WONOSALAM – Sejarah mencatat Indonesia telah dijajah Belanda selama hampir 350 tahun. Bahkan setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, Belanda masih mencoba dengan segala daya dan upaya untuk kembali menguasai tanah air. Salah satunya melalui Agresi Militer yang menewaskan banyak korban.

Untuk mengingat betapa kejamnya perlakuan Belanda sekaligus untuk mengenang para korban yang gugur dalam kejadian yang berhubungan dengan upaya mempertahankan kemerdekaan tersebut, masyarakat membangun sebuah tugu atau monumen sebagai penanda.

Di Dusun Tukum, Desa Wonosalam, Kecamatan Wonosalam terdapat monumen berbentuk mortir yang diberi nama Monumen Torpedo. Masyarakat sekitar lebih familiar dengan sebutan Taman Bahagia karena lokasi monumen tersebut berada di sebidang tanah yang diberi nama Taman Bahagia.

Baca Juga: Desa Bareng, Kecamatan Bareng Jembar lan Mireng

Tidak sulit namun juga memerlukan kejelian untuk bisa menemukan monumen yang kira-kira mulai dibangun pada akhir tahun 1960-an. Lokasi yang berada agak kedalam juga tertutup rerimbunan pohon membuat monumen tersebut agak sulit terlihat dari depan. Papan penanda yang diletakkan di tepi jalan juga tidak begitu membantu. Jalan akurat adalah dengan bertanya pada masyarakat sekitar.

Kepala Dusun Tukum, Wonosalam, Sugeng saat ditemui di kediamannya mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti alasan berdirinya Monumen Torpedo. Tetapi yang pasti menjadi suatu peringatan peristiwa besar yang pernah terjadi di wilayah kaki Gunung Anjasmoro.

Sugeng kemudian mengurai cerita, “Saat Agresi Militer II Belanda, dapur umum tentara Indonesia yang berada di Mojokerto saat itu diserang. Banyak korban berjatuhan baik dalam kondisi meninggal atau luka-luka. Berhubung layanan medis di wilayah terdekat lokasi penyerangan telah penuh, beberapa korban kemudian dibawa ke rumah sakit yang ada di Wonosalam. Mungkin karena parahnya kondisi atau pelayanan medis yang juga kurang memadai, para pejuang itu akhirnya meninggal. Mereka dimakamkan di tempat yang sekarang menjadi lokasi monumen. Sementara rumah sakit tempat mereka dirawat sudah tidak ada bangunan fisiknya, yang tertinggal hanya lantai dan pondasi. Lokasinya berada di area Wana Wisata Selo Ageng.”

Selanjutnya sekitar tahun 1955 atau tujuh tahun setelah penyerangan, pemerintah melalui Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI/sekarang TNI) menginstruksikan untuk memindahkan jasad para pejuang yang dimakamkan di Dusun Tukum, ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Jombang. Sebanyak 36 jasad dipindahkan dari Wonosalam ke Jombang. Sayang, jasad-jasad para pahlawan itu tidak diketahui identitasnya.

“Untuk mengingat kejadian yang pernah ada sekaligus untuk mengenang jasa para pahlawan tanpa nama tersebut, tanah bekas makam mereka oleh masyarakat dialihfungsikan menjadi monumen. Setiap Agustus, sejak lima tahun belakangan warga juga mengadakan tirakatan dengan membawa tumpeng dan berdoa bersama yang ditujukan pada para pahlawan yang telah gugur tersebut,” jelas Sugeng.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini
Lebih baru Lebih lama