Tujuan program Kotaku adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.

JOMBANG – Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) merupakan satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia. Program ini mendukung Gerakan 100-0-100, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh dan 100 persen akses sanitasi layak.

Koordinator Kota (Korkot) Program Kota Tanpa Kumuh Kabupaten Jombang, Saiun Ngalim, mengatakan bahwa arah kebijakan pembangunan Dirjen Cipta Karya ialah membangun sistem, memfasilitasi pemerintah daerah dan komunitas atau masyarakat umum. Program Kotaku akan menangani kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat.

“Sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh program Kotaku akan melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya permukiman kumuh baru dengan kegiatan pada entitas desa serta kawasan dan kabupaten. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh,” ujar Saiun Ngalim.

Tahapan pelaksanaan Program Kotaku adalah pendataan. Lembaga masyarakat di desa sudah melakukan pendataan kondisi awal yang terdapat tujuh parameter kumuh di desa masing-masing. Data tersebut diintergrasikan antara dokumen perencanaan masyarakat dan perencanaan kabupaten untuk menentukan kegiatan prioritas mengurangi permukiman kumuh. Nantinya akan dilaksanakan, baik oleh masyarakat atau oleh pihak lain yang memiliki keahlian dalam pembangunan infrastruktur pada entitas kawasan dan kota.

“Tujuh parameter tersebut meliputi bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan limbah, pengelolaan persampahan dan pengamanan kebakaran,” tegasnya.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati tahun 2015 di Kabupaten Jombang terdapat dua lokasi yang mendapat program Kotaku yaitu Kecamatan Jombang dan Kecamatan Ploso. Namun menjadi pekerjaan rumah hingga saat ini di tahun 2018 yang masih belum rampung ialah di Desa Jombang, Kecamatan Jombang.


“Kecamatan Ploso sekarang sudah tidak kumuh lagi. Tinggal di Desa Jombang saja yang belum, masih kurang 8,84 Hektare. Sebelumnya ada 12,07 Hektare yang harus ditangani, namun pada akhir 2017 lalu masih terealisasi 3,23 Hektare dan hingga kini masih berlangsung,” papar laki-laki asal Kabupaten Tuban ini.

Namun pada SK Bupati di tahun 2018 ini ada perubahan, tambahnya, terdapat delapan belas desa/kelurahan di tujuh kecamatan yang mendapatkan program Kotaku. Itu merupakan data terbaru yang masuk pada kategori kumuh ringan. Program ini juga nantinya harus selesai pada akhir 2019.

Saiun Ngalim juga mengatakan bahwa kendala saat ini adalah terkait dengan anggaran. Pasalnya pada 2017 lalu program Kotaku masih mendapat bantuan dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Bantuan Dana Investasi (BDI) dari pemerintah. Namun untuk tahun 2018 ini tidak ada.

“Oleh karenanya peran pemerintah daerah sangat diperlukan di sini. Selain itu masyarakat harus mampu menyusun program di desanya dengan baik sebelum diintergrasikan dengan kabupaten. Serta pihak swasta juga dapat diupayakan,” tegas laki-laki yang bertugas di Jombang sejak 1 April 2017 itu.

Kendala berikutnya yaitu kesadaran masyarakat akan hidup bersih masih kurang, lanjutnya. Banyak masyakat yang masih belum sadar akan pentingnya lingkungan bersih dan kesehatan. Karena itu pihaknya selain membangun desa juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk bersosialisasi kepada masyakat tentang kesehatan lingkungan.

“Tujuan umum program ini tidak lain meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Tujuan umum tersebut terkandung dua maksud. Pertama, memperbaiki akses masyarakat terhadap infrastruktur dan fasilitas pelayanan di permukiman kumuh perkotaan. Kedua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan melalui pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, berbasis masyarakat dan partisipasi pemerintah daerah,” tandasnya. aditya eko
Lebih baru Lebih lama