Istimewa

JOMBANG – Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Bahkan sebegitu pentingnya pendidikan, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar hukum yang berlaku di Indonesia mengatur sektor ini dan mengamanatkan bahwa setiap warga negaranya berhak untuk mendapatkan pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai instansi yang mengemban tugas dalam penyelenggaraan pendidikan di seluruh nusantara terus berupaya agar bisa memberikan layanan terbaik kepada seluruh masyarakat. Mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sebagai jalan awal calon peserta didik mengakses layanan di jenjang pendidikan tertentu terus dikembangkan serta dievaluasi sebagai harapan agar seluruh lapisan masyarakat mampu mengakses pendidikan sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.

Membahas mengenai PPDB, sejak tahun 2018 Kemendikbud menerapkan kebijakan baru dalam menyeleksi calon peserta didik yang akan melanjutkan pada jenjang pendidikan tertentu di pendidikan formal. Jika sebelumnya PPDB pernah didasarkan pada nilai hasil Ujian Nasional (UN), hasil Tes Potensi Akademik (TPA), atau perpaduan keduanya. Pada tahun 2018 pemerintah mengubah PPDB menggunakan sistem zonasi. Sistem zonasi ini mengatur penerimaan calon peserta didik baru berdasarkan pada jarak antara rumah (domisili) dengan sekolah yang dituju.

Baca Juga: Kalkun Peliharaan Hias dengan Nilai Keindahan dan Jual Tinggi

Dikutip dari laman Kemendikbud, melalui zonasi pemerintah ingin melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh. Zonasi diterapkan sebagai salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas. Kebijakan zonasi juga diambil sebagai respons atas terjadinya ‘kasta’ dalam sistem pendidikan yang selama ini ada. Harapannya dengan adanya zonasi tidak akan ada lagi label sekolah ‘favorit’ dan status seluruh sekolah menjadi setara.

Namun untuk mewujudkan harapan tersebut, tentu perlu dilakukan beragam upaya yang kunci utamanya adalah pemerataan. Pemerataan bukan hanya pada sisi peserta didik, melainkan juga pada sektor pendidik (guru), serta sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembelajaran di sekolah.

Kepala Bidang Pembinaan SMP, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Agus Suryo Handoko, S.Pd., M.MPd saat dimintai pendapatnya mengenai imbas dari pelaksanaan zonasi di Kabupaten Jombang mengatakan bahwa baik Disdikbud Kabupaten Jombang maupun lembaga-lembaga (dalam hal ini SMP negeri yang ada di Jombang) terus melakukan pembenahan agar tujuan dari zonasi dapat terpenuhi.

“Merujuk pada tujuan yang diharapkan dari zonasi adalah memberikan kesempatan pada peserta didik yang domisilinya dekat dengan sekolah bisa mengenyam pendidikan di lembaga tersebut. Namun konsekuansinya tentu juga harus ada pemerataan kompetensi juga dari peserta didik sendiri, guru, dan sarana prasarana. Sehingga ending-nya semua sekolah memiliki standardisasi yang sama. Memiliki pelayanan yang sama, sehingga sekolah yang baik tidak hanya berpusat di kota tetapi juga di daerah-daerah,” urai Agus Suryo Handoko.

Menyadari bahwa telah adanya sebuah image yang terbangun serta pola pikir yang beranggapan bahwa sekolah di perkotaan lebih unggul dibanding dengan sekolah di daerah, pria berkumis tipis ini menghimbau agar pola pikir seperti itu untuk segera diubah.

“Terkadang sekolah-sekolah di kota itu menjadi lebih baik atau unggul karena bahan bakunya yakni para peserta didik yang masuk dan bersekolah disana merupakan individu-individu dengan kualitas yang baik. Sementara anak-anak dengan kualitas yang kurang akan otomatis tersisih ke sekolah pinggiran,” tambah Agus Suryo Handoko.

Adanya bahan baku yang sudah baik itu, beban guru dalam menjalankan kegiatan pembelajaran juga tidak menjadi terlalu berat. Cukup diberi stimulasi sedikit para peserta didik itu akan bisa memahami bahkan mengembangkan dari materi yang disampaikan oleh guru.

