Budaya literasi atau minat baca siswa, budaya menulis, budaya berdiskusi, atau bahkan ketrampilan orasi atau berbicara siswa di depan publik, semestinya lahir dari ranah perpustakaan.

Budi Sartono*)

Laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan baru-baru ini merilis sebuah data yang cukup memprihatinkan, bahwa dari 148.361 Sekolah Dasar di Indonesia, 40 % di antaranya, atau sekitar 59.344, tidak memiliki Perpustakaan. Apabila data tersebut kita sandingkan dengan data hasil penelitian yang dirilis oleh PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study), bahwa kemampuan literasi siswa-siswa sekolah dasar di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata negara-negara lain, serta hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2015, bahwa lebih dari 50% pelajar Indonesia yang berusia 15 tahun, tidak memiliki keterampilan membaca cukup baik. Kualitas perilaku membaca anak-anak Indonesia ada di perindigkat 60 dari 61 negara. Indonesia hanya unggul di atas negara Botswana. Rasanya lengkap sudah potret wajah literasi anak-anak Indonesia dibanding negara-negara lain. Tiga data yang saling menguatkan dan komplementer tersebut mengisyaratkan bahwa kemampuan literasi anak-anak kita sungguh memprihatinkan. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila penyebaran berita atau informasi-informasi hoax sangat mudah terjadi.

Seiring dengan hal tersebut di atas, banyaknya keluhan masih minimnya pemanfaatan perpustakaan oleh siswa-siswa sekolah, menjadi sebuah pembenaran yang tak terbantahkan. Yang terjadi selama ini, perpustakaan-perpustakaan sekolah belum dimanfaatkan secara maksimal, baru sebatas sebagai pelengkap sarana bagi sebuah institusi pendidikan yang bernama sekolah. Fungsi perpustakaan masih pada tataran sebagai tempat siswa meminjam buku untuk tugas-tugas wajib sekolah, dan sebagai tempat singgah siswa untuk Refreshing mencari bacaan hiburan. Coba, kita amati secara seksama data statistik tingkat kunjungan siswa maupun guru ke perpustakaan sekolah, masih jauh dari harapan.

Dikutip dari laman Wikipedia bebas, Perpustakaan sekolah mempunyai fungsi dan tujuan sebagai “Wahana penunjang pelaksanaan program pendidikan seperti menanamkan atau membina minat anak untuk menarik minat dalam membaca”. Perpustakaan sebagai penunjang akselerasi pembelajaran di sekolah belum memperoleh porsi peran sebagaimana yang diharapkan. Masih minimnya jumlah kunjungan siswa maupun guru ke perpustakaan harus menjadi perhatian kita semua karena sangat berdampak terhadap kemampuan dan penguasaan literasi, serta minat baca siswa. Minimnya frekuensi kunjungan dan pemanfaatan perpustakaan, tidak hanya dikarenakan oleh kondisi phisik perpustakaan, seperti kurangnya kenyamanan, kualitas layanan, ataupun tidak lengkapnya koleksi buku, namun faktor Layout atau tata letak bangunan perpustakaan sangat berpengaruh terhadap daya tarik. Lokasi dan letak ruang perpustakaan yang cukup jauh dari ruang belajar (kelas), seringkali menumbuhkan rasa keengganan tersendiri bagi siswa untuk datang berkunjung. Dari banyak pengalaman, sering dijumpai lokasi atau posisi ruang perpustakaan berada di sudut, atau di belakang gugus bangunan sekolah, sehingga membuat malas siswa dan guru datang berkunjung. Ironisnya, lampu penerangan perpustakaanpun tidak cukup terang, dan terkesan hanya seadanya.

