GUDO – Pengusaha sukses negeri ini, almarhum Bob Sadino pernah berujar bahwa usaha tak selalu diawali dengan uang. Namun dapat dibalik dulu, dengan usaha baru kemudian menghasilkan uang. Itulah yang persis dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) 3R Desa Blimbing, Kecamatan Gudo.

Tak bergantung adanya modal usaha (baca: Uang) tetapi lebih melihat potensi yang ada di lingkungannya untuk menghasilkan uang. Sehingga mengubah sampah yang semula hanya dibiarkan, menjadi pupuk. Tentu saja, pupuk tersebut memiliki nilai ekonomi.

Setiap satu bulan sebanyak 40 sampai 50 karung mampu diproduksi KSM TPST 3R Desa Blimbing, Kecamatan Gudo. Satu karung memiliki berat 25 kilogram dengan harga Rp 20 ribu.

Ketua KSM TPST 3R, Desa Blimbing, Kecamatan Gudo, Agus Muhantono menjelaskan, “Menjadi produsen pupuk organik dari bahan sampah hingga dikenal oleh masyarakat utamanya para petani, butuh waktu sembilan tahun. Tahun penuh perjuangan diawali sejak 1 Oktober 2011 hingga tahun 2014. Usai itu beberapa bantuan mulai bergulir dan hingga saat ini sudah mendapatkan gaji dari dana daerah.”

Bagi Agus Muhantono mengelola manajemen perlu terkonsep rapi, teliti, selektif, tegas, dan realistis. Ditambah dengan sikap peduli antara satu dengan lainnya. Karena hal itu bisa membawa kekompakan dalam menjalankan usaha. Artinya tak membedakan jabatan, perlakuan yang diberikan, hingga perhatian yang terbangun antara satu dengan lainnya selayaknya saudara.



“Setiap harinya mengambil sampah rumah tangga, toko, dan pabrik di tiga kecamatan. Selain di Kecamatan Gudo, terdapat juga Kecamatan Ngoro dan Diwek. Tetapi masih mayoritas sebanyak 60 % di Kecamatan Gudo,” terang Agus Muhantono.

Iuran yang diberlakukan tidak sama, jika rumah tangga sebesar Rp 15 ribu, untuk toko per bulan membayar iuran Rp 20 ribu. Sedangkan pabrik antara Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu, tergantung kondisi sampah.

“Hadirlah solusi dengan pemanfaatan sampah rumah tangga yakni sampah sayuran, buah, dan daun. Ketiga jenis sampah ini menjadi bahan utama pengolahan pupuk organik yang kami sajikan kepada pelanggan. Bahkan karena sudah terbukti manfaatnya, pelanggan sekarang bukan saja dari Jombang,” kata koordinator Lapangan Pengelolaan Pupuk, KSM TPST 3R Desa