“Sepanjang tahun 2018-2019 ini jumlah usaha berbasis kafe kopi di Jatim meningkat sekitar 25 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tidak bisa dimungkiri bahwa bisnis kedai kopi sangat menggiurkan. Terutama yang lokasinya di mal.” - Bambang Sriono -

MOJOWARNO – Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno mengadakan “GKJW Expo” untuk kali keduanya, sebuah pameran produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) warga gerejanya. Pameran ini diadakan di lapangan YBPK Mojowarno (10/5-12/5) diikuti lebih kurang 130 produk dari 14 majelis daerah (klasis) Se GKJW. Kebanyakan peserta menampilkan produk olahan hasil pertanian, perkebunan, atau perikanan. Selain itu, ditampilkan pula beberapa produk kerajinan tangan seperti batik dan kayu.

Berbeda dari GKJW Expo pertama yang diadakan tahun 2014 silam di Malang, pameran kali ini diadakan berbarengan dengan perayaan hari raya persembahan (Undhuh-Undhuh) GKJW Jemaat Mojowarno. Penyatuan dua kegiatan besar di hari dan tempat yang sama ini diharapkan menarik lebih banyak kedatangan pengunjung dan memberi suasana yang berbeda.




Ketua Majelis Agung GKJW, Pdt. Tjondro F. Gardjito mengatakan, “Kami berharap agar para pelaku UKM GKJW dapat berjejaring melalui pameran ini. Pelaku UKM hendaknya tidak hanya memenampilkan produknya di pameran ini namun juga dapat melihat peluang untuk dapat tumbuh bersama.” 

Baca Juga : Terima Kasih Ibu Guru

Di pameran ini, tambah Tjondro F. Gardjito, pelaku UKM GKJW juga dapat memperoleh keterangan tentang masalah kredit usaha dari Bank Rakyat Indonesia. Diadakan pula konsultasi pemasaran online dan konsultasi UKM dari Dinas Koperasi dan UKM Pemerintah Daerah Jawa Timur (Jatim). Melalui itu semua, diharapkan gereja dapat berperan dalam usaha mensejahterakan warganya.

Dalam GKJW Expo kali ini diadakan juga “Festival Wedang Kopi” yang memerkan berbagai jenis kopi dari perkebunan-perkebunan warga GKJW. Beberapa jemaat GKJW seperti Dampit, Sidoasri, Purwosari-Jengger memang terkenal sebagai daerah penghasil kopi.

Festival kopi juga menghadirkan kedai-kedai kopi milik warga GKJW dengan racikan kopi andalannya masing-masing. Festival ini diisi pula talk show “Bincang Kopi” dengan narasumber Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) Jatim Bambang Sriono dan beberapa pengusaha kedai kopi warga GKJW.

Bambang Sriono dalam materinya memaparkan bahwa jumlah permintaan biji kopi di Jatim mengalami pertumbuhan 75% - 100% seiring dengan tren pertumbuhan bisnis kedai kopi yang menjamur hampir di seluruh wilayah Indonesia hingga mancanegara. Tingginya pertumbuhan permintaan biji kopi green bean masih belum dapat diimbangi dengan jumlah produksi kopi dari Jatim yang tahun lalu hanya mencapai 59.950 ton, terdiri dari Arabika 14.526 ton dan Robusta 44.974 ton.

“Jumlah produksi kopi Jatim tahun lalu pun menurun 12% dibandingkan produksi 2017 yang mencapai 67.614 ton. Penurunan ini terjadi karena faktor alam, padahal permintaan sedang tinggi-tingginya sampai petani kopi kewalahan,” jelas laki-laki yang sejak tahun 2000 sudah menjadi petani kopi tersebut.




Bambang Sriono menambahkan permintaan biji kopi dalam negeri saat ini sangat tinggi sehingga harga jualnya pun lebih tinggi dibandingkan harga jual green bean untuk pasar ekspor. Untuk diketahui, saat ini harga kopi green bean dalam negeri mencapai 85.000 rupiah per kilogram (/kg) sampai 100.000 rupiah /kg untuk jenis Arabika, dan untuk Robusta sekitar 40.000 rupiah /kg sampai 55.000 rupiah /kg.

“Sepanjang tahun 2018-2019 ini jumlah usaha berbasis kafe kopi di Jatim meningkat sekitar 25 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tidak bisa dimungkiri bahwa bisnis kedai kopi sangat menggiurkan. Terutama yang lokasinya di mal. Disisi lain karena jumlah pemain semakin banyak, kalian (pengusaha kopi) agar tidak berhenti berinovasi dan tetap mempunyai konsumen,” pesan Bambang Sriono

Kini, tambah laki-laki yang juga menjadi Ketua Forum ‘Ahli’ Pertanian Madani (Rumah Tani) Bondowoso ini, salah satu strategi yang diterapkan para pebisnis coffee shop adalah menawarkan kedai kopi yang komplet. Artinya, tidak sekadar menyediakan kopi, tetapi juga menghadirkan makanan ringan sampai makanan berat di kedai mereka. Jika di luar negeri isinya hanya coffee shop yang menyediakan menu kopi saja, di Indonesia tidak bisa begitu. Harus ada menu makanannya. aditya eko
Lebih baru Lebih lama