Sebuah ide kreatif seorang guru sangat diperlukan untuk dapat mengubah situasi pembelajaran menjadi menarik dan efektif sekaligus mengajak peserta didik lebih aktif.

Media pembelajaran selama ini dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Dahulunya yang dipakai hanya menggunakan alat visual. Namun masuknya pengaruh teknologi audio pada pertengahan abad 20, tersebut selanjutnya dilengkapi dengan audio sehingga dikenal menjadi alat audio-visual atau audio visual aids (AVA).

Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio-visual, sehingga media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. (Sadiman dkk, 2005 : 8-11) mengemukakan sekitar tahun 1960-1965 peserta didik mulai diperhatikan sebagai komponen yang penting dalam proses pembelajaran. Pada saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B.F. Skinner mulai mempengaruhi penggunaaan media dalam kegiatan pembelajaran.

Sekitar tahun 1965-1970 pendekatan sistem (system approach) mulai berpengaruh dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Perlu direncanakan secara sitematis dengan memusatkan perhatian pada peserta didik. Media direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik peserta didik serta diarahkan pada perubahan tingkah laku sesuai tujuan yang dicapai.

Pengelompokan berbagai jenis media pembelajaran dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels dan Glasgow dalam Arsyad (33-36) dibagi ke dalam dua kategori luas, yaitu media pembelajaran konvensional dan modern. Media pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan memanfaatkan media non-eletronik atau memanfaatkan bahan sederhana untuk membuat media pembelajaran agar materi dapat tersampaikan dengan mudah kepada peserta didik. Sedangkan media pembelajaran modern ialah suatu pembelajaran yang diselenggarakan dengan memanfaatkan media eletronik, seperti komputer, LCD, OHP, Internet dan lain-lain.

Ketua Kelompok Kerja Guru (KKG) SD Kabupaten Jombang, Adi Sihwoyo, S.Pd.SD menjelaskan bahwa dengan adanya media pembelajaran maka tradisi lisan dan tulisan dalam proses pembelajaran dapat diperkaya. Pendidik (baca: Guru) dapat menciptakan berbagai situasi kelas, menentukan metode pengajaran yang akan dipakai dalam situasi yang berlainan dan menciptakan iklim yang emosional yang sehat diantara peserta didik.

“Bahkan alat atau media pembelajaran ini selanjutnya dapat membantu guru membawa dunia luar ke dalam kelas. Dengan demikian ide yang kreatif tersebut akan menjadi konkret dan mudah dimengerti oleh peserta didik. Bila media pembelajaran dapat difungsikan secara tepat dan profesional, maka proses pembelajaran akan berjalan efektif,” ujar Adi Sihwoyo.

Sebuah ide kreatif seorang guru sangat diperlukan untuk dapat mengubah situasi pembelajaran menjadi menarik dan efektif sekaligus mengajak peserta didik lebih aktif. Jika saat ini adalah era teknologi digital, ada kemungkinan ide pembelajaran yang dikembangkan adalah lebih banyak berhubungan dengan teknologi digital karena secara mayoritas peserta didik akan lebih tertarik menghadapi sesuatu yang up to date.

“Namun disisi lain media pembelajaran konvensional dengan basis dua dimensi atau tiga dimensi jangan serta merta tidak dipergunakan. Karena tidak semua yang berbasis teknologi digital dapat diterapkan pada peserta didik. Maka harus dibuat media pembelajaran yang pas,” kata laki-laki yang juga menjabat sebagai guru di SDN Karangan I Bareng tersebut.

Kenyataannya masih banyak guru yang dalam pembelajarannya masih enggan menggunakan media pembelajaran. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantara adalah guru menganggap bahwa menggunakan media pembelajaran menambah repot, terlampau canggih dan mahal.

“Padahal kalau saja para guru mau berpikir dari dari aspek lain bahwa dengan media pembelajaran akan lebih efektif, maka alasan repot itu akan menjadi tidak relevan lagi. Hal yang harus kita pertimbangkan adalah bahwa dengan sedikit repot, tetapi akan memperoleh hasil yang optimal. Banyak jenis media sederhana yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama. Sekali menyiapkan media, selanjutnya tidak repot lagi, karena media akan dapat digunakan untuk beberapa kali sajian dengan sasaran yang berbeda-beda,” jelas Adi Sihwoyo.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Jombang, Samsul HS, M.Pd., juga berpendapat bahwa media pembelajaran tidak harus canggih dan mahal, yang terpenting adalah sederhana asalkan relevan. Media pembelajaran pada dasarnya adalah untuk mempermudah guru menyampaikan materi terhadap peserta didik agar lebih memahami.

“Jadi jika media pembelajaran harus mahal itu tidak. Kalau bisa malah yang ada disekitar sekolah itu yang lebih bagus. Contohnya dari kertas karton, kardus ataupun kaleng-kaleng bekas. Terpenting adalah media pembelajaran itu mempermudah guru dapat menyampaikan pesan materinya kepada peserta didik,” jelas Samsul HS saat ditemui di kantornya.

Selain beberapa faktor tersebut, laki-laki yang juga menjadi guru di SMP Negeri 1 Wonosalam tersebut juga menjelaskan bahwa faktor usia juga mempengaruhi tingkat kreatifitas beberapa guru terhadap pembuatan media pembelajarannya. Karena itu perlu adanya pendampingan dan penggalian ide dalam pengembangan. Metodenya bisa berupa pelatihan, bertukar pikiran dengan teman yang sudah menggunakan media pembejaran, membuat yang mudah dan sederhana serta menantang, dorongan dari kepala sekolah dan guru harus open minded.

