JOMBANG – Evaluasi dan penyempurnaan sistem pendidikan terus diupayakan dilakukan oleh pemerintah untuk mendapat formulasi yang tepat dan sesuai seiring perkembangan zaman. Setelah cukup sekian lama menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai standar pencapaian peserta didik dalam menyelesaikan tahapan belajarnya, mulai tahun 2020 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) memutuskan untuk menghapuskan UN. Selanjutnya Kemendikbud RI memberlakukan sistem baru dalam evaluasi sistem pendidikan menggunakan Asesmen Nasional.

Dalam buku saku yang dikeluarkan Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar), Badan Penilitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbangbuk), Kemendikbud RI mendefinisikan Asesmen Nasional (AN) adalah program penilaian dan pemetaan mutu pada setiap satuan pendidikan yang dinilai berdasarkan hasil belajar peserta didik yang mendasar serta kualitas proses pembelajaran. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan tersebut, terdapat tiga instrumen utama dalam AN yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, serta Survei Lingkungan Belajar.

Jika diperinci, AKM terdiri atas tiga kata. Asesmen dapat dipahami sebagai evaluasi terhadap sebuah pencapaian dalam proses yang dilakukan. Proses yang dimaksudkan adalah kegiatan pembelajaran dalam mencapai standar atau kompetensi yang ditetapkan pada kurikulum. Sementara minimum merupakan standar terendah dalam kurikulum dan materi di dalamnya yang diharapkan bisa dikuasai oleh peserta didik dalam proses yang dijalani. Sementara berdasar definisi yang diberikan oleh Kemendikbud RI, AKM merupakan proses yang diharapkan bisa memberikan informasi dan gambaran untuk selanjutkan dijadikan acuan dalam pemetaan satuan pendidikan berdasarkan hasil evaluasi kompetensi minimum yang sudah ditetapkan.

Praktiknya nanti AKM dirupakan dalam sebuah bentuk soal yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hal ini dapat diartikan bahwa AKM lebih menguji pada kemampuan kognitif atau proses belajar peserta didik. Selain itu AKM lebih mengujikan dua kompetensi minimum atau kompetensi dasar yang diperlukan peserta didik untuk mempelajari apapun materi dan mata pelajaran yang diajarkan yaitu literasi dan numerasi.

Kemampuan literasi dipahamkan sebagai kemampuan peserta didik dalam menganalisis suatu bacaan serta kemampuan untuk mengerti atau memahami konsep dibalik makna tulisan (informasi) yang diberikan. Sedangkan numerasi adalah kemampuan menganalisis menggunakan angka.

Praktiknya nanti AKM dirupakan dalam sebuah bentuk soal yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hal ini dapat diartikan bahwa AKM lebih menguji pada kemampuan kognitif atau proses belajar peserta didik.

Ketua Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (FMGMP) Matematika SMP Kabupaten Jombang, Khoirul Anam, S.Pd menjelaskan, “Meski secara harfiah, kompetensi literasi dan numerasi seolah merujuk pada kemampuan membaca dan menghitung namun bukan berarti literasi dan numerasi dalam AKM hanya akan berkaitan dengan dua mata pelajaran tertentu yakni Matematika dan Bahasa Indonesia saja, melainkan seluruh mata pelajaran akan terintegrasi menjadi topik atau bahan dalam soal yang disajikan dalam AKM.”

Untuk itu, saat mengerjakan AKM peserta didik bisa saja menemui topik atau materi dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) seperti proses pertumbuhan, materi dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengenai proses perdagangan, bahkan mengenai proses pembuatan sebuah karya seni yang menjadi materi dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBdK) menjadi pembahasan dalam soal AKM. Topik atau materi yang tertuang dalam soal tersebutlah yang harus diselesaikan dan diuraikan menggunakan kompetensi literasi (membaca) dan numerasi (pemahaman angka).

Khoirul Anam juga mengatakan jika pada dasarnya, dalam kurikulum dan proses pembelajaran yang telah dituangkan dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) di tiap mata pelajaran sudah mendorong peserta didik untuk berliterasi dan bernumerasi. Sehingga ketika peserta didik dalam proses serta evaluasi pembelajaran yang dituangkan melalui Ulangan Harian (UH), ulangan blok, Penilaian Tengah Semester (PTS), atau penilaian akhir telah menunjukkan hasil minimal sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) maka peserta didik dinilai sudah menguasai materi-materi yang diajarkan dalam kurikulum dan siap untuk mengerjakan soal AKM. Ketika peserta didik belum mencapai KKM tentu guru akan melakukan remidi hingga peserta didik mencapainya. Bagi peserta didik yang telah berhasil memenuhi, guru bisa memberikan materi pengayaan atau penguatan hingga penambahan agar peserta didik lebih dalam dan menyeluruh memahami materi yang diajarkan. Tinggal peserta didik memilah, memilih, dan menganalisis soal yang tersaji menggunakan teori, rumus, atau konsep dari materi dan dari pelajaran yang mana.

