PETERONGAN – Berangkat dari maraknya masyarakat yang tergolong Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), menginisiasi Desa Bongkot, Kecamatan Peterongan menyelenggarakan Posyandu Jiwa. Penyebab ODGJ kebanyakan karena kegagalan menatap kehidupan. Yakni, apa yang dicapai tidak sesuai dengan harapan.

Kepala Desa Bongkot, Kecamatan Peterongan, Mohamad Yahya mengatakan, ODGJ sering dipandang sebelah mata oleh sabagian masyarakat. Karena itu pula mereka perlu mendapat pertahatian khusus. Setidaknya menjadikan mereka lebih terawat, sehingga upaya menuju kesembuhan kian dekat.

Menurut Mohamad Yahya, sebebnarnya stigma ODGJ yang negative di masyarakat tidak bisa juga disalahkan. Selain kerap menunjukkan prilaku kurang baik karena di luar kesadaran, juga latarbelakang kemapanan ekonomi membuat pandangan tersebut sulit luntur. Oleh karena itu, adanya Posyandu Jiwa diharapkan dapat membantu ODGJ agar kelak kembali sehat dan beraktivitas seperti sedia kala. Ujungnya, mereka bisa berbaur di masyarakat dengan normal.

Baca Juga: Kaffee In Kombi Ngopi Kreatif Ala Cafe

“Bekerjasama dengan Puskesmas Dukuhklopo, Peterongan untuk penanganannya, serta memperoleh penjelasan bahwa ada kemungkinan ODGJ bisa disembuhkan. Tentunya, dengan perawatan yang baik dan meminum obat secara rutin setelah di-diagnosa penyebabnya,” terang Mohamad Yahya.

Penanganan ODGJ juga perlu pendekatan intensif, supaya mereka dapat dirawat dengan baik. Makanya perangkat desa maupun masyarakat yang tergabung dalam Posyandu Jiwa diberi bekal pengetahuan soal penanganan ODGJ. Dengan begitu, bisa lebih sigap serta bijak ketika menjumpai masyarakat dengan permasalahan tersebut.

Koordinator Posyandu Jiwa Pelita Harapan Bongkot, Anik Rofikoh, Amd.,Kep. berkisah, “Saat itu secara rutin kami bersama perangkat desa melakukan kunjungan ke rumah masyarakat yang memiliki saudara dengan gangguan ODGJ. Kunjungan ini sekaligus pemberian injeksi kepada ODGJ. Tak lupa selalu mengajak stakeholder, dari Babinsa, Babin Kantipmas, Pamong, Kader, dan Puskesmas. Ini agar semakin baik penanganannya.”

Anik Rofikoh juga menceritakan, permasalahan yang dihadapi penderita ODGJ yakni sulitnya berkomunikasi. Bahkan untuk merawat diri, mereka sudah melupakannya. Semisal mandi, makan, dan lain sebagainya. Sehingga solusi rehabilitasi inilah yang mampu mengembalikan sifat kemandiriannya. Peluang kesembuhan pasien ODGJ pun sangat sebesar.

“Lima tahun berjalan. Dimulai pada Bina Hubung Saling Percaya (BHSP) yang secara telaten dan rutin mendatangi pasien. Hingga mereka mau menemui, selanjutnya berkomunikasi. Mayoritas ODGJ tak menyukai situasi dengan kerumunan. Tindakan penerapan rehabilitasi yang dilakukan di antaranya melatih bicara dengan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK). Diagnosa yang terindikasi berbeda setiap pasien, ada yang isolasi sosial, Risiko Perilaku Kekerasan (RPK), halusinasi, hingga pasien dengan risiko bunuh diri, masing-masing memiliki tahapan terapi yang beragam,” terang perempuan yang disebut perawat jiwa tersebut.

“Pasien yang kami tangani rata-rata usia produktif, yakni antara 20 hingga 40 tahun. Faktor yang melatarbelakangi pasien ODGJ ialah tak tersalurkannya cita-cita, karena dampak ekonomi keluarga. Ada pula mengalami rasa kecewa, tapi tak menemui solus. Itu karena tidak adanya tempat diskusi atau bercerita,” ungkap perempuan yang sering dipanggil Anik itu.

Berdasarkan penuturan Mohamad Yahya, pasien eks ODGJ sudah dibekali keterampilan merajut tas dari benang, bahkan sudah ada yang bekerja di pabrik, serta memiliki kehidupan layak seperti membina keluarga (menikah). Tak ada yang mustahil ketika memiliki niat sungguh-sungguh dalam berusaha. Eks ODGJ kini sudah menikmati kehidupan sosial yang produktif dan mampu mandiri.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y.
Lebih baru Lebih lama