Idealnya, ruang perpustakaan berada di depan gugus bangunan sekolah sehingga memudahkan bagi siapapun untuk mengakses dan mengunjunginya. Perpustakaan harus memberi warna dan ciri khas sebuah sekolah. Perpustakaan sebagai identitas sekolah. Sebagai gambaran, untuk sekolah-sekolah kejuruan, identitas sekolah harus nampak dari tampilan perpustakaaan dengan menonjolkan ciri jurusan atau program keahlian yang dimilikinya. Demikian pula, bangunan perpustakaan seyogyanya multiguna, tak hanya sekedar sebagai ruang baca, ruang belajar atau tempat mencari/meminjam buku, namun harus berfungsi pula sebagai “Showroom” sekolah. Hasil karya ilmiah atau ketrampilan siswa, dalam bentuk kreasi budaya ataupun karya ketrampilan teknologi, bisa dipajang dan ditampilkan di perpustakaan. Selain itu, perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas ruang diskusi dan presentasi, makin memberi nilai tambah dan manfaat besar bagi pengembangan dan kreativitas Civitas Academica.

Budaya literasi atau minat baca siswa, budaya menulis, budaya berdiskusi, atau bahkan ketrampilan orasi atau berbicara siswa di depan publik, semestinya lahir dari ranah perpustakaan. Rendahnya minat baca, kurang bergairahnya siswa terhadap aspek literasi, maupun kurang trampilnya siswa mengartikulasikan pola pikir dan pendapat dalam bentuk verbal, salah satu penyebabnya adalah kurangnya dorongan dan bimbingan para guru kepada anak didik untuk mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan. Diskusi dan presentasi bisa dengan nyaman dilakukan di perpustakaan. Dukungan buku-buku teks, kamus, ensiklopedia, buku paket, diktat atau jurnal-majalah ilmiah, sebagai referensi diskusi atau presentasi akan sangat membantu pengembangan pendidikan.

Di era perpustakaan modern sekarang ini, perpustakaan sekolah harus mampu mengakomodasi kepentingan pengguna/pengunjung untuk bisa secara leluasa mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi tersebut tersedia di perpustakaan tersebut ataupun tidak. Selain kumpulan buku-buku tercetak, sebagian buku dan koleksi perpustakaan juga harus tersedia dalam bentuk digital, dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan computer dan internet. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi media saat ini, mau tidak mau, suka tidak suka, memaksa sekolah harus sanggup memenuhi tuntutan berbagai kebutuhan pembelajaran dan pengajaran siswa dan guru. Agar perpustakaan mampu menciptakan daya tarik kunjungan, maka faktor kebersihan dan kenyamanan harus dikedepankan. Ruang perpustakaan yang bersih dan tertata rapih, lengkap dengan tempat presentasi dan diskusi, perangkat computer dan jaringan internet, perangkat proyektor, buku-buku, majalah dan jurnal ilmiah, adalah merupakan fasilitas-fasilitas yang selayaknya dimiliki oleh sebuah perpustakaan.

Peran dan fungsi utama Perpustakaan adalah memelihara dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang terorganisasi dengan baik dan sistematis, langsung atau tidak langsung, bisa memberi kemudahan bagi keberlangsungan proses belajar mengajar siswa dan guru. Perpustakaan merupakan nara sumber dan referensi ilmiah karena proses belajar-mengajar tak terlepas dari kontribusi kedua hal tersebut. Salah satu peran perpustakaan yang belum diketahui oleh banyak orang adalah bahwa perpustakaan merupakan media agar manusia mampu mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, membina rohani dan dapat mengoptimalkan kemampuannya untuk bisa menghargai hasil karya seni dan budaya manusia.

Perpustakaan sebagai pusat informasi dan konfirmasi budaya dan/atau peradaban manusia, seharusnya mampu menampilkan peradaban dan budaya lokal. Daya tarik perpustakaan tidak terlepas pula dari peran dan keberadaan pustakawan. Banyak sekolah saat ini belum memiliki pustakawan, dan ini sesungguhnya yang menjadi kendala utama mengapa pengelolaan dan pemanfaatan perpustakaan sekolah belum maksimal sebagaimana yang diharapkan.

*) Praktisi Pendidikan dari Bandung, Jawa Barat.
Lebih baru Lebih lama