Kondisi akan sedikit berbeda pada sekolah pinggiran. Kualitas peserta didik yang berbeda, guru harus bekerja lebih ekstra agar peserta didik memahami materi pembelajaran yang disampaikan.

“Keberhasilan dalam pembelajaran selain ditentukan oleh keterampilan guru sebagai ‘koki’ juga bergantung pada kualitas peserta didik sebagai ‘bahan baku’ yang akan diolah,” ungkap Agus Suryo Handoko.

Ketika menyinggung mengenai kualitas guru, pria yang pernah juga menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal (PAUD dan PNF) ini menyebut bahwa secara makro kualitas guru (khususnya di jenjang SMP) di Kabupaten Jombang sudah dalam kategori baik. Persebarannya pun juga cukup merata antara di kota maupun di daerah (pinggiran). Sehingga sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran dengan kualitas guru yang ada pinggiran akan kalah dengan yang ada di perkotaan. Beberapa guru berprestasi justru muncul dari sekolah-sekolah pinggiran.

Hal tersebut dikuatkan dengan data yang dimiliki Bidang Ketenagaan, Disdikbud Kabupaten Jombang. Menurut Kepala Seksi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah Dasar, Bidang Ketenagaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Abdul Majid, S.Psi kualitas guru yang ada di Jombang sudah masuk dalam kategori baik atau dalam istilah pria bertubuh kurus ini berada dalam nilai B gemuk yang jika dikonversikan dalam angka pada rentang nilai 86-90. Namun Abdul Majid tidak merinci secara detail bagaimana persebaran guru tersebut di tiap-tiap daerah.

“Jangan meremehkan kualitas guru yang ada di pinggiran. Karena justru mereka yang lebih detail dan perhatian pada peserta didiknya. Mereka juga yang usahanya lebih berat untuk memahamkan peserta didik terhadap materi yang disampaikan,” ujar Abdul Majid.

Sementara itu terkait pemerataan guru yang diharapkan dari pemberlakuan sistem zonasi dalam PPDB, Abdul Majid menyatakan hal tersebut akan cukup sulit dilakukan selama kebutuhan guru di Jombang belum dapat terpenuhi secara keseluruhan.

“Penzonasian guru bisa dilakukan ketika jumlah guru sudah terpenuhi lebih dulu. Pemenuhan guru di setiap satuan lembaga pendidikan terpenuhi atau minimal ada yang mengisi. Ketika ada guru yang pensiun segera mendapatkan ganti. Namun pada kenyataannya, selama ini tidak bisa dilakukan,” tambah Abdul Majid.

Selama ini kebutuhan untuk mencukupi kekurangan serta kekosongan guru yang terjadi belum bisa terpecahkan lantaran sempat tidak adanya pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk guru dan dilarangnya perekrutan Guru Tidak Tetap (GTT) baru untuk mengisi kekosongan, sementara guru yang purna tugas terus bertambah setiap tahunnya. Data yang terhimpun di Bidang Ketenagaan sendiri untuk periode Januari 2020 hingga Januari 2021 saja akan ada sebanyak 421 guru dari seluruh jenjang pendidikan akan mengakhiri masa baktinya.

“Semoga dengan adanya seleksi CPNS yang diadakan mampu mengisi kekurangan guru yang ada di Jombang. Namun agar tujuan pemerataan bisa segera terlaksana juga, selain mengisi yang kosong kita akan melakukan analisis penempatannya,” ungkap Abdul Majid.

Sementara jika ditinjau dari faktor sarana dan prasarana, imbas dari zonasi PPDB adalah sekolah-sekolah yang ada di pinggiran didorong untuk melakukan pemenuhan dan penyempurnaan. Sekolah-sekolah yang prasarananya kurang memadai seperti ruang kelas rusak, laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang seadanya, ruang perpustakaan berubah fungsi menjadi ruang kelas diperbaiki dan diperuntukkan selaiknya fungsinya. Begitu pula dengan prasarana lain penunjang kegiatan pembelajaran.

“Sarana dan prasarana minimal beserta syarat-syaratnya yang harus dipenuhi oleh lembaga sekolah bisa dilihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 mengenai Standar Sarana dan Prasarana,” jelas Kepala Seksi Kelembagaan dan Sarana Prasarana SMP, Bidang Pembinaan SMP, Disdikbud Kabupaten Jombang, Agus Daryanto, S.Sos.

Pria yang kerap disapa ayah itu menambahkan, saat ini sudah ada beberapa sekolah yang mendapatkan bantuan untuk merenovasi dan melengkapi sarana dan prasarana yang belum tersedia. Tiga lembaga yang saat ini tengah melakukan renovasi adalah SMP Negeri 1 Bareng, SMP Negeri 2 Mojoagung, dan SMP Negeri 1 Kabuh. Ketiga lembaga ini mendapat bantuan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dananya bersumber langsung dari Pemerintah Pusat.

Namun ketika disinggung mengenai bagaimana kondisi ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di sekolah pada tiap-tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang dibandingkan dengan aturan yang berlaku, pria bertubuh tambun ini mengaku belum memiliki data secara pasti.

“Perkiraan akhir Januari kami akan mulai turun untuk melakukan pendataan secara merinci. Datang ke satu-satu lembaga, mengamati dengan seksama dan hasilnya akan dilangsungkan pendataan selanjutnya dijadikan sumber referensi untuk menentukan prioritas lembaga mana saja yang akan diusulkan untuk mendapatkan bantuan, baik renovasi ruang kelas atau penambahan prasarana yang lain. Karena rencananya pada tahun 2021, pembangunan secara fisik lembaga (sekolah) tidak akan lagi berada di bawah naungan Disdikbud Kabupaten Jombang melainkan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR),” terang Agus Daryanto.

Terjadi Penurunan Kualitas Peserta Didik

Diterapkannya sistem zonasi, peserta didik yang diterima di sebuah sekolah akan jauh lebih beragam khususnya dari segi akademik. Pada sekolah-sekolah yang sebelumnya dikenal sebagai sekolah favorit keberagaman ini seperti pisau bermata dua. Disatu sisi sebagai sebuah tantangan untuk membuktikan bahwa label favorit yang selama ini telah tertanam di benak masyarakat adalah benar adanya, namun di sisi lain juga akan mempengaruhi kegiatan pembelajaran.

Kepala SMP Negeri 1 Jombang, Alim, M.Pd mengakui pasca zonasi murid-murid di sekolah yang dibinanya mengalami penurunan kualitas. Tingkat kemampuan penerimaan dan penyerapan materi secara umum lebih menurun dibanding peserta didik yang jalur masuknya tidak menggunakan sistem zonasi. Saat penguasaan kondisi kelas ketika pembelajaran juga dirasa lebih sulit dibanding sebelumnya.

“Banyak guru-guru yang mengeluh peserta didiknya lebih sulit diajar dan memahami materi yang dijelaskan, harus diulang beberapa kali. Meski begitu kami selalu mendorong kepada para guru dan peserta didik untuk sama-sama berusaha membutikan bahwa ketika mereka sudah berhasil masuk ke SMP Negeri 1 Jombang, mereka pantas untuk menyandang peserta didik yang berkualitas,” tutur Alim.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala SMP Negeri 3 Jombang, Drs. Budiono, M.Si. PPDB zonasi membawa dampak yang cukup bisa dirasakan terhadap pembelajaran di sekolah yang dibinanya.

“Jika sebelum zonasi peserta didik yang diterima disini berasal dari berbagai daerah dengan kualitas yang cukup bagus dibuktikan dengan nilai Ujian Nasional (UN) yang baik. Mayoritas karena jarak rumahnya jauh, maka motivasi belajarnya juga tinggi. Dari segi ketertiban juga lebih mudah diatur. Namun pasca zonasi, peserta didik menjadi semakin beragam kemampuan dan motivasinya. Dibanding yang sebelum zonasi, kemampuan serta motivasi peserta didik ini jauh lebih kurang,” jelas Budiono.

