NGORO – Menuju kesuksesan pembelajaran di sekolah tidak semata ada di tangan guru. Melainkan bisa melalui peserta didik dengan model pembelajaran tutor sebaya. Selain merasa lebih luwes karena didampingi oleh temannya sendiri, juga tidak ada lagi dimensi yang membatasi. Karena kalau dengan guru dimungkinkan merasa canggung, bahkan kurang percaya diri.

Menurut Hamalik (1991:31) (dalam Abi Masiku (2003:10), tutorial merupakan bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi. Tujuannya, agar peserta didik dapat efisien dan efektif dalam belajar. Sedangkan arti sebaya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah seimbang atau sejajar.

Guru Berprestasi Tingkat Nasional asal Jombang, Kiki Ratnaning Arimbi, sudah sekitar satu dekade terakhir menerapkan metode tersebut di SDN Banyuarang I Ngoro. Dia memulai dengan mengidentifikasi kelebihan dan kekurang peserta didik dalam satu kelas. Dengan begitu lebih mudah menemukan model pembelajaran yang tepat.

“Peserta didik yang dapat memahami dengan baik penjelasan dari saya, selanjutnya ditunjuk menjadi tutor bagi teman-teman sekelasnya. Namun juga perlu memiliki kepercayaan diri yang baik. Selanjutnya, saya tinggal mengawasi jalannya penyampaian materi itu,” terang Kiki Ratnaning Arimbi.

Baca Juga: Aminudin Zakaria No, Sein Kanan Belok Kiri

Terbukti peserta didik yang menjadi asisten guru ini mampu meluapkan semangat pembelajaran di kelas. Terlebih ada nilai tambah yang diberikan. Tentu saja, hal itu semakin mendorong untuk menyukseskan pembelajaran tanpa ada rasa terbebani. Tetapi memang tidak harus selalu sama. Harus bergantian, lantaran setiap peserta didik memiliki kemampuan pemahaman yang berbeda satu dengan lainnya.

Kiki Ratnaning Arimbi mengakui, “Keberadaan asisten guru terbilang berhasil. Oleh karenanya, tidak jarang sengaja mengkader bila ada materi tertentu yang membutuhkan intesifitas tinggi. Supaya tidak sampai mengalami kesulitan saat menyampaikan kepada temannya. Kelas pun menjadi mandiri dan siap menerima materi pembelajaran yang berbeda tiap harinya.

Sejalan dengan Kiki Ratnaning Arimbi, guru SDN Janti Mojoagung Lailatul Fitriyah, S.Pd.SD pun menerapkan hal serupa. Alhasil, keyamanan pembelajaran terbangun di kelas dan hasil belajar dalam penilaian baik.

“Saya sendiri selama 13 tahun mengajar kelas VI, mayoritas menggunakan cara tersebut. Terutama pada peserta didik yang perlu pemahaman ekstra pada ulasan materi. Tentu cara ini tak terhenti saat jam pembelajaran. Terkadang diperlukan juga pemberian jam tambahan bagi peserta didik yang sudah bisa, untuk disampaikan ke teman yang belum memahami secara jelas. Seperti pada jam istirahat atau belajar bersama di rumah,” ungkap Lailatul Fitriyah.

Perempuan yang turut aktif dalam keanggotaan organisasi pendidikan Komunitas Guru Belajar Jombang ini membuat peta konsep. Peserta didik diajak membahas materi serasa bermain. Dipasangkan satu dengan yang lain, selanjutnya diminta untuk swit. Bagi peserta didik yang kalah mendapat giliran pertama, entah menjelaskan atau mempresentasikan ulang yang telah dibahas bersama. Tentunya dengan melihat catatan di buku masing-masing. Jika sudah selesai, maka si pendengar berganti peran menjadi penyaji, tetapi tanpa melihat teks atau catatan.

“Mekanisme yang harus dilalui peserta didik adalah kemampuan menyimpulkan pembelajaran dengan bahasa sendiri yang lebih ringkas, jelas, dan mudah dipahami temannya. Kuncinya ialah kemampuan berkomunikasi dengan teman. Awalnya terasa kesulitan, tetapi saya kemudian memberi kebebasan agar mereka menggunakan Bahasa sendiri. Nah, itu yang membuat mereka semakin semangat. Mereka justru saling membantu, mengkoreksi dan memperbaiki bersama,” ulasnya dengan bahagia.

Kini pembiasaan tersebut ditularkan kepada kelas bawah. Peserta didik kelas VI yang terbiasa menjadi tutor sebaya disilakan melakukan presentasi ke kelas bawah. Materinya, tentu saja, yang erat hubungannnya dengan yang sudah dipelajari.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y./Istimewa
Lebih baru Lebih lama