Santriwati (peserta didik putri) Madrasah Aliyah (MA) Mu’allimin Mu’allimat ketika pulang sekolah. (Fitri)

JOMBANG – Berbeda dengan lembaga pendidikan pada umumnya, jika terdapat di dalam pondok pesantren selain menyesuaikan dengan kegiatan pondok tentu akhirnya memiliki ciri dan kultur khas. Materi pendidikan keagamaan seringkali lebih mendominasi dibandingkan materi pendidikan umum (reguler).

Konsep tersebut pun juga diterapkan pada Madrasah Aliyah (MA) Mu’allimin Mu’allimat Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang. Di sekolah yang berdiri sejak tahun 1953 ini komposisi pelajaran yang diberikan sehari-harinya adalah 75% agama (salaf) dan 25% umum.

“Madrasah ini juga memiliki konsep yang berbeda dibanding yang lainnya. Disini menggunakan sistem pendidikan enam tahun atau jika disetarakan dengan pendidikan formal seperti pendidikan Madrasah Tsanawiyah (setara SMP) selama tiga tahun dan Madrasah Aliyah (setara SMA) selama tiga tahun. Namun dalam pelaksanaan pembelajarannya benar-benar berbeda,” jelas Kepala MA Mu’allimin Mu’allimat, H. Abdul Rohim, S.H., M.Si.

Baca Juga: Mengkoleksi Keris Langkah Melestarikan Warisan Leluhur


Dalam referensi dokumen Profil Madrasah Mu’allimin Mu’allimat Bahrul Ulum Tambakberas Jombang dijelaskan bahwa tujuan utama pendirian lembaga ini adalah untuk menciptakan kader guru (mu’allim) bagi masyarakat. Kurikulum yang diacu saat itu adalah Kurikulum Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) empat tahun dengan pelajaran agama menggunakan buku pegangan kitab kuning. Kemudian pada tahun 1964 Kurikulum PGA disempurnakan dengan masa belajar menjadi enam tahun sehingga Madrasah Mu’allimin Mu’allimat juga turut menyesuaikan.

Seiring perkembangan, Kurikulum PGA 6 tahun dikembangkan dengan mengkombinasikan kurikulum pesantren salaf dan sedikit pelajaran umum. Sehingga calon peserta didik yang akan bersekolah pada lembaga ini harus memiliki bekal pendidikan agama yang mumpuni.

“Materi tes masuk disini meliputi Bahasa Arab, nahwu, shorof, membaca kitab (kitab kuning) beserta pengertiannya, dan tentunya membaca Alquran. Jika penguasaan calon peserta didik terhadap materi tes dirasa kurang, dapat mengikuti kelas persiapan,” urai Abdul Rohim.

Namun Abdul Rohim menuturkan, penerimaan calon peserta didik baru di Madrasah Mu’allimin Mu’allimat ideal dilakukan di kelas satu (setara MTs/SMP). Penerimaan peserta didik baru di kelas empat (setara MA/SMA) jarang sekali terjadi lantaran materi seleksi lebih berat dan rumit. Sehingga kecenderungan yang terjadi adalah peserta didik yang selesai menempuh pendidikan kelas tiga dan lulus ujian kenaikan kelas yang akan mengisi kelas empat tingkatan di atasnya.

Meski kecenderungan yang terjadi adalah banyak peserta didik yang memilih untuk melanjutkan pendidikan dari kelas tiga ke kelas empat, pihak lembaga memberikan kesempatan pada peserta didik yang mungkin ingin melanjutkan pendidikan di luar Madrasah Mu’allimin Mu’allimat. Karena saat di kelas tiga, lembaga juga memberikan layanan ujian negara (Ujian Nasional) yang setara dengan jenjang MTs/SMP dan memberikan ijazahnya.

“Dalam proses pembelajarannya juga kami sangat menjunjung tinggi kejujuran serta kedisiplinan. Sehingga jika ada peserta didik yang nilai rata-ratanya (antara pelajaran agama dan pelajaran umum) tidak mencapai batas minimal untuk naik ke kelas selanjutnya, dia harus bersedia untuk mengulang,” tekan Abdul Rohim.

Meski memiliki sistem pembelajaran yang sangat berbeda dengan lembaga pendidikan pada umumnya, lembaga ini berhasil mencetak lulusan-lulusan sukses. Tokoh tersohor yang merupakan alumnus dari Madrasah Mu’allimin Mu’allimat diantaranya adalah Bupati Jombang, Hj. Munjidah Wahab dan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah.

“Kunci kesuksesan mereka mungkin ada pada keikhlasan ketika menempuh pendidikan. Kemudian tempaan serta tanggung jawab yang diberikan saat di pondok, membuat mereka mampu untuk melayani masyarakat. Dan mengutip perkataan KH. Sulthon Abdul Hadi, “Madrasah Mu’allimin Mu’allimat ini adalah ibarat pabrik besi. Para alumnusnya setelah lulus diharapkan bisa bermanfaat untuk orang lain,” tutup Abdul Rohim. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama