Ramadhan Kurnia Habibie, M.Pd*

Sampai saat ini belum ada yang dapat menjamin kapan pandemi covid-19 berakhir. Bahkan badan kesehatan dunia (WHO) yang juga diaminkan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia sudah memberikan pernyataan untuk menghadapi era new normal dengan membuat protokol pencegahan Covid-19 di berbagai sektor termasuk pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI juga sudah merilis rencana awal tahun ajaran 2020/2021 di bulan Juli dengan berbagai macam skema dan skenario sesuai dengan pertimbangan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di masing-masing daerah. Berarti semua stakeholder dalam dunia pendidikan harus bersiap menghadapi pola new normal sesuai dengan tugas masing-masing.

Terlepas dari semua ketidakjelasan tersebut, guru sebagai salah satu garda terdepan dunia pendidikan mempunyai tugas untuk beradaptasi dalam segala macam kondisi demi berlangsungnya proses pendidikan. Guru mempunyai peran penting dalam membantu peserta didik menghadapi ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 ini. Peserta didik diharapkan dapat terus belajar dengan berbagai macam alternatif pengalaman belajar yang lebih bermakna tanpa terbebani tuntutan ketuntasan seluruh capaian kurikulum.

Baca Juga: Aktivitas Belajar di Rumah Peserta Didik dan Guru Wajib Belajar

Berbagai macam variasi aktivitas dan tugas pembelajaran dapat diberikan. Guru harus mampu berinovasi dengan kondisi yang dihadapinya tanpa bergantung pada kekakuan kurikulum yang sedang berjalan. Proses pembelajaran lebih diarahkan pada pendidikan kecakapan hidup dengan menyesuaikan minat serta kondisi masing-masing peserta didik.

Sebelum pandemi ini ada, Kemendikbud sudah mulai menggaungkan semangat merdeka belajar. Kebijakan ini berfokus pada perubahan empat pokok komponen pendidikan yang meliputi penilaian USBN komprehensif, penghapusan UN, penyederhanaan RPP, dan fleksibilitas sistem zonasi. Kondisi new normal akibat pandemi ini bak sebuah pemicu terhadap perubahan paradigma proses pendidikan secara menyeluruh.

Semua stakeholder dalam dunia pendidikan dituntut untuk reaktif, dan mampu mengasilkan keputusan-keputusan yang tepat demi menjamin berlangsungnya proses pendidikan. Proses pendidikan harus terus berlanjut. Segala macam wacana skema dan skenario new normal atas pertimbangan gugus tugas penangan Covid-19 cepat atau lambat akan segera terealisasi.

Kini guru harus mulai bersiap dalam segala macam kondisi yang dihadapinya. Entah pembelajaran akan berlangsung dalam jaringan ataupun berlangsung tatap muka secara bergantian. Dalam kondisi apapun guru selayaknya memberikan yang terbaik bagi peserta didiknya. Menggunakan semangat merdeka belajar guru diharapkan mampu beradaptasi dan mengubah paradigmanya terhadap proses pembelajaran.

Salah satu pokok kebijakan merdeka belajar adalah penyederhanaan RPP. Momen new normal ini sangat tepat digunakan para guru untuk berkreasi dan berinovasi dalam mendesain pembelajaran dengan tetap mempertimbangkan segala sesuatu hal agar tidak membebani peserta didik melebihi kemampuannya.

Era new normal ini merupakan momen yang tepat bagi guru untuk mulai merubah paradigma assessmen belajar dengan bermodalkan semangat merdeka belajar. Kita sama-sama ketahui setengah proses pembelajaran di semester kemarin berlangsung secara daring. Karena ketidaksiapan menghadapi keadaan tersebut, akhirnya format assessmen belajar yang ada hanya digunakan sebagai bentuk formalitas kegiatan administrasi sekolah.

Akibatnya skor-skor yang tampak dari hasil assessmen tersebut tidak dapat memberikan gambaran kemampuan/kompetensi peserta didik yang sesungguhnya. Hal tersebut merupakan salah satu akibat paradigma assessmen belajar yang berkembang hanya sebatas penilaian hasil belajar (assessment of learning). Tentunya paradigma tersebut tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sudah membaca ketidakefektifan paradigma tersebut dengan memfokuskan dua pokok komponen dalam kebijakan merdeka belajar tersebut pada aspek assessmen belajar. Penilaian USBN komprehensif dan penghapusan UN merupakan modal awal dalam merubah paradigma assessmen belajar secara keseluruhan.

Baiknya tidak mengesampingkan fakta bahwa meskipun prosentase kelulusan UN sangat tinggi di Indonesia, peningkatan kualitas pendidikan tidak mengalami perubahan secara signifikan. Hal tersebut dikarenakan banyak celah dari sistem assessmen yang berbasis high-stakes assessment tersebut. Dalih penggunaan standar pendidikan dan pemetaan kualitas pendidikan sedikit membentur pada ketidakmerataan sumber daya manusia dan sarana prasarana dalam dunia pendidikan.

Mulai saat ini assessmen belajar harus lebih komprehensif dengan menyelaraskan paradigma assessment of learning dan assessment for learning. Proses pembelajaran harus digunakan secara lebih efektif. Tidak ada lagi penggunaan jam belajar efektif untuk kegiatan intensif tes tertentu. Peserta didik belajar untuk meningkatkan kompetensi dan potensi yang dimilikinya bukan sekedar untuk dapat menjawab soal tertentu.

Assessmen belajar bukan alat untuk menjustifikasi kemampuan peserta didik. Lebih dari itu assessmen belajar harus mampu memberikan umpan balik untuk penyempurnaan pembelajaran berikutnya dan juga sebagai modal awal informasi peningkatan kompetensi peserta didik secara berkelanjutan.

Tugas dan amanah yang berat berada di pundak guru sebagai garda terdepan dunia pendidikan. Guru harus lebih akrab lagi dengan karakteristik semua peserta didiknya. Guru sebisa mungkin dapat meraba zona perkembangan proksimal dari peserta didik. Sehingga desain pembelajaran dan assessmen belajar yang dirancang dapat dengan tepat mengembangkan peserta didik menuju zona perkembangan potensialnya secara optimal. Sehingga keniscayaan target generasi emas di tahun 2045 yang diharapkan dapat tercapai.

*) Dosen PGSD FKIP Universitas Lampung dan Mahapeserta didik S3 Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Indonesia
Lebih baru Lebih lama