“Diperlukan merancang kegiatan pembelajaran yang lebih integratif antar mata pelajaran. FMGMP juga bisa mulai saling bersinergi untuk menyusun Rancangan Rencana Pembelajaran (RPP) yang materinya saling terhubung satu sama lain,” ungkap Khoirul Anam.

Sedangkan Koordinator Informasi Komunitas Guru Belajar (KGB) Jombang, Alfi Lailatin, S.Pd mengemukakan, penting untuk memahami bahwa AKM tidak sama dengan UN. Sehingga peserta didik bisa dilatih dengan kumpulan soal-soal berbasis AKM.

“Perlu dipahami juga bahwa asesmen ini bukan untuk peserta didik, tapi untuk melihat sejauh kinerja sekolah. Asesmen ini pun bukan untuk mengejar nilai karena AKM merupakan hasil dari proses pembelajaran. Maka saat pelaksanaan AKM, seharusnya peserta didik mengerjakan soalnya sesuai dengan kemampuannya masing-masing sebagaimana stimulus saat pembelajaran diberikan. Terkait hasil, jika yang didapat belum maksimal akan ada bantuan dan umpan balik mengenai langkah peningkatannya. Sehingga sekolah pun tahu dimana tingkat kelemahannya serta langkah untuk memperbaikinya.”

Bentuk dan Penilaian AKM

Terdapat tiga buah komponen yang dijadikan sebagai gambaran atau pedoman soal AKM dibentuk yakni meliputi konten, tingkat kognitif, dan konteks. Konten merupakan materi atau informasi yang dijadikan sebagai bahan. Pada literasi konteks menunjukkan jenis teks yang digunakan, dalam hal ini dibedakan dalam dua kelompok yaitu teks informasi dan teks fiksi. Pada numerasi konten dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu bilangan, pengukuran dan geometri, data dan statistik, serta aljabar. Di dalam konten ini topik atau bahan permasalahan dapat diambil atau diintegrasikan dengan materi dari berbagai mata pelajaran yang telah dipelajari oleh peserta didik.

Tingkat kognitif menunjukkan proses berpikir yang dituntut atau diperlukan untuk dapat menyelesaikan masalah atau soal. Proses kognitif pada literasi dan numerasi dibedakan menjadi tiga level. Pada literasi, level tersebut adalah menemukan informasi, interpretasi dan integrasi serta evaluasi dan refleksi. Pada numerasi, ketiga level tersebut adalah pemahaman, penerapan, dan penalaran.

Konteks menunjukkan aspek kehidupan atau situasi untuk konten yang digunakan. Konteks pada AKM dibedakan menjadi tiga, yaitu personal, sosial budaya, dan saintifik.

Baca Juga: TK Muslimat 57 Gadingmangu Perak Optimalkan Sumber Daya di Sekolah


Sehingga pada intinya materi literasi dan numerasi pada AKM membuag peserta didik mampu memaknai informasi dalam wujud literasi, informasi dalam bentuk teks. Sementara numerasi, informasi dalam bentuk angka dan kemudian maknanya, selanjutnya memproduksi makna tersebut. Sehingga fokus dalam pemahaman pada meaning atau makna.

Tak ayal nantinya soal yang disajikan dalam AKM akan relatif lebih panjang jika dibandingkan dengan soal UN sebelumnya. Soal di dalamnya juga terintegrasi dengan materi pelajaran lain serta dihubungkan dengan isu atau permasalahan sehari-hari.

“Soal AKM juga tidak selalu sulit dan rumit, sederhana namun mampu mendorong peserta didik untuk beranalisis dan berpikir kritis dalam penyelesaiannya. Koridor materi yang diujikan juga masih harus mengacu pada standar kurikulum yang berlaku. Namun tidak semua standar materi dalam kurikulum tersebut diujikan, hanya materi dasar yang bersifat minimum dari standar keseluruhan kurikulum yang diujikan. Oleh karena itu penting diajarkan secara berkesinambungan antar jenjang pendidikan, serta mampu dikaitkan pada hal lain,” jelas Khoirul Anam.

AKM dilaksanakan secara adaptif, sehingga setiap peserta didik akan mengerjakan soal sesuai dengan kemampuannya sendiri. Bentuk soal pun lebih bervariasi jika dibandingkan dengan UN. Soal AKM bisa berbentuk objektif yang dibagi lagi ke dalam pilihan ganda (hanya satu jawaban benar), pilihan ganda kompleks (jawaban benar lebih dari satu), menjodohkan, isian singkat (angka, nama atau benda yang sudah pasti), dan non objektif yang berupa essay atau uraian.

