TEMBELANG - Asap bekas peperangan yang membakar perumahan, perlahan sirna di tiup angin. Daerah-daerah yang menjadi ajang peperangan pun mulai dibenahi. Orang-orang mulai membongkar rumah yang terbakar dan membangunnya kembali. Begitu pula yang terjadi di Kota Majapahit. Rumah sudah kokoh berdiri terbuat dari kayu dan bambu untuk pagarnya. Jalan-jalan pun mulai dibersihkan dan dirapikan.

Majapahit kiranya akan menjadi kota yang sangat besar. Dalam tempo yang sangat singkat sebuah yang sangat besar pada masa itu. Banyak orang dari pelbagai daerah yang bermukim disana. Ada yang berasal dari Singosari, Kediri, dan tidak kurang pula ada yang dari Madura.

Hari itu ketika matahari sudah beranjak berada di tengah ubun-ubun, dua orang berkuda tengah berkeliling di sekitar kota. Dua orang perwira itu tiada lain adalah Ranggalawe dan Lembu Sora. Mereka berkuda perlahan-lahan menyusuri seluruh Kota Majapahit setiap ujung dan daerah pinggiran pula di datangi.

Kedua perwira itu melanjutkan perjalanannya dengan berkuda. Meski tidak terlampau cepat, suara kaki kudanya berbunyi nyaring di jalan yang dilewatinya dengan hentakan-hentakannya. Akhirnya mereka sampailah di gerbang istana. Dua orang penjaga mengangguk hormat. Kedua perwira itu membalas hormat dan kemudian masuk ke dalam istana. Kini kudanya dituntun dan diserahkan kepada pekatik yang mengurusi kuda.

Mojo adalah istilah untuk para pasukan Mojopahit. Sedangkan Krapak adalah bahasa Jawa Kuno yang aslinya Rampak atau dalam bahasa Indonesia adalah barisan pasukan Majapahit. Hingga sekarang Desa Mojokrapak di kenal agraris dengan wilayah pertanian yang luas.

Di balairung istana, suasana semakin ramai. Namun belum tampak calon raja yang akan dinobatkan Itu hanya para petugas yang mengatur letak singgahsana kerajaan. Sementara rakyat Majapahit mulai memenuhi sekeliling istana, mereka ingin menyaksikan penobatan raja mereka yang baru. Ketika suasana sudah semakin riuh, tiba-tiba terdengar gamelan yang bernada riang. Tidak lama kemudian munculah Raden Wijaya yang diapit oleh istrinya. Selanjutnya diikuti oleh dua orang pendeta Budha dan Hindu. Mereka kemudian mempersilahkan Pangeran Wijaya untuk bersumpah dan bersiap diangkat menjadi raja.

Semua mata memandang ke arah istana, tampak Raden Wijaya tengah berdiri berhadap-hadapan dengan kedua pendeta itu. Ternyata dia sedang mengikuti kata-kata sumpah yang harus ditaatinya itu sebagai seorang raja. Diucapkan dengan jelas dan lantang, sehingga setiap orang yang hadir di situ mendengar sumpahnya. Setelah selesai pengambilan sumpah, barulah kemudian Raden Wijaya dinyatakan sebagai Raja Majapahit yang pertama dan Raden Wijaya dipersilahkan duduk di Singgasana Kerajaan Majapahit yang di damping oleh istrinya.

Teriakan bersahut-sahut tanpa dapat dicegah lagi. Adapun gelar yang disandang Raden Wijaya sesudah menjadi raja ialah Sri Kertarajasa Jayawardhana. Kemudian pendeta mengangkat tangannya untuk menghentikan sorak-sorainya.

Baca Juga: Upacara Virtual Peringati Kemerdekaan Bangsa Indonesia


Ranggalawe, diangkat menjadi Adipati Tuban. Tuban merupakan daerah pelabuhan yang cukup kaya, bahakan mempunyai hubungan dengan berbagai pelabuhan besar di mancanegara. Sedangkan Lembu Sora sebagai demang atau senapati, sebuah jabatan yang cukup terhormat.

Sekian lama Raden Wijaya Kerajaan majapahit juga mengalami kemajuan yang sangat pesat, rakyat hidup dengan makmur tanpa mengalami kekurangan bahkan kelaparan. Namun ditengah kemakmuran dan kemajuan Kerajaan Majapahit, senapati Lembu Sora mengabarkan kepada Raden Wijaya bahwa ada pemberontakan, tak lain dalangnya adalah Ranggalawe.

Lembu Sora menuturkan berdasarkan informasi teliksandi, pemberontakan terjadi karena hubungan dengan mancanegara sangat terbuka di Tuban. Maka dari itu Ranggalawe berani melakukan pemberontakan.

Seketika itu pula Lembu Sora berangkat dengan membawa sangat banyak sekali pasukan Majapahit yang sudah terlatih seperti perintah Raden Wijaya untuk menumpas pemberontakan Ranggalawe. Tanpa rasa takut Lembu Sora memimpin paling depan dengan menunggangi kudanya perlahan. Saat tiba di suatu daerah yang sangat subur sebelum sampai di Tuban, Lembu Sora memerintahkan pasukannya berhenti.



Tujuannya tak lain untuk sejenak beristirahat, mempersiapkan perbekalan, dan kekuatan pasukannya hingga sepekan. Lembu Sora menyadari bahwa pasukan Ranggalawe tidak bisa dianggap sembarangan. Selain itu hubungannya dengan banyak kerajaan lain, semakin menambah kekuatannya.

Setelah segala persiapan selesai, para pasukan yang dipimpin Lembu Sora meninggalkan daerah tersebut. Sejak saat itulah nama daerah tersebut dinamakan Mojokrapak. Sebab Mojo adalah istilah untuk para pasukan Mojopahit. Sedangkan Krapak adalah bahasa Jawa Kuno yang aslinya Rampak atau dalam bahasa Indonesia adalah barisan pasukan Majapahit. Hingga sekarang Desa Mojokrapak di kenal agraris dengan wilayah pertanian yang luas.

Batu Gilang hingga sekarang pun masih di yakini sebagai penanda perkemahan pasukan Majapahit saat ini. Menurut keterangan yang disadur dari cerita tutur narasumber, Muhammad Nasir yang pernah menjadi perangkat desa pun menguatkan bila ada sisa bangunan masa lampau. Karakter batu batanya lebih besar dan kuat sehingga konon dijadikan sebagai salah satu bahan pembangunan Pendopo Pemkab Jombang.

Reporter/Foto: Rahmat Sularso Nh./Istimewa

Lebih baru Lebih lama