JOMBANG – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) oleh DPR RI menuai banyak polemik. Apalagi masuk dalam kategori Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sehingga dianggap penting untuk direalisasikan pada tahun ini.

Polemik itu akibat dalam draf RUU HIP terdapat klausul Trisila dan Ekasila di salah satu pasalnya. Adapun ayat 1 menyebutkan ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan. Ayat 2, ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Ayat 3, Trisila sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) terkristailisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.

Menurut Ketua Pemuda Pancasila MPC Jombang, H. Moch. Syarif Hidayatullah, ST., MMT. melihat pada dasarnya baik niatanya mencoba menguatkan ideologi bernegara melalui Pancasila. Namun dalam draf yang disusun tersebut ada kontradiksi sehingga pelbagai tafsir pun mengemuka.

Baca Juga: Kirun Meyakini Kesenian Tradisi Masih Bermekaran

“Untuk itu sebaiknya ada penjabbaran atau penjelasan terlebih dahulu kepada masyarakat supaya tak sampai berujung pada polemik akibat perbedaan pendapat itu,” terang lelaki yang kerap disapa Gus Sentot tersebut.

Dosen Relegion Universitas Ciputra, Surabaya, Aan Anshori prinsipnya menyambut baik penguatan ideologi Pancasila. Tak lain tujuannya ingin memperkuat dan menjaga keutuhan NKRI. Tetapi karena ini hal yang sangat sensitif, maka dalam penggarapannya pun tidak boleh sembarangan.

Aan Anshori mengatakan, “Ideologi Pancasila wajib dikuatkan mengingat sekarang ini banyaknya paham-paham yang merabak di masyarakat utamanya menyasar generasi muda. Akhirnya HIP bisa dijadikan salah satu jalan dalam menguatkan nilai-nilai Pancasilais tanpa harus merubah gagasan pokoknya.

Sebenarnya, tambah Aan Anshori ini hanya saja pada soal konten yang dijadikan sebuah polemik. Berdasarkan kajian yang saya amati pada tahun 2017 dari salah satu lembaga keagamaan mensurvei milenial dengan metode sampling. Diberikan dua pertanyaan, pertama yakni para milenial apakah kamu setuju jika ideologi Pancasila diganti dengan ideologi yang lain? Jawabannya hampir lebih kurang 92% mengatakan tidak setuju. Pertanyaan kedua dan masih dengan orang yang sama, apakah kalian mau menerima pemimpin yang berbeda agama dengan kalian? Jawaban mereka tidak setuju dengan prosentase sebanyak kurang lebih 60%.”

Terjadilah paradog disini. Disatu sisi hampir semua menyatakan dirinya Pancasilais. Tetapi banyak diantara mereka yang jawabannya secara tidak sadar tak merujuk pada Pancasila itu sendiri.

“Sehingga saya mengatakan bahwa itu Pancasilais lamis. Ibarat istilah orang Jawa, nggeh tapi ora kepanggih. Sehingga harus dicari sebuah solusi dalam pematangan Ideologi Pancasila secara menyeluruh,” tutup Aan Anshori.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y.
Lebih baru Lebih lama