JOMBANG – Hama merupakan sebuah kerugian yang membayangi setiap petani. Beragam upaya dilakukan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan. Salah satu yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan predator pemangsa alami untuk memberantas hama yang mengganggu.

“Sebenarnya cara membasmi hama dengan menggunakan predator pemangsa seperti burung hantu ini sudah lama dan banyak digunakan. Sehingga di wilayah Dusun Tanggung, Desa Tanggungkramat, Kecamatan Ploso sudah banyak pagupon burung hantu di sekitar sawah,” jelas Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Swadaya Ploso, Kutut Danu Winarko.

Peletakan pagupon burung hantu di sekitar area persawahan oleh Kutut Danu Winarko dinilai sangat efektif untuk mengurangi hama yang menyerang. Terlebih tikus dan hewan-hewan yang biasanya memakan padi atau tanaman lain yang sedang ditanam di sawah.

Banyaknya pembangunan pagupon dan penggunaan burung hantu sebagai pengendali dan pembasmi hama tikus, kerugian atau kerusakan padi yang terjadi menurun cukup signifikan. Jika di 2019 seluas 3280 hektar sawah yang rusak akibat tikus, maka tahun 2020 hanya seluas 1028 hektar yang rusak. Penurunannya hampir sekitar 31 persen.

Kutut Danu Winarko juga mengatakan bahwa pembangunan pagupon dan penggunaan burung hantu sebagai pembasmi hama sangat mudah dan sederhana. Satu pagupon biasanya diisi oleh satu pasang burung hantu.

“Untuk satu pagupon bisa menjaga lima hingga sepuluh hektar lahan. Sehingga sangat memudahkan dan murah. Bahkan meski paguponnya kosong, akan datang burung hantu yang mengisi,” ujar Kutut Danu Wijanarko.

Ditambahkannya, jika dibandingkan dengan metode lain seperti setrum, genset, pengumpanan, pengemposan belerang, penggempuran liang aktif maupun di sniper (tembak), penggunaan burung hantu ini sangat efektif. Lantaran memberikan manfaat dan mudah digunakan, penggunaan metode ini bisa dikembangkan kembali sebagai langkah untuk membasmi hama yang mengganggu.

Baca Juga: TK Tri Dharma Bareng Barang Bekas Jadikan Pendidikan Berkualitas


Kepala Dinas Pertanian (Disperta) Kabupaten Jombang, Dr. Pri Adi, MM juga sependapat jika pengendalian atau pemberantasan hama khususnya tikus menjadi lebih optimal ketika menggunakan burung hantu. Seperti telah diketahui bersama bahwa burung hantu merupakan predator utama dari tikus yang mengganggu dan merugikan petani.

“Fokusnya saat ini adalah menambah dan menggalakkan lebih gencar lagi pengadaan pagupon burung hantu di seluruh wilayah persawahan di Kabupaten Jombang. Setidaknya diperlukan total sebanyak 1.092 buah pagupon burung hantu untuk melindungi sekitar 48 ribu hektar sawah yang ada di Kabupaten Jombang,” tutur Pri Adi.

Untuk mencapai target Disperta Kabupaten Jombang pada tahun 2020 ini sedang melakukan lelang pengadaan 78 buah pagupon. Jumlah ini akan menambah sekitar 283 pagupon yang sudah ada. Meski secara angka masih terbilang kurang cukup banyak, namun Pri Adi optimis bisa segera memenuhinya apabila dari kelompok tani secara swadaya turut berpartisipasi membangun pagupon burung hantu. Apalagi di beberapa daerah ternyata juga sudah terdapat pagupon-pagupon burung hantu berukuran kecil yang dibangun secara mandiri oleh petani.

“Kerugian atau kerusakan padi yang terjadi menurun cukup signifikan. Jika di 2019 seluas 3.280 hektar sawah yang rusak akibat tikus, maka tahun 2020 hanya seluas 1.028 hektar yang rusak. Penurunannya hampir sekitar 31 persen,” tambah Pri Adi.

Sepuluh kecamatan yakni Plandaan, Kudu, Ngusikan, Kesamben, Sumobito, Ploso, Mojoagung, Tembelang, Megaluh, Perak akan mendapat prioritas pembangunan pagupon burung hantu terlebih dulu jika lelang pengadaan pagupon burung hantu 2020 usai dilaksanakan. Pemilihan sepuluh kecamatan ini dipilih berdasar tingkat kerusakan tertinggi yang diakibatkan oleh tikus. Kecamatan Plandaan yang pada 2019 mengalami kerusakan seluas 278 hektar akan mendapat 15 unit pagupon burung hantu.

Seiring dengan pembangunan pagupon, Disperta Kabupaten Jombang juga berencana menambah tempat penangkaran burung hantu. Jika sebelumnya penangkaran burung hantu hanya berada di Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Kesamben, tahun 2021 akan ditambah di Ploso dan Jogoroto.

Namun Pri Adi mengingatkan jika penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama tikus akan berjalan efektif ketika populasi burung hantu dan tikus berjumlah seimbang. Ketika jumlah tikus masih lebih banyak dibanding dengan burung hantu, maka pengendalian dan pembasmian hama tikus harus ditambah dengan langkah yang lain.

“Hal yang mungkin selama ini salah dilakukan petani adalah baru melakukan pemberantasan tikus ketika padi sudah ditanam. Seharusnya ketika musim kemarau, belum masuk musim tanam seperti saat ini jebakan-jebakan tikus mulai dipasang, mengurangi jumlah tikus yang ada. Sehingga ketika masuk musim tanam, populasi tikus tidak begitu banyak. Disisi lain, kebiasaan petani sekarang sudah jarang bongkar dan pasang kembali pematang sawah membuat tikus lebih mudah untuk membuat sarang,” ungkap Pri Adi.

Pria berkumis tebal itu juga menambahkan bahwa penanganan hama khususnya tikus harus dilaksanakan secara bersama. Ketika akan memasang jebakan, maka petani dalam satu hamparan harus melaksanakannya bersama.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini/Chicilia Risca Y.

Lebih baru Lebih lama