“Diperlukan adalah kemauan dari guru. Jika guru mau berusaha pasti bisa. Terlebih sekarang banyak media pembelajaran yang tersedia di internet, guru hanya tinggal amati, tiru dan modifikasi,” tegas Samsul HS.

Namun pembuatan media pembelajaran juga tidak asal membuat, perlu ada analisis media agar dalam penerapannya tidak menemui kegagalan yang berimbas terhadap peserta didik akan semakin bingung dalam menerima materi. Analisis media tersebut meliputi Kompetensi Dasar (KD), indikator, tujuan, sumber dan isi dari media yang akan dibuat. Oleh karenanya guru harus teliti, cermat dan relevan akan kondisi peserta didiknya.

“Media pembelajaran dikatakan berhasil apabila dalam penerapannya peserta didik antusias dan terjadi interaksi aktif didalam pembelajarannya. Namun nanti dalam akhirnya akan mempengaruhi nilai peserta didik,” jelas Samsul SH.

Pada dasarnya, tambah Ketua Mausyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMP Kabupaten Jombang itu, guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku peserta didik. Untuk mencapai tujuan itu, mulai dipakai berbagai format media. Berdasarkan pengalaman, keberhasilan peserta didik sangat berbeda jika digunakan satu jenis media, ada pebelajar yang lebih senang menggunakan media audio, namun ada pula yang lebih menginginkan media visual. Maka dari itu digunakan berbagai macam media sesuai dengan minat peserta didik, sehingga muncullah konsep penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran.

Selain itu sudah selayaknya media tidak lagi dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai penyalur pesan dari pemberi pesan. Sebagai pembawa pesan media tidak hanya digunakan oleh guru, tetapi yang lebih penting semestinya dapat digunakan oleh peserta didik secara mandiri. Media dalam hal tertentu dapat menggantikan peran guru untuk menyampaikan informasi secara teliti dan menarik.

Iklim Positif Lingkungan

Kepala SDN Jombatan IV Jombang Jamadi, S.Pd menjelaskan, “Peran guru-guru lain, peserta didik dan lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk kreativitas serta memotivasi dalam menciptakan dan mempergunakan media pembelajaran. Selain itu, kepala sekolah juga harus menciptakan sebuah iklim yang kondusif agar para guru lebih tergerak untuk menciptakan bermacam-macam media pembelajaran.”

Laki-laki mantan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Jombang tersebut menyadari terdapat perbedaan yang terlihat antara guru yang masih muda dengan guru senior atau yang sudah berusia lanjut. Banyak guru senior yang tidak menggunakan mesia pembelajaran, sehingga harus diberikan pemahaman sekaligus motivasi dengan perlahan bahwa selain karena tuntutan kurikulum, menggunakan media pembelajaran akan lebih memudahkan proses pembelajaran dan memberikan hasil yang berbeda pada peserta didik.

“Tidak perlu rumit bahkan sederhana saja namun mengena pada pembelajaran akan lebih baik. Contohnya dengan menggunakan daur ulang yang ada di sekitar kita dan dapat disesuaikan pula dengan kemampuan guru masing-masing. Sementara guru-guru muda akan lebih bersemangat berkreasi, berinovasi dan berusaha untuk menciptakan media pembelajaran yang menarik dan terkadang dipadukan dengan teknologi yang sedang berkembang saat ini,” ujar ayah tiga anak itu.

Selain mendorong guru untuk memaksimalkan penggunaan media dalam proses pembelajaran sehari-hari, Jamadi juga tidak segan untuk memotivasi teman gurunya mengikuti berbagai kompetisi, memberikan kesempatan pada setiap guru untuk menunjukkan kemampuannya. Memberikan apresiasi serta menjadikan guru yang berhasil sebagai contoh dengan harapan dapat semakin menggugah semangat guru yang lain.

Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang, Julaeni, M.Si menambahkan, dari hasil monitoring yang dilakukan oleh pengawas, sudah banyak guru yang terampil dalam menggunakan media dalam proses pembelajarannya. Variasi penggunaan media juga telah beragam, mulai hanya dari memanfaatkan alam, membuat dari bahan-bahan sederhana hingga digabungkan dengan teknologi informasi.

Julaeni berpendapat selain dengan banyak membaca dan mencari di internet, senyapang itu keberadaan KKG atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) memiliki peran penting dalam proses kreatif guru dalam mendapatkan beragam informasi serta pengetahuan bahkan ide-ide dalam penciptaan dan pemanfaatan media pembelajaran.

“Kunci utamanya hanya kemauan dan kemampuan. Kalau kemampuan sepertinya sudah tidak perlu untuk ditanyakan karena dengan kompetensi yang dimiliki, guru pasti bisa menciptakan beragam media pembelajaran. Tapi kemauan yang perlu untuk dipacu semangatnya. Melalui kelompok kerja guru, guru bisa saling bertukar beragam ide, informasi, bahkan beragam bentuk media pembelajaran sehingga harapannya dapat memacu kemauan untuk menciptakan,” tutur Julaeni.

Perannya selaku pengawas juga hanya bisa memberikan masukan serta pemberian materi atau informasi tambahan jika guru menemui kendala dalam pemanfaatan media atau penggunaannya. Dirinya juga kerap kali menjadi mediator antara guru yang membutuhkan sumber informasi dengan guru yang telah lebih dulu mencoba suatu media pembelajaran. Sehingga keduanya bisa saling berbagi ilmu juga informasi. aditya eko / fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama