JOMBANG – Aktivitas pendidikan belakang in terus mengalami perubahan dan pengembangan. Selain karena tuntutan zaman yang memang mengharuskan begitu, kebutuhan di masa akan datang tentu akan semakin beragam. Untuk itu pendidikan harus terus melahirkan inovasi guna menjawab kebutuhan saat peserta didik menuntaskan pendidikannya.

Di sekolah yang mengambil peranan besar dan strategis adalah kepala sekolah. Hal itu tidak terlepas posisi kepala sekolah sebagai pemimpin sehingga membiasakan berpikir maju dengan balutan inovasi terbaru untuk bisa dilaksanakan dan dirasakan langsung oleh peserta didik.

Memang tidak mudah melahirkan sebuah inovasi, selain melihat dari keadaan lingkungan sekitar sekolah. Perlu juga mengukur tingak Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam civitas sekolah. Sehingga tak sampai menimbulkan kesan secara konsep bagus namun sukar untuk direalisasikan. Oleh karena itu, kepala sekolah mesti menakar daripada kebutuhan, kelebihan, tantangan hingga kekurangannya. Dengan demikian, formulasi menemukan dan menjalankan inovasi bisa terjadi.

Kehadiran inovasi bukanlah sekedar seremonial belaka. Melainkan pula menjawab atas kualitas dan mutu pendidikan di sekolah. Sudah merupakan hal yang lazim bila masyarakat saat ini mementingkan kualitas serta mutu pendidikan untuk anak-anaknya. Realita ini sangat wajar saja terjadi lantaran guna mentap masa depan, baik tingkat pendidikan hingga penggalian potensi peserta didik.

Diungkapkan kepala sekolah berprestasi tahun 2019, Rudy Priyo Utomo, S.Pd. bahwa inovasi bukan sekedar pembaharuan belaka. Melainkan dapat berupa perbaikan dan penyempurnaan serangkaian konsep yang telah ada yang sebelumnya. Selain mudah diterapkan dan berdampak menyeluruh kepada semuanya, tentu memberikan hasil yang positif.

Tetapi sebelumnya, tambah Kepala SMP Negeri 1 Jogoroto ini harus dibiasakan terlebih dahulu di lingkungan sekolah tersebut. Sehingga kalaupun ada inovasi yang dihadirkan kepala sekolah, baik guru, karyawan, peserta didik, hingga wali peserta didik tidak mengalami keterkejutan yang berujung pada penolakan.

Baca Juga: Sekolah Ruang Mencegah Kekerasan

Rudy Priyo Utomo, S.Pd mengungkapkan, “Kepala sekolah bukan sekedar penentu kebijakan dan memberikan penguatan saja. Tetapi harus meneladani sebelumnya sehingga sewaktu inovasi itu hadir semua dapat menerima sekaligus menjalankan dengan baik.”

Diakui bapak dua anak ini memang tidaklah mudah. Perlu kajian mendalam dan penyesuaian kondisi yang ada. Di tiap sekolah sudah tentu memiliki latarbelakang yang berbeda-beda, sehingga dari sekolah satu ke lainnya tidak bisa sekejab inovasi tersebut diterapkan. Bahkan ada kemungkinan juga tidak bisa diterapkan.

Untuk itu, Rudy Priyo Utomo mencoba sesuatu yang sederhana. Misalkan saja inovasi berangkat dari yang ada di sekolah. Baik itu berupa kekurangan dan kelebihan, sehingga selain sebagai gebrakan baru pastinya dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Malahan bisa ada kemungkinan semakin menguatkan potensi yang ada dan berbuah prestasi.

“Saat masih di SMP Negeri 2 Peterongan saya membangun joging track. Kebetulan potensi di sana adalah bidang atletik. Alhamdullilah akhirnya bisa untuk latihan rutin para peserta ektrakulikuler atletik,” kisahnya.

Praktis selain menjadi tempat latihan yang strategis, mampu menyelesaikan masalah sebelumnya yang mesti berlatih di pinggir jalan raya. Selain resiko lebih tinggi kepada peserta didik, masyarakat maupun pengguna jalan tidak terganggu juga.

Baiknya kalau membangun komunikasi dengan komite sekolah maupun masyarakat setempat, selain memberikan masukan akan inovasi yang bakal dilahirkan. Dukungan optimal pun akan disampaikan dengan senang hati. Begi Rudy Priyo Utomo keterlibatan pihak luar sangatlah membantu karena pada hakikatnya peserta didik di luar sekolah akan kembali ke masyarakat dan berbaur pada umumnya.

Senyampang pembangun fasilitas fisik di sekolah, perihal pembelajaran justru yang paling utama. Jangan sampai peserta didik dibiarkan luang tanpa adanya pembelajaran sedikit pun. Untuk itu bila ada guru yang berhalangan hadir, entah karena sakit atau berbarengan dengan agenda lain. Bisa diberikan tugas guna dikerjakan dengan di awasi langsung oleh guru yang sedang piket. Sehingga pembelajaran masih terus belangsung dan semakin termotivasi karena serasa diberikan perhatian lebih oleh sekolah.

