Ki Ageng Qore’ dapat meloloskan diri dan lepas atau brodol dari penjara kurungan tersebut. Nama Brodot berasal dari makna brodol (bedah, jebol) nya bronjong (lepas dari ikatan). Kemudian sang kiai menetap di wilayah tersebut hingga wafat. Maka masyarakat sekitar menyepakati bahwa desa tersebut diberikan nama Desa Brodol atau yang kini dikenal dengan Desa Brodot.

BANDAR KEDUNGMULYO – Jika menyisir keseluruh sudut Kota Santri ini, terlihat pada setiap sisi akan menemukan beberapa hal yang penuh sejarah dan makna, satu diantaranya di Kecamatan Bandar Kedungmulyo. Kecamatan yang memiliki luas wilayah 32,50 km persegi ini terbagi atas 11 desa/kelurahan. Satu diantaranya terdapat desa yang merawat peninggalan sejarah, yaitu Desa Brodot.

Berdasarkan cerita dari juru kunci Desa Brodot, M. Luqman Al Fatawi terdapat kesinambungan mengapa desa tersebut disematkan nama brodot. Diketahui pada masa Kerajaan Mataram abad ke 15, hiduplah seorang Kiai Abdul Adhim yang memiliki kesaktian tinggi. Awal mula Kiai Abdul Adhim merupakan seorang telik sandi kerajaan Mataram yang melarikan diri ke Kediri pada saat penjajahan Belanda. Bahkan mengganti identitasnya agar persebunyiannya tidak terlacak dengan sebutan Ki Ageng Qore’. Selanjutnya, dirinya memilih untuk menyepi dan kemudian menyebarkan Agama Islam di Desa Corekan Kediri.

“Melalui ketokohannya tersebut, Ki Ageng Qore’ menjadi orang yang dekat dengan Adipati Kediri saat itu. Ki Ageng Qore’ yang memiliki hobi memancing ini, selalu memberikan hasil tangkapannya kepada adipati atau kepada masyarakat sekitar. Kedekatannya pun nampaknya tidak mendapatkan reaksi baik hingga memicu kecemburuan sosial dari Tumenggung Tondokusumo,” terang M. Luqman Al Fatawi.

Baca Juga : 690 Guru PAUD Terima Honorarium

Pria yang sering disapa Gus Luk ini juga bercerita, suatu ketika kiai memberi daging kepada Adipati, namun Tondokusumo mencegatnya. Tondokusumo meminta agar melalui dirinya saja pemberiannya disampaikan kepada adipati. Ki Ageng Qore’ percaya dengan perkataan Tondokusuman. Kemudian Tondokusuman secara sengaja mencampurkan daging dengan racun mematikan. Kemudian ketika dirinya memberikan kepada adipati, Tondokusuman mengatakan bahwa daging tersebut mengandung racun. Selanjutnya untuk mengetahui kebenaran ucapan darinya, daging tersebut diberikan oleh anjing. Seketika itu, anjing sekarat dan mati.




“Tidak berselang lama, bupati memanggil kiai dan menghukumnya dengan dirantai tangan serta kakinya. Kemudian dimasukkan kedalam kurungan yang dibentuk memanjang dan kerucut atau yang sering disebut bronjong. Bronjong menyerupai alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman bambu. Setelah kiai terpenjara, dilempar ke Sungai Brantas untuk dihanyutkan,” tutur Gus Luk. 

Arusnya yang mengalir ke arah Utara, membawanya hingga sampai di Desa Brodot ini. Ki Ageng Qore’ dapat meloloskan diri dan lepas atau brodol dari kurungan tersebut. Nama Brodot berasal dari makna brodol (bedah, jebol) nya bronjong. Kemudian sang kiai menetap di wilayah tersebut hingga wafat. Maka masyarakat sekitar menyepakati bahwa desa tersebut diberikan nama Desa Brodol atau yang kini dikenal dengan Desa Brodot.

Kepala Dusun Brodot, Ahmad Tahrir mengungkapkan, “Hingga kini setiap Jumat Legi, di makam Ki Ageng Qore’ selalu ramai dikunjungi oleh peziarah yang mayoritas berasal dari Kediri. Selain itu Desa Brodot selalu memperingati Haul yang dilaksanakan pada Rabu (1/5) sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kelimpahan yang diberikan. Sudah ke 185 tahun peringatan ini dilaksanakan oleh masyarakat.”

Lokasi pemakaman kini sudah mengalami renovasi, diantaranya pemberian fasilitas seperti tempat wudu. Hal ini lantaran semakin banyak peziarah yang datang ke lokasi. chicilia risca
Lebih baru Lebih lama