Dilanjutkan Budiono, kemampuan peserta didik yang dimaksud ini adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi dan kultur belajar tingkat SMP. Banyak diantara peserta didik yang masih terjebak pada kebiasaan saat masih di SD. Disamping itu kemampuan dalam menyerap materi pembelajaran juga berbeda. Sehingga guru pun harus mengubah strategi penyampaian materi pembelajarannya.

“Kalau dulu diberi penjelasan hanya sekali sekarang dua hingga tiga kali. Pendekatan guru dalam mengajar juga sekarang lebih ke pendekatan personal, memahami kebutuhan peserta didik. Mereka harus lebih sabar dan telaten untuk mengulang menjelaskan materi yang diajarkan,” tambah Budiono.

Lantaran motivasi belajar peserta didiknya dirasa kurang, Budiono pun kemudian bersama dengan para guru berinisiatif untuk menciptakan suasana kelas yang kompetitif. Setiap peserta didik yang berprestasi akan mendapat reward. Seperti misalnya mendapat rata-rata nilai terbaik di kelas atau secara paralel kelas.

Kepala SMP Negeri 1 Jogoroto, Rudy Priyo Utomo, S.Pd., M.Pd juga menyatakan hal yang serupa. Pasca diberlakukannya PPDB zonasi, secara umum kualitas peserta didik yang diterima di sekolahnya menjadi menurun. Kemampuan dalam penerimaan materi pembelajaran juga lebih lama dan lambat sehingga berdampak pula pada nilai hasil pembelajarannya.

“Untuk bisa mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan, peserta didik sudah tidak bisa lagi murni mengandalkan nilai ulangan harian, Penilaian Tengah Pemester (PTS), dan Penilaian Akhir Semester (PAS) yang menjadi komponen utama penilaian. Mereka harus dibantu didorong dengan tugas-tugas tambahan juga proses perbaikan nilai (remidi) untuk membantu mereka mencapai nilai KKM. Jika dulu sebelum zonasi KKM 75 bisa diperoleh dalam sekali proses, saat ini dalam beberapa proses. Proses pertama mungkin hanya di nilai 60 baru kemudian diperbaiki hingga 75,” jelas Rudy Priyo Utomo.

Sementara itu Psikolog RSUD Jombang, CH. Widayanti, S.Psi., M.Si., M.Psi mengatakan zonasi tentu akan berpengaruh pada kondisi peserta didik. Namun dampak itu menjadi positif atau negatif tergantung dari konsep diri masing-masing

“Terlepas dari sistem ini, kita perlu melihat hakekat tugas perkembangan pada anak usia remaja ini (SMP dan SMA). Mereka akan mengalami beberapa perubahan sperti fisik, emosi dan sosial. Tugas perkembangan yang mereka jalani ini akan membentuk konsep diri. Setiap anak pasti memiliki perbedaan (individual differences). Manakala berlaku sistem zonasi maka keberagaman potensi anak akan berkumpul. Pada masa remaja ini kompetitif/persaingan diantara peer grup (usia sebaya) akan tetap ada. Hanya saja mereka akan membentuk kelompoknya sesuai dengan minat masing-masing. Terkait minat belajar anak, kekhawatiran terhadap semangat belajar seharusnya bukan sebagai fokus nya tetapi lebih pada bagaimana mengenali dan menggali minat. Pada umumnya memang akan mengeluhkan tentang pendidikan, meskipun demikian sebagian besar akan berusaha menyesuaikan diri atau beradaptasi baik dengan akademik maupun lingkungan sosial di sekolah,” ungkap perempuan yang akrab disapa Yanti tersebut.

Minat terhadap pendidikan, menurut perempuan berhijab itu sangat dipengaruhi oleh pekerjaan yang ingin di gapai atau masa depan lebih cerah. Wadah guna mengolahnya adalah di sekolah. Namun terkadang ada yang semakin bersemangat atau sebaliknya, lantaran hanya memenuhi kewajiban saja akhirnya di anggap sekedar mengisi waktu luang semata. fitrotul aini.
Lebih baru Lebih lama