Berbagai penemuan bangunan bersejarah yang disebut dengan candi tersebut terbagi luas di Jawa Timur. Komplek Candi Panataran di Kabupaten Blitar merupakan wilayah percandian yang terbesar di provinsi paling Timur Pulau Jawa. Terletak lebih kurang 12 km di sebelah utara kota Blitar.

Identitas Buku

Judul Buku : Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Candi Panataran

Penulis : Drs. Ngadiono, dkk.

Perancang Dalam : Fetji Noelik, S.Sos

Perancang Kulit : Drs. Ngadiono dan Drs. Edi Triharyantoro

Penerbit : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur Tahun 2003
Percetakkan : Perintis Graphic Art
Halaman : 94

Ukuran : 16 x 24 cm

Buku yang hadir sebagai dokumentasi apresiasi terhadap peninggalan masa lampau, berdasarkan kajian ilmu purbakala terhadap Candi Panataran. Mengingat bahwa Candi Panataran merupakan salah satu karya agung bangunan candi nenek moyang khususnya di Jawa Timur.

Berbagai penemuan bangunan bersejarah yang disebut dengan candi tersebut terbagi luas di Jawa Timur. Komplek Candi Panataran di Kabupaten Blitar merupakan wilayah percandian yang terbesar di provinsi paling Timur Pulau Jawa. Terletak lebih kurang 12 km di sebelah utara kota Blitar. Secara administratif berada di Desa Panataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Tepatnya di barat daya Gunung Kelud pada ketinggian lebih kurang 450 meter dari permukaan air laut.

Pada umumnya kata ‘candi’ dipergunakan oleh masyarakat Jawa untuk menyebutkan ‘bangunan purbakala’ atau dengan istilah ‘cungkup’, khususnya di Jawa Timur. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘candi’ diartikan sebagai bangunan kuno yang dibuat dari batu berupa tempat pemujaan, penyimpanan abu jenazah raja-raja atau para pemuka agama Hindu maupun Budha.

Berdasarkan penemuan dan penelitian Rafles dalam History of Java disebutkan bahwa pada tahun 1815 M, Dr. Horsfield menemukan reruntuhan Candi Hindu di Panataran. Di dalam “Mnemosyne” tahun 1828 menyebutkan bahwa komplek Candi Panataran juga termasuk dalam inventarisasi yang dilakukan oleh Junghuhn dengan judul Korte ontleding der steenen gerdenkteekenen, welke de Hindoes op ava hebben achtergelaten (J. Knebel, 1908 : 89).

Menurut Nagarakrtagama dan sebuah prasasti yang ditemukan di dekat Candi Induk Panataran, nama lama dari Candi Panataran adalah Palah. Kemudian dalam sebuah prasasti tahun 1119 C (1197 M) yang dikeluarkan oleh Raja Kertajaya menyebut bahwa dirinya dengan tanda Crnggalancana berisi tentang peresmian sebuah perdikan untuk kepentingan Sira Paduka Batara Palah.

Kumpulan deskripsi yang tertuang dalam buku tersebut mengulas tentang sejarah, arsitektur, relief hingga status dan fungsinya terhadap kehidupan beragama dan bersosial. Berdasarkan arsitektur candi kala itu, menyatakan saksi bisu bukti kejayaan dari Kerajaan Majapahit berupa bangunan candi. Bangunan candi pada masa Majapahit banyak tersebar di beberapa daerah, khususnya di wilayah Jawa Timur.

Menelisik dari bentuk arsitektur, Candi Panataran yang terdiri dari tiga halaman teras dengan bangunan induk (utama) berada di halaman paling belakang (halaman III). Halaman ke III ini terlihat sebagai halaman paling sakral, karena merupakan bangunan induknya. Bangunan induk menjadi bangunan yang paling disucikan atau dihormati.

Apabila mengamati bentuk arsitektur dan rangkaian cerita relief, pahatan disetiap sisi dinding candi menunjukkan beberapa sifat keagamaan, diantaranya Agama Hindu, Agama Budha serta Kepercayaan Asli. Sebab Candi Penataran pada dasarnya memiliki fungsi saat itu sebagai makam dan atau sebagai kuil (KBBI: bangunan tempat memuja atau memuja dewa).

Dari relief-relief yang terpahat pada dinding bangunan dan bagian belakang arca dwarapala di komplek Candi Panataran terdapat beberapa relief yang sudah diketahui jalan ceritanya. Diantaranya adalah cerita Sang Satyawan, cerita Bubuksah dan Gagang Akting, cerita Ramayana, cerita Kresnayana dan beberapa cerita binatang.

Berkenaan dengan status bangunan suci (candi) pernah diberitakan dalam tulisan di masa Majapahit, yaitu dalam kitab Nagarakrtagama, Kakawin Arjunawijaya dan Kakawin Sutasoma. Menurut berita tertulis tersebut pada masa Majapahit terdapat tiga jenis bangunan suci yaitu Dharma dalm (dharma haji), dharma lpas dan sekelompok bangunan yang tidak jelas statusnya.

Maka jelaslah bahwa candi ini mempunyai arti yang sangat penting dalam beberapa aspek. Seperti sosial, politik, keagamaan dan yang utama adalah aspek kesejarahannya. Komplek tersebut juga menyimpan banyak misteri yang belum terungkap. Tentunya hal itu akan sangat menarik bagi pada ahli untuk melakukan kajian yang lebih mendalam. Sewajarnya jika harus dilindungi serta dilestarikan keberadaannya. chicilia risca
Lebih baru Lebih lama