Rudy Priyo Utomo mengatakan, “Dahulu kalau tidak ada guru di kelas peserta didik banyak menghabiskan waktu di luar. Mulai bermain bola hingga sekedar berbincang dengan teman. Pemebelajaran berlangsung tidak efektif dan membuang waktu sia-sia. Kalau ada tugas yang dikerjakan peserta didik dan adanya pengawasan, ketercapaian pembelajaran bisa terwujud.”

Tak jauh berbeda Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang, Sutadji, M.Pd. juga memandang bahwa inovasi kepala sekolah perlu adanya kreatifitas dan memahami di mana ia berada. Kalau kepala sekolah sudah memiliki daya kreatifitas tinggal mulai dari melihat potensi dan kekurangan dengan cara pandang berbeda, kemudian disesuaikan dengan yang ada jadilah inovasi tersebut.

Sudah dibuktikan oleh Sutadji yang juga merupakan Kepala MTs Negeri 14 Jombang yang berada di Kecamatan Megaluh. Melihat sebagian besar masyarakat bertani dan komoditi terbesar dan khas adalah semangka, selanjutnya menyesuaikan pembelajaran di sekolah agar bisa selaras.

Contohnya di pembelajaran IPA ada materi tentang tumbuhan, peserta didik bersama gurunya langsung mempraktikan membuat bibit semangka dan menanamnya. Tidak sekedar pembelajaran di kelas, tetapi peserta didik melakukan praktik langsung sesuai dengan kearifan lokal. Secara tidak langsung semakin membangun pemikiran menjadi petani tidaklah memalukan, sebaliknya memberikan peluang pekerjaan di masa akan datang.

“Saya selalu mencoba dari hal terdekat. Pembibitan dan penanaman semangka bukanlah sesuatu yang asing, sehingga lebih mudah diterima peserta didik,” terang Sutadji.

Seperti halnya Rudy Priyo Utomo, pria yang merangkap sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Jombang ini pun melihat keberadaan komite sekolah sangatlah signifikan dalam menudukung keberhasilan inovasi yang dilahirkan kepala sekolah. Diketahui anggaran oprasional sekolah sangatlah terbatas, terlebih adanya padatnya program pendidikan saat ini. Kalau komite sekolah meninjau inovasi tersebut laik dan memiliki progres yang baik kedepannya, pasti akan memberikan dorongan sepenuhnya.

Bukan saja dari dana pribadi, melainkan bisa jadi diupayakan jalinan kerjasama dengan pihak lain. Utamanya badan usaha yang berkaitan dengan inovasi itu. Dengan demikian, keberlangsungan inovasi bisa bertahan lama hingga berkelanjutan. Bahkan bisa jadi memberikan keuntungan kepada peserta didik selain hanya pengalaman saja.

Sutadji mengatakan, “Komite sekolah harus sering diajak bicara dan diskusi terkait langkah-langkah yang diambil. Sehingga kebijakan kepala sekolah baik berupa leputusan atau inovasi lain bisa berjalan lancar.”

Telebih melihat peran komite sekolah adalah advisory agency atau pertimbangan selain itu sebagai kepanjangan tangan kepada khalayak. Artinya, segala hal berkaitan dengan proses pendidikan di sekolah mampu diterangkan dengan baik kepada masyarakat tanpa menimpulkan beragam tafsir, utamanya mengarah pada hal-hal yang negatif.

Sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 56 ayat 3 menyatakan bahwa komite sekolah / madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Jadi, komite sekolah harus mampu meyakinkan orang tua, pemerintah setempat, dunia usaha, dan masyarakat pada umumnya bahwa sekolah itu dapat dipercaya. Dengan demikian, sekolah pada tataran teknis perlu mengembangkan kemampuan menganalisis biaya sekolah yang berkorelasi signifikan terhadap mutu pendidikan yang diperolehnya.

Maksud dibentukanya komite sekolah adalah agar suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologi, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu, komite sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, komite sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan (power sharing and advocacy model), dan kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan.

Komite sekolah di suatu sekolah tetap eksis, namun fungsi, tugas, maupun tanggung jawabnya disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Peran komite sekolah bukan hanya sebatas pada mobilisasi sumbangan, dan mengawasi pelaksanaan pendidikan esensi dari partisipasi komite sekolah adalah meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah yang dapat merubah pola pikir, keterampilan, dan distribusi kewenangan atas individual dan masyarakat yang dapat memperluas kapasitas manusia meningkatkan taraf hidup dalam system manajemen pemberdayaan sekolah.

Reporter/Foto: Aditya Eko P./Istimewa
Lebih baru Lebih lama