WONOSALAM – Pemerhati, pengamat, dan pelaku pendidikan dari berbagai latar belakang dan jenjang pendidikan yang tergabung dalam Forum Pendidikan Jawa Timur (FPJ) menggelar Forum Group Discussion pada Minggu (20/12). Bertempat di De Durian Park Wonosalam dengan dihadiri lebih kurang empatpuluh undangan, diskusi berjalan sangat cair dan menarik.

Diawali paparan oleh Pemerhati dan Peniliti Pendidikan sekaligus Dewan Penasihat FPJ, E. Budi Santosa yang menyatakan jika peserta didik selayaknya belajar dari lingkungan di sekitarnya. Pengalaman empiris yang diterimanya dari alam dan lingkungan sekitar justru akan menjadi sebuah modal besar dalam kehidupannya.

“Melalui alam dan lingkungan sekitar peserta didik bisa mempelajari lebih banyak hal dibanding hanya belajar dalam kelas mengikuti kurikulum yang berlaku. Hal ini bisa membuka wawasan peserta didik sekaligus dapat membekalinya dengan kemampuan beradaptasi dalam setiap kondisi atau lingkungan. Disisi lain, melakukan dan belajar dari suatu hal yang nyata akan memberikan sebuah nilai lebih yang dapat dijadikan sebagai pegangan hidup,” ujar E. Budi Santosa.

Ilmu dan pengetahuan harus seiring dengan nilai dan moral yang direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pria paruh baya pemilik salah satu pabrik mesin dan alat pertanian di Gresik ini lantas memberikan contoh sederhana dalam pemahaman anak atau peserta didik saat pertama kali mengenal huruf, angka, dan operasi perhitungan matematika sederhana yang menyertainya. E. Budi Santosa mengungkapkan anak yang belajar dan memahami angka empat melalui melihat dan menghitung langsung semisal dari hewan ternak milik keluarga atau tetangga akan lebih terkenang dibanding ketika dia ditunjukkan bentuk angka empat di dalam kelas.

Ilmu atau pengetahuan tidak akan bermanfaat kegunaannya ketika dalam prosesnya tidak ditanamkan sebuah nilai baik. Lebih penting individu harus memiliki dan memegang teguh nilai baik agar ilmu yang dimiliki tidak dipergunakan pada jalur yang salah.

Guru Besar Hukum Lingkungan, Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum memberikan penekanan tersendiri terkait pentingnya sebuah nilai dalam proses pembelajaran. Pria berkacamata itu risau dengan kondisi yang terjadi di Indonesia terkait maraknya korupsi yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara.

Baca Juga: Perumdam Tirta Kencana Jombang Berikan Pelayanan Optimal dengan Aplikasi Virtual


“Secara pendidikan mereka adalah orang-orang yang memiliki keilmuan yang mumpuni. Namun sayang nilai baik yang telah diajarkan tidak ditanamkan dan dijadikan sebagai pegangan hidup agar mampu menghindar dari kegiatan yang bertentangan dengan moral,” ungkap Suparto Wijoyo.

Untuk itu senada dengan apa yang disampaikan oleh E. Budi Santosa, pendidikan di negeri ini sudah harus mulai dikembalikan belajar ke alam dan lingkungan sekitar. Masyarakat dengan nilai kearifan lokalnya dinilai mampu membentuk individu seseorang menjadi baik. Namun sayangnya nilai kearifan lokal luhur yang ada di masyarakat tidak dipelajari bahkan dilupakan atau ditinggalkan.

Menyoroti kegiatan pembelajaran selama pandemi Covid-19 mewabah, Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Surabaya, Syahirul Alim, S.E, M.H menyatakan ada permasalahan besar yang dihadapi dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terlebih malalui metode daring. Selain permasalahan umum terkait terbatasnya jaringan internet dan permasalahan gawai, terbatasnya tatap muka membuat pendidikan karakter pada proses pendidikan tidak maksimal dilakukan.



“Dampak yang kentara terlihat peserta didik tidak mengenal temannya satu sama lain. Guru tidak mengetahui dan mengenal secara mendalam peserta didik yang diajar. Tidak terjalin ikatan emosional antara guru dan peserta didik,” terang Syahirul Alim.

Sementara itu, Pengamat Pendidikan Kabupaten Jombang yang juga sekaligus CEO De Durian Park Wonosalam, Yusron Aminullah menyambung pembahasan yang disampaikan Syahirul Alim berpendapat bahwasanya Kurikulum 2013 (K13) sama sekali tidak dirancang untuk diterapkan dan disampaikan melalui daring. Disampaikan dalam tatap muka saja materi pembelajaran belum sepenuhnya tuntas. Sehingga menurutnya perlu ada kurikulum atau kebijakan khusus tertentu yang dapat dilakukan.

“Untuk itu melalui diskusi ini diharapkan bisa muncul dan terciptanya cara-cara alternatif dalam sistem pendidikan. Khususnya pendidikan karakter di luar pendidikan formal. Moralitas dan kepekaan peserta didik terhadap lingkungan sekitar ditumbuhkan, bukan hanya sekadar mengejar target ketercapaian kurikulum. Kurikulum tetap penting untuk ada sebagai rambu-rambu pendidikan, sifatnya harus lebih implementatif dan memberikan kesempatan pada sekolah untuk melakukan inovasi seperti mengambil nilai-nilai unggulan lokal guna meningkatkan kualitas pendidikannya. Tujuannya hanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia agar Sumber Daya Manusia (SDM) masa depan mampu bersaing seccara global,” tutup Yusron Aminulloh.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini

Lebih baru Lebih lama