Hadi Susanto*

Pikiran Sadar dan Somatic Mind

Seperti seperangkat komputer yang supercanggih, otak manusia memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengelola informasi dengan sangat cepat. Proses masuknya informasi yang berasal dari luar diri kita hingga menjadi memori yang tersimpan di bawah sadar adalah sebagai berikut.

Pertama, karena begitu banyaknya bit informasi yang diterima seseorang, ada sekitar 2.000.000 bit, maka pikiran sadar perlu melakukan filter berdasarkan kriteria berikut: ­ Informasi yang paling kuat atau berpengaruh informasi yang berhubungan dengan keselamatan hidup (menurut pemikiran pikiran bawah sadar) atau aspek yang sejalan dengan preferensi sistem sensori anda (visual, auditori, atau kinestetik).

Kita cenderung lebih memperhatikan salah satu aspek daripada yang lainnya. Stimulus adalah informasi apa saja yang masuk melalui panca indera, atau yang dihasilkan oleh pikiran sendiri, bisa berasal dari suatu memori atau suatu skenario pemikiran (http://www.adiwgunawan.com).

Kecerdasan manusia dalam menangkap apa yang terjadi di dalam dan di luar dirinya, membuatnya memiliki beragam reaksi yang mempengaruhi situasi fisiknya secara langsung seperti ketika merasa takut dan cemas, ada yang merasa ingin buang air kecil, ada yang merasa sakit perut dan juga ada pusing.

Itu artinya apa yang sedang diproses oleh otak manusia direkam dalam sebuah memori yang ketika kejadian yang sama terjadi maka memori itu akan terakses kembali. Hal ini sering disebut dengan “Somatic Mind” (Soma adalah Tubuh, Mind adalah pikiran), dari hal itu dapat kita mengetahui bahwa tubuh manusia juga memiliki kecerdasan merespon sebuah keadaan dalam pikiran manusia.

Hal inilah yang harus dicermati oleh seorang pengajar. Bahwa profesi ini seperti halnya seorang programer komputer, yang menginstal nilai-nilai, budaya, moral dan pengetahuan kepada siswa. Guru tidak hanya bertindak sebagai programer dalam artian menginstal sistem kognitif dan psikologis anak, tapi juga sampai pada level fisik, karena apa yang terjadi pada pikiran dan perasaan anak juga berdampak pada tubuhnya.

Seandainya seorang guru membentak anak secara terus menerus maka tubuh anak itu juga akan bereaksi entah itu menjadi panas badannya, jantungnya berdetak kencang atau akibat fisik lainnya. Menurut penjelasan Master Ifan Winarno dalam pelatihan Quantum X-Formation yang pernah saya ikuti, tubuh memiliki kecerdasan untuk menyimpan memori sebuah kejadian, jadi memory itu tidak hanya terletak di otak tapi juga seluruh tubuh.

Dan setiap memori yang mengalami “open loop” artinya kejadian itu belum dapat diterima oleh perasaan dan pikiran manusia maka akan menarik kejadian yang serupa. Contoh sederhananya seperti yang saya alami, saya memiliki “open loop” tentang masalah pengerjaan skripsi yang lama. Hal ini rupanya juga terulang ketika saya mengerjakan tesis.

Masalah lain yang sering terjadi di masyarakat misalnya ketika orang tuanya dulu mengalami peristiwa kekerasan dalam rumah tangga, lalu anaknya setelah menikah mengalami hal yang sama. Hal itu bisa terjadi karena insting bawah sadar manusia belum menerima kejadian itu, sehingga memicu kejadian itu untuk berulang kembali.

Kajian Ilmu Vibrasi dan Hubungannya dengan Pendidikan

Saya pribadi mengenal kajian Vibrasi (Getaran Batin) melalui Facebook yang disampaikan oleh Pak Arif Rh, di sini sering dibahas tentang efek dari getaran batin manusia (Vibrasi) terhadap kejadian hidup yang dialami oleh manusia. Pada intinya dijelaskan bawah perasaan itu adalah doa.

Doa itu bukan hanya tentang apa yang diucapkan oleh mulut tapi juga apa yang terjadi pada perasaan manusia. Misalkan saja anda tiap hari berdoa meminta rezeki, tapi di dalam perasaan anda terdapat perasaan kekurangan. Maka alam semesta akan merespon hal tersebut, sehingga yang terjadi di dalam hidup anda adalah sesuai dengan yang dipancarkan oleh perasaan anda.

Karena lidah dan bibir anda bisa berbohong tapi perasaan anda tidak akan pernah bohong. Dalam hal inilah pentingnya seorang guru harus mengendalikan hati dan pikirannya dalam memberikan ilmu. Karena situasi batin guru berhubungan secara langsung dengan siswa. Semakin tulus seorang guru membangun hubungan emosional dengan siswa maka semakin memudahkan siswanya untuk mengakses ilmunya.

Karena transfer ilmu pengetahuan tidak hanya terjadi pada level pikiran sadar tapi juga bawah sadar siswa. Kalau dahulu misalkan kita pernah mendengar cerita seorang santri yang tak pernah belajar ngaji dan ilmu lain, tugasnya hanya melayani kiainya.

