Iftato’ Uddin Ahmad Haris, M.Pd*



Hakikat sastra adalah sesuatu yang berada pada sesuatu yang paling dasar dari sebuah konstruksi pemeliharaan. Pendapat lain hakikat adalah sebuah akar pencarian, sebuah akar tidak bisa dilakukannya pada permukaan, tetapi harus masuk ke dalam relung-relung kedalaman (Emzir : 4).

Adanya sejarah sastra para pengarang dapat melihat jelas dan menghayati karya-karya pengarang sebelumnya baik sifat-sifatnya maupun coraknya sehingga akan tercipta karya sastra baru dengan melanjutkan konvesi karya sastra sebelumnya menurut A. Teeuw, “Karya sastra merupakan ketegangan antara konvensi dan pembaharuannya.”

Sejarah sastra membicarakan pertumbuhan dan perkembangan, hasil karya serta corak-coraknya hal ini sangat penting untuk menentukan dasar-dasar penggolongan karya sastra dan penciptanya, baik menurut bentuk maupun zamannya. Pertumbuhan dan perkembangan karya kesusastraan Indonesia dapat diuraikan berdasarkan pembagian kesusastraan menurut zaman atau masanya.

Baca Juga: Outbound Menjadikan Pembelajaran Lebih Menarik

A. Kesusastraan Lama

Masa kesusastraan yang berkembang sampai ± tahun 1800, diperinci sebagai berikut :

1. Kesusastraan Zaman Purba (0 tahun)

Kesusastraan yang mencerminkan zaman sebelum adanya pengaruh India, berupa doa mantra, silsilah, adat istiadat, dongeng, kepercayaan, dan nilai-nilai.

2. Kesusastraan Zaman Hindu (1400-1600)

Kesusastraan Indonesia yang mencerminkan adanya pengaruh Hindu, banyaklah cerita-cerita Hindu yang masuk menjadi kasusastraan Indonesia .

3. Kesusastraan Zaman Islam (1600-1820)

B. Kesusastraan Zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi atau kesusastraan zaman peralihan (1820-1854)

1. Perubahan corak kesusastraan itu diperoleh oleh Abdullah bin AbdulKadir Munsyi.

2. Kesusastraan yang berkembang pada masa itu semata-mata hasil ciptaan Abdullah bin Abdulkadir Munsyi sendiri, karena tidak mempunyai pengikut. Pembaharuan sastra Abdullah meliputi,

a. Isinya yang dikemukakan oleh realistis bukan fantastis yang tidak menceritakan sekitar istana saja.

b. Sudah berani menyatakan diri (karangan otobiografi) sebelumnya tidak ada malah anonim.

c. Peristiwa yang dikemukakan lebih luas.

C. Kesusastraan Baru

Kesusastraan Indonesia yang berkembang sejak berdirinya Balai Pustaka 1908 sampai sekarang diperinci.

D. Angkatan 20 atau angkatan Balai Pustaka disebut juga angkatan Siti Nurbaya (1918-1930)

Balai Pustaka adalah nama badan sebagai penjelmaan dari Commisie Voor De Volks Lectuur atau komisi bacaan rakyat, yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908 (Surat Ketetapan Gubernur Tanggal 14 September 1908 Nomor 12). Komisi ini diketahui oleh Dr. G.A.J. Hazen.

E. Angkatan 30 atau Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)

Adanya sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928, berpengaruh juga pada kesusastraan dan perkembangan politik Indonesia. Sastra Indonesia lebih terasa kenasionalannya. Hasil sastra sekitar tahun 1930 merupakan peralihan ke Pujangga Baru (PB), maka disebut Pra-Pujangga Baru.

Muhammad Yamin (salah seorang tokoh penggerak angkatan Balai Pustaka) berjasa melahirkan bahasa kesatuan dalam Sumpah Pemuda. Selain itu dia sebagai pelapor pembaharuan puisi Indonesia.

Dalam majalah Jong Sumatra yang berbahasa Belanda itu Muhammad Yamin yang mula-mula melahirkan buah pikirannya dengan Bahasa Melayu. Dalam usia 17 tahun Muhammad Yamin meperkenalkan puisi dalam bentuk Soneta dari Italia. Jumlah larik sebuah Soneta 14 buah, didalamnya masih terasa ada sampiran dan isi seperti bentuk pantun.

Itulah sebabnya banyak penyair pada masa itu yang menggemari Soneta. Ditinjau dari usahanya itulah Muhammad Yamin disebut sebagai sastrawan “Pra-Pujangga Baru disamping Rustam Efendi. Munculnya angkatan PB sebenarnya merupakan suatu realisasi dari menggeloranya semangat persatuan yang hidup di kalangan bangsa Indonesia.

Angkatan PB ialah segolongan pengarang dan penyair yang tersebar di seluruh Nusantara sejak tahun 1933 menerbitkan majalah Pujangga Baru. Sastrawan yang tergolong dalam PB semangatnya tak sesuai lagi dengan semangat lama. Pelopor PB di antaranya Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armyn Pane, dan Amir Hamzah.

F. Angkatan 45 (1945-1950)

1. Konsepsi Angkatan 45

Tentang pendirian (konsepsi) Angkatan 45 dapat kita ketahui dari Surat Kepercayaan Gelanggang yang dibuat pada 18 Februari 1950 dan disiarkan dalam Majalah Siasat, 22 Oktober 1950. Isinya dapat disimpulkan:

Titik berat perhatian angkatan 45 ialah kebudayaan dunia yang bersifat universil. Menurut pandangan mereka seniman-seniman itu adalah manusia universil yang muncul dengan corak Indonesia.

Sungguh-sungguh berlainan PB dengan angkatan 45 itu. Tentang hal ini timbul beberapa pendapat, misalnya:

a. Golongan PB sendiri menganggap, bahwa meskipun ada perbedaan, tetapi tidak begitu dalam maka sudah sewajarnya.

b. Prof. Dr. Teeuw mengatakan bahwa antara PB dengan angkatan 45 itu pasti terdapat perbedaan azasi. Tetapi disamping itu terdapat juga garis penghubungnya. Bila kita membaca atau betul-betul mengenal sejak Amir Hamzah dan esai Sutan Takdir Alisyahbana, akan mengatakan bahwa angkatan 45 itu sebagai kelanjutan angkatan sebelumnya. Di samping itu Armyn Pane dengan belenggu-nya telah memperlihatkan tanda-tanda yang membuktikan sebagai perantara antara pujangga baru dengan angkatan 45.

c. Sitor Sitomorang dengan tegas membedakan, bahwa PB itu baru mencapai perjuangan di sekitar kepastian dan ilmu pengetahuan. Sedang angkatan 45 sudah mencapai perjuangan yang lebih tinggi lagi telah di sekitar keyakinan dan elan (semangat atau usaha yang penuh keberanian).

*) Dosen STIT UW Jombang.

Lebih baru Lebih lama