Hasil pengerjaan AKM dituangkan dalam deskripsi penggambaran tingkat kompetensi yang berbeda. Terdapat empat tingkat kompetensi baik untuk literasi dan numerasi. Tingkatan tersebut adalah Perlu Intervensi Khusus, Dasar, Cakap, dan Mahir.

Namun hingga (24/10) Pusmenjar, Balitbangbuk, Kemendikbud RI belum merilis secara detail metode dan nilai penskoran dalam penentuan atau mengkategorikan hasil pengerjaan AKM dalam deskripsi penggambaran tingkat kompetensi yang telah ditentukan. Namun dari webinar yang sempat diadakan oleh Pusmenjar, Balitbangbuk, Kemendikbud RI ditunjukkan adanya bagan progres pengerjaan soal AKM oleh peserta didik. Progres pengerjaan ini sesuai dengan konsep adaptif pada pelaksanaan AKM.

Peserta didik yang mampu menunjukkan hasil pengerjaan soal dan terus meningkat di setiap level, dapat dimasukkan dalam kategori mahir. Sebaliknya, peserta didik yang terus menunjukkan progres pengerjaan soal yang terus menurun dapat diklasifikasikan dalam tingkat kompetensi perlu intervensi khusus. Sementara yang berada di antaranya dapat diklasifikasikan antara dasar atau cakap tergantung progres dalam pengerjaannya.

Meski pelaporan AKM telah diklasifikasikan melalui deskripsi tingkat kompetensi, namun hasil yang akan diberikan kepada satuan pendidikan nanti bukan hasil dalam level tiap individu peserta didik, melainkan persentase setiap level kompetensi sekolah. Karena kembali pada tujuan AKM yang sudah dijelaskan di awal, maka laporan AKM akan memberikan potret level kompetensi peserta di setiap satuan pendidikan pada literasi membaca dan numerasi.

Sekretaris Kelompok Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Negeri Kabupaten Jombang, Yoni Tri Joko Kurnianto, S.Pd., M.Si pun menekankan, “AKM dilakukan guna mengetahui capaian peserta didik terhadap kompetensi yang diharapkan. Sehingga AKM mampu memberikan telaah terkait kualitas belajar mengajar dan mampu mengarahkan peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar. Pelaporan hasilnya dijadikan refleksi guru di semua mata pelajaran untuk mengembangkan diri dalam menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat capaian peserta didik.”

Yoni Tri Joko Kurnianto juga mengingatkan hasil AKM yang bersifat global bagi satuan pendidikan atau sekolah, perlu untuk ditindaklanjuti oleh guru dengan melakukan AKM kelas guna mengetahui tingkat kompetensi tiap-tiap individu peserta didik. Ketika mengetahui tingkat kompetensi peserta didik diharapkan baik sekolah ataupun guru mampu merefleksi dalam pembelajaran sehingga menerapkan teaching at the right level serta fokus membangun kompetensi serta karakter peserta didik. Laporan sekolah terkait iklim belajar dan satuan pendidikan pun diharapkan ditindaklanjuti manajemen sekolah untuk menyusun dan melaksanakan program-program sekolah yang mendorong terciptanya iklim belajar yang positif dan kondusif.

Sementara itu Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Agus Suryo Handoko, S.Pd.,M.MPd. menerangkan, “AKM membutuhkan sebuah penyesuaian baru utamanya yang mengedepankan hasil belajar peserta didik yang diukur pada asesmen nasional dengan literasi membaca dan literasi matematika atau numerasi. Proses ini terarah pada mengukur kompetensi mendasar atau minimum yang diperlukan setiap peserta didik agar mampu secara produktif hidup bemasyarakat."

Agus Suryo Handoko menjabarkan, AKM memiliki peranan yang saling bersinergi pada asesmen. Proses asesmen mengakumulasikan kompetensi mendasar pada hasil belajar peserta didik pada lintas mata pelajaran. Menelusuri secara lebih lanjut, AKM hadir untuk membentuk kultur belajar peserta didik sebagai yang utama. Disisi lain, tak lagi menerima materi dari proses mengajarkan materi, melainkan mengarahkan untuk tumbuhkan kompetensi secara konstruktif dan adaptif.
Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Sekolah Dasar, Bidang Pembinaan SD, Disdikbud Kabupaten Jombang, Drs. Kasmuji Raharja, M.Pd menambahkan bahwa kesiapan sarana prasarana serta kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menyongsong pelaksanaan AKM masih menjadi pertimbangan serta fokus utamanya. Sembari menunggu detail penyelenggaraan dari pemerintah, saat ini pihaknya masih gencar untuk melakukan sosialisasi.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini/Istimewa

Lebih baru Lebih lama