Rahmat Sularso Nh.*

Pendidikan seolah memang ditakdirkan terus berjalan. Bahkan tak sekedar berjalan seperti biasa. Namun mesti ada peningkatan demi menjawab tantangan zaman yang terus berubah. Oleh karena itu, kualitas pendidikan harus terus di tempa hingga menjadi matang.

Sedangkan dalam menimbang kualitas ini, ada beberapa bahkan banyak ukuran yang bisa digunakan. Baik secara global dunia seperti antar negara, pelaku (baca: civitas akademik) atau pemerataan sebagaimana kondisi geografis di suatu pendidikan tersebut diterapkan. Bahkan masih banyak lagi dengan menyesuaikan kebutuhan yang ada.

Baru-baru ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI menggadang mengganti Ujian Nasional (UN) dengan asesmen nasional untuk menilai kualitas pendidikan yang berlangsung di dalam negeri ini secara utuh. Jadi sudah bukan lagi kualitas pendidikan secara menyeluruh ditumpukan pada peserta didik melalui mata pelajaran tertentu yang diujikan. Melainkan secara menyeluruh pada proses Asesmen Nasional yang komposisinya meliputi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Lingkungan Belajar.

Peserta didik yang menjalankan AKM pun harusnya mempunyai sebuah pemahaman menggembirakan tentang pembelajaran yang bakal dihadapinya. Tak sampai menimbulkan teror jauh sebelum dilaksanakan sehingga menjadi ketakutan tersendiri dan berdampak pada kurang maksimal dalam peningkatan kognitifnya.

Pada AKM ini cenderung mengajak melakukan peningkatan cara berpikir kognitif peserta didik. Melalui bentuk soal-soal yang tak seperti sebelumnya sekedar mengerjakan dan menemukan jawabannya saja. Melainkan secara literasi dan numerasi, artinya di dalam dua unsur itu peserta didik diminta untuk lebih jeli, peka, mendalami, mengintegrasi, hingga pada menjangkau nalar lain selain jawabannya saja.

Untuk itu peserta didik harus membiasakan diri dan beradaptasi atas perubahan pola berpikir dengan menyusun sebuah kerangka yang menjurus pada aspek utama AKM yakni literasi dan numerasi. Dengan kata lain, upaya ini harus dibarengi juga dengan perubahan proses pembelajaran yang memang sesuai dengan alur penalaran tersebut.

Guru sebagai aspek kunci dalam sebuah pembelajaran pun mesti melakukan perubahan. Materi boleh sama seperti yang sudah pernah diajarkan sebelumnya. Namun dalam penyampaiannya wajib berbeda karena tujuan yang akan di capai tidaklah sama seperti dahulu. Dikatakan Spearman dalam Semiawan 2008 bahwa pemikiran mencakup faktor daya penalaran abstrak yang konsisten, spesifik yang berbeda pada kinerjanya, dan latihan serta pendidikan untuk menempa dari genetis.

Baca Juga: Mahasiswa UNP Kediri Berdaya dalam Pelestarian Seni


Sehingga dapat ditarik sebuah benang merah bahwa dalam upaya peningkatan daya pikir seseorang dibutuhkan konsistensi, spesifikasi yang berbeda dalam menjalankan kinerjanya, dan latihan. Bila ini dilakukan berulang kali, besar kemungkinan dalam peningkatan penalaran seperti yang dimaksudkan dalam AKM bisa terwujud.

Namun guru sebelumnya seharusnya sudah mulai mempersiapkan dirinya dengan matang. Paling penting juga adalah mengenai pemahaman mengenai AKM itu sendiri, sehingga dalam mengimplementasikan baik ketika menyusun rancangan strategi pembelajaran bisa sesuai. Selain itu juga karena dalam AKM menitikberatkan pada pemahaman secara kontekstual, maka media pembelajarannya pun mesti realistis supaya dapat dicerna dengan sempurna.

Kalau ditelaah memang dalam soal AKM ini berbeda dari soal kebanyakan yang sudah lumrah dikerjakan oleh peserta didik. Selain memiliki narasi yang panjang, peserta didik di dalam soal di minta larut dalam pemahaman hingga paripurna. Kalau sekedarnya saja, maka besar kemungkinan akan berakibat buruk saat menentukan maksud dan jawaban yang dikehendaki.

Untuk itu di tengah proses pembelajaran AKM yang kecenderungan menggunakan PISSA, sebuah metode guna mengukur kompetisi peserta didik yang tak jauh berbeda dengan AKM karena menekankan pada literasi dan numerasi perlu diadakan pembacaan kemampuan peserta didik. Boleh melalui ulangan harian ataupun tes sederhana dari sebuah pembelajaran yang telah dilakukan.

Sehingga sebelum nantinya sampai pada ujung penilaian keseluruhan, sewaktu Ujian Berbasis Komputer Dalam Jaringan (UBKD) yang memuat soal-soal AKM. Peserta didik sudah dipersiapkan sebenar-benarnya melalui pelbagai ragam telaah khususnya yang dilaksanakan oleh guru.

Sementara itu peserta didik yang bakal memperoleh pembelajaran dengan prinsip dasar AKM dan pelakunya langsung, sewajarnya mendudukkan dengan bijaksana. Jangan seperti boomerang kedepannya yang merugikan diri sendiri. Baik karena belum terbiasa/siap menerima pembelajaran tersebut atau juga merasakan tekanan yang besar.

Untuk itulah penting sekali menciptakan asumsi dan pembelajaran menggembirakan. Sama halnya ketika di pendidikan anak usia dini, menjadikan anak didik seolah sekedar bermain saja. Namun sebenarnya ada yang tengah dipelajari. Selain itu membuat pandangan anak didik tentang sekolah sebuah sesuatu yang menyenangkan.

Peserta didik yang menjalankan AKM pun harusnya mempunyai sebuah pemahaman menggembirakan tentang pembelajaran yang bakal dihadapinya. Tak sampai menimbulkan teror jauh sebelum dilaksanakan sehingga menjadi ketakutan tersendiri dan berdampak pada kurang maksimal dalam peningkatan kognitifnya.

Demikian pun yang tak kalah penting ialah membangun komunikasi antara guru dan peserta didik. Harapannya guru akan mampu jauh merasakan yang dialami peserta didik. Sehingga kalau pun peserta didik mengalami tekanan yang berlebih, maka dapat dengan segera mencairkan pembelajaran dengan banyak cara dan lebih menyederhanakan penyampaian supaya terpahami secara maksimal. Begitu juga sebaliknya guru bisa lebih intensif dalam menjabarkan pemahaman pembelajaran model AKM karena adanya komunikasi sekaligus kedekatan yang baik dengan peserta didik.

Komponen lain yang tak kalah penting adalah sekolah. Peran sekolah tidak senyampang tempat penyelenggaraan pembelajaran. Namun lebih dari itu sekolah harus mampu mendukung dan mendampingi segala keperluan yang dibutuhkan dalam pembelajaran mengarah pada AKM.

Adanya dukungan serta pendampingan sekolah, tentu segala aktivitas baik yang dilakukan guru dan peserta didik guna menuju pada pembiasaan serta adaptasi dalam AKM berjalan lancar. Sehingga pemenuhan terhadap kebutuhan yang dikehendaki bisa terpenuhi. Begitu pula membangun iklim di bagus sesuai dengan prinsip dasar AKM, sekolah sangat berperan sekali sehingga adaptasi yang berlangsung dapat terlaksana cepat dan sesuai dengan harapan.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan

Lebih baru Lebih lama