Kabupaten Jombang, Prasetyo Widodo mengatakan, “Dunia maya harus diisi dengan hal yang produktif, inspiratif dan membawa nilai positif dan ekonomi untuk meningkatkan daya saing bangsa. Apabila dalam era digital yang didapat hanya informasi negatif, banyak ujaran kebencian, hoax, fitnah, provokasi intoleransi, terorisme dan radikalisme, energi hanya akan habis untuk membahas dan menangani hal negatif tersebut.”

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sendiri, tambah Prasetyo Widodo terus berupaya meminimalkan konten negatif yang ada di dunia maya, melalui pemblokiran konten serta literasi digital. Terakhir, menurutnya, data dari Kemenkominfo menutup 1.285 kanal yang dinilai berkaitan dengan radikalisme dan terorisme.

Pihaknya menegaskan kembali kepada masyarakat, agar tidak sembarang dalam bersosmed. Terutama dalam membagi konten-konten yang bersifat negatif khususnya konten radikalisme. Hal ini akan menjadi rekam jejak tersendiri bagi pengguna medsos.

“Kembangkitan untuk Kominfo adalah kebangkitan Information and Communication Technologies (ICT). Masyarakat harus bijak menggunakan medsos artinya jangan sembarangan mengirim konten negatif karena jejak digital akan tercatat. Kominfo telah mensosialisasikan hal tersebut ke masyarakat dan sekolah juga komunitas sosial juga agama,” kata Prasetyo Widodo.

Ia mengakui bahwa konten-konten yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme sangat banyak di medsos, karena itu partisipasi masyarakat agar lebih aktif melaporkan temuan akun atau konten-konten yang melanggar. Kerjasama Kominfo dan kepolisian juga masyarakat akan lebih baik dan cepat menangkal radikalisme dan terorisme.

Sedikit yang menyadari bahwa jika ditelisik lebih lanjut, ada pola-pola khusus yang terbentuk di sosmed sebagai jejak digital kelompok teroris dalam berkomunikasi. Bagi masyarakat awam jejak halus yang nyaris sama dengan konten internet yang lain itu sulit untuk dibedakan dengan informasi yang lain.

Anggota Satuan Tugas (Satgas) Sosmed Diskominfo Kabupaten Jombang, Elok Sriwahyuni menjelaskan, “Faktanya tidak sedikit yang kemudian terjebak, bahkan terhasut menjadi bagian dari kelompok penebar teror hanya dari mendapatkan informasi melalui dunia maya. Hal inilah yang kemudian perlu diwaspadai seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. Perekrutan kelompok teroris lebih dari sekadar persoalan penyebaran ujaran kebencian dan hoaks menjelang pemilu.”

Perempuan berkerudung itu menyebutkan bahwa besarnya penetrasi internet dan media sosial dalam kehidupan sosial masyarakat suatu negara akan berdampak secara positif sekaligus negatif. Secara positif internet dapat dikembangkannya perekonomian berbasis teknologi komunikasi, sedangkan sisi negatifnya medsos dapat dipakai untuk menyebarkan pesan-pesan provokatif dan ukaran kebencian serta hoaks yang dapat memecah belah suatu bangsa.Perpecahan inilah yang akan berkembang menjadi perang proksi, baik disadari maupun tidak.

Di sisi lain bahwa kelompok radikal melalui medsos akan mengambil peranan yang sangat besar dalam memberikan informasi kepada publik, khususnya kaum muda. Menurut dia, medsos memegang peran penting dalam memberikan informasi ke publik terhadap isu-isu radikalisme sehingga masyarakat mudah terprovokasi. Cara yang dilakukan pada tahap awal umumnya dengan membangun sebuah situs khusus sebagai medium untuk melakukan koordinasi semua kegiatan yang terkait dalam pelaksanaan rencana aksi radikal sekaligus penyebaran paham yang keliru.

Pertahanan Sipil Dunia Maya

Kemajuan teknologi yang amat pesat membuat orang mudah untuk mengakses medsos dari facebook, twitter, instagram, telegram dan lain sebagainya. Kemajuan teknologi tidak lantas selalu membawa dampak baik bagi kehidupan bermasyarakat. Pemuda sebagai salah satu masa depan penerus bangsa menjadi bahan perhatian bersama dalam bermedia sosial. Hampir setiap pemuda di Indonesia memiliki gawai canggih dengan berbagai fitur pendukung untuk mengakses internet.

Diolah dari pelbagai sumber menyatakan generasi muda dalam rentang usia 20-24 tahun dan 25-29 tahun memiliki angka penetrasi hingga lebih dari 80% pengguna internet di Indonesia. Angka tersebut relatif tinggi ketimbang penduduk kelompok usia lainnya berdasarkan riset terbaru yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesa (APJII). Pada kategori 20-24 tahun ditemukan 22,3 juta jiwa yang setara 82% dari total penduduk di kelompok itu. Sedangkan pada kelompok 25-29 tahun, terdapat 24 juta pengguna internet atau setara 80% total jumlah jiwa.

Kemudahan dalam mengakses dunia maya melalui telepon genggam membuat pemuda zaman sekarang terlena dengan dunia nyata. Mereka lebih menghabiskan waktu di dunia maya dibandingkan dunia nyata. Dari situ akhirnya akhlak para pemuda juga terbentuk dari dunia maya bukan dunia nyata, sehingga mulai acuh dengan kepedulian antar sesama.

Elok Sriwahyuni menegaskan, “Sekarang saatnya pemuda mulai sadar akan hal tersebut. Pemuda Indonesia harus menjadi pemuda yang kuat dalam berbagai bidang kehidupan baik kehidupan di dunia nyata maupun kehidupan di dunia maya.”

Pemuda dan tanggung jawabnya dalam menjaga kelangsungan roda kepemimpinan bangsa ini dituntut untuk mampu mengendalikan arus globalisasi yang sangat deras. Pemuda sebagai masyarakat terbanyak di dunia maya harus bisa menempatkan diri sebagai Pertahanan Sipil di dunia maya. Tugasnya sangat penting yakni untuk menjadi pertahanan awal dalam menjaga dan melawan gerakan-gerakan radikalisme serta terorisme yang akan mengancam perdamaian di Indonesia.

Sebagai pertahanan awal, papar Elok Sriwahyuni, para pemuda dapat membentuk barisan-barisan atau gerakan bersama dalam mencegah tumbuhnya bibit radikalisme yang tumbuh subur di dunia maya. Melalui gerakan siskamling dunia maya menjadi momen para pemuda untuk menyisir dunia maya khususnya medsos dari penyebaran paham radikalisme dan bibit terorisme. Pencegahan dan perlawanan harus terus digelorakan untuk menjaga bangsa dan generasinya agar tidak mudah dimasuki oleh paham radikalisme yang dapat mengancam keutuhan bangsa.

Di era gencarnya arus penyebaran paham radikalisme yang semakin tidak terbendung ini, dalam konteks counter radicalism, pemuda memiliki banyak peran untuk memerangi bibit radikalisme di dunia maya. Pemuda sebagai pertahanan sipil di dunia maya menjadi tokoh utama dalam membersihkan dunia maya dari radikalisme dan terorisme.

“Oleh karena itu, ditengah pergulatan abad yang penuh keterbukaan ini, pemuda zaman now harus mampu menjawab tantangan-tantangan yang muncul. Pemuda harus mampu menjadi penggerak perdamaian masa depan agar mampu menjaga keamanan, keutuhan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutup Elok Sriwahyuni ketika ditemui di ruangannya. aditya eko/fakhruddin
Lebih baru Lebih lama