GUDO – Bertenak ayam, kambing, bebek, ikan, atau sapi, sudah biasa. Tapi bagaimana kalau yang diternak adalah tikus? Mungkin sebagian menganggap aneh, apalagi hewan pengerat ini terkesan merugikan. Namun tidak bagi pasangan Joko Suwantono dan Wahyuni Widarti yang memilih bertenak Tikus Mencit atau Mus Musculus

Warga Dusun Klepek Lor, Desa Sukoiber, Kecamatan Gudo ini memulai beternak tikus mencit pada 2014. Sempat berhenti sebentar karena Wahyuni Widarti melahirkan anak pertamanya. Usaha tersebut kemudian dilanjutkan kembali pada 2015.

“Awalnya dari iseng-iseng saja. Tapi kemudian karena perawatannya mudah sehingga terus dikembangkan,” jelas Wahyuni Widarti.

Di awal usahanya, perempuan yang akrab disapa Wiwid ini membeli seratus ekor atau setara dengan duapuluh kotak yang berisi satu ekor tikus jantan dan empat ekor tikus betina. Dari yang awal hanya seratus ekor, sekarang berkembang biak hingga memiliki lebih dari duaribu ekor.

Mayoritas pelanggannya memang berasal dari orang-orang yang memiliki kegemaran memelihara hewan-hewan reptil atau pemakan hewan seperti ular, biawak, burung hantu, hingga elang. Selain dibeli untuk dijadikan pakan, tikus mencit ini juga dibeli untuk kepentingan praktikum anak-anak sekolah, mahasiswa, dan umum.

Wahyuni Widarti mengungkapkan, usaha peternakan tikus mencit tidak membutuhkan perawatan yang rumit. Tikus mencit indukan biasanya satu pejantan dan empat betina dimasukkan dalam satu kotak yang sudah diberi sekam sebagai alas sebagai penampung kotoran. Setelahnya dibiarkan saja dengan alami untuk melalui proses perkembangbiakan. Sekali beranak, satu betina tikus mencit bisa menghasilkan hingga sepuluh ekor tikus anakan.

Untuk menjaga kebersihan, setiap tiga hari sekali atau satu minggu sekali sekam yang sudah penuh dengan kotoran diganti dengan yang bersih. Wahyuni Widarti yang juga memiliki usaha penjualan bibit bunga dan buah lantas memanfaatkan sekam bekas tikus untuk dijadikan sebagai pupuk.

“Makanannya juga mudah. Bisa hanya diberi nasi aking atau pellet pakan ayam. Sementara untuk sumber minumannya bisa diberi kangkung. Pemberiannya juga cukup satu kali di sore hari,” jelas Wahyuni Widarti.

Baca Juga: Supervisi Kepala SD Tingkatkan Kualitas Guru

Ibu satu putri ini kemudian merinci saat musim ramai permintaan tikus. Dalam sehari dia bisa menjual ratusan hingga ribuan tikus. Bahkan jika permintaan sedang tinggi-tingginya, tikus-tikus yang disisakan hanya yang indukan. Sebab anakan dari berbagai usia dan ukuran langsung ludes terjual.

“Biasanya nanti di bulan November atau saat memasuki musim ular menetas. Permintaan pembelian tikus sangat banyak. Bahkan anakan yang baru lahir pun bisa laku terjual,” ungkap Wahyuni Widarti.

Perempuan 28 tahun itu menyebut mayoritas pelanggannya memang berasal dari orang-orang yang memiliki kegemaran memelihara hewan-hewan reptil atau pemakan hewan seperti ular, biawak, burung hantu, hingga elang. Selain dibeli untuk dijadikan pakan, tikus mencit ini juga dibeli untuk kepentingan praktikum anak-anak sekolah, mahasiswa, dan umum.

Harga jual untuk satu ekor tikus mencit bervariasi, mulai dari Rp 1000 hingga Rp 4000 tergantung ukuran dan berat. Harga menjadi sedikit berbeda jika pembeli menginginkan dalam bentuk paket.

Satu paket pembelian, pembeli mendapat tikus indukan terdiri atas satu pejantan dan empat betina. Harga satu paket berkisar antara Rp 60-70 ribu tergantung musim. Penjualan dilakukan baik secara daring maupun luring. Penjualan secara daring memanfaatkan komunitas, sementara luring pembeli bisa langsung datang ke rumah Wahyuni Widarti.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini

Lebih baru Lebih lama