Tapi secara ajaib ketika pulang dari nyantri tiba-tiba santri tersebut bisa menguasai apa yang dimiliki oleh gurunya, karena itu di dalam ajaran agama guru di samping mengajarkan ilmunya juga harus mendoakan muridnya. Hal ini untuk meningkatkan koneksi batin antara guru dan murid sehingga memudahkan dalam penerimaan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

Dalam Buku David. R. Hawkins, M.D., Ph.D., yang berjudul Power Versus Force ; An Anatomy of Consciousness, The Hidden Determinats Of Human Behaviour. Buku tersebut adalah hasil riset yang dilakukan David. R. Hawkins, M.D., Ph.D., selama 20 tahun. Vibrasi pikiran manusia diklasifikasikan menjadi dua yaitu Vibrasi Force, adalah vibrasi dengan getaran rendah bahkan negatif.

Sedangkan power adalah Vibrasi yang getarannya tinggi atau positif. Dari kedua kondisi ini juga menghasilkan efek yang berbeda dalam praktik kehidupan sehari-harinya. Kalau kita sering menggunakan vibrasi force otomatis untuk mencapai sukses akan lebih banyak menguras energi fisik. Sedangkan untuk sesuatu yang dilakukan dengan Vibrasi power hal ini akan akan lebih mudah terwujud (www.ikhlaspasrah.com).

Hal ini karena Vibrasi pikiran yang dibangun manusia harus selaras dengan alam semesta, sehingga terjadi harmoni yang mengakibatkan mudah terwujudnya apa yang ada di vibrasi pikiran manusia. Maka kita harus senantiasa bisa mengendalikan diri kita agar tidak terbawa pada Vibrasi Force yang bisa menghambat apa yang kita inginkan.





Dari Tabel Force Vs Power David R. Hawkins di atas bisa kita aplikasikan dalam membangun suasana, budaya, dan hubungan di internal sekolah agar menciptakan suasana pendidikan yang harmonis dan penuh dengan energi positif. Sehingga sekolah menjadi harmonis sebagai lingkungan belajar dan juga harmonis sebagai lingkungan kerja bagi guru dan seluruh karyawan.

Guru bisa membantu siswa untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia, penuh cinta dan rasa syukur. Begitu pula dalam diri guru juga memancarkan kebahagiaan, kedamaian, rasa cinta dan suka cita dalam memberikan ilmunya.

Hal ini untuk menghilangkan sumbatan emosi negatif dalam diri manusia yang bisa mengakibatkan melemahnya hubungan emosional dan suasana yang tidak kondusif. Begitu pula dalam hubungan kerja antara kepala sekolah, guru dan karyawan. Masing-masing harus bisa menghindari potensi hadirnya Vibrasi Force (Negatif) yang bisa menghambat kinerja dan kreativitas yang ada di sekolah.

Perasaan manusia merupakan sesuatu yang tidak berwujud dan tidak bisa dideteksi dengan kasat mata. Tapi sebenarnya kalau kita memiliki kepekaan, kita bisa merasakan suasananya. Misalkan kalau memasuki sebuah kelas yang sedang memiliki konflik antar pribadinya, saya beberapa kali menanyakan langsung pada siswa apa benar yang sedang saya rasakan tersebut, apa kelas tersebut sedang ada masalah?

Dan beberapa kali terbukti hal itu benar, mungkin begitu juga dengan anda pasti pernah memiliki pengalaman yang sama. Kalau menghadapi kelas seperti itu biasanya saya selesaikan dahulu masalah tersebut dengan mengevaluasinya bersama di kelas. Agar di tataran emosi semuanya jadi lebih baik, baru pelajaran dimulai. Karena kalau pelajaran langsung dilanjut maka suasana belajar menjadi tidak optimal.

Pendidikan merupakan sebuah lembaga sumberdaya manusia yang sangat kompleks dibandingkan dengan perusahaan. Karena perusahaan tidak setiap hari melakukan “Transfer Knowledge” dan Hubungan interpersonal yang jauh lebih sederhana, karena di sana relasi yang dibangun adalah relasi profesional.

Sedangkan di dunia pendidikan tentu hubungan interpersonalnya jauh lebih komplek, seperti kepala sekolah dengan guru, kepala sekolah dengan siswa, guru dengan guru, guru dengan siswa, guru dengan orang tua. Belum lagi hubungan dengan yayasan/masyarakat.

Di samping itu karena faktor kedekatan, maka hubungannya lebih membawa perasaan (Baper). Sering sekali terjadi konflik tersembunyi yang perlu diwaspadai agar tidak menjadi gelombang energi Vibrasi Force yang dapat menggangu bahkan menghambat suksesnya esensi pendidikan di sekolah.

Oleh karena itu pihak sekolah juga harus memberikan perhatian terhadap masalah-masalah psikologis seluruh elemen yang ada di dalamnya. Agar setiap kendala bisa diatasi sejak dini. Sebenarnya secara idealnya sekolah memerlukan lembaga psikologis, mengingat sangat kompleksnya sumberdaya manusia yang ada dalam sekolah, serta beban kerja sekolah yang semakin berat dan rumit.

Tugas lembaga psikologis tersebut jauh lebih kompleks dari pada BK (Bimbingan Konseling) yang hanya fokus ke siswa. Fungsinya mengendalikan program-program yang berhubungan dengan masalah sumberdaya manusia dan psikologis siswa, orang tua siswa, guru, karyawan dan bahkan kepala sekolah. Karena masing-masing pihak memiliki tugas dan peran yang sangat melelahkan secara psikologis.

*) Founder SATI (Spirit Awareness Teaching Indonesia)/Praktisi Quantum Healing.
Lebih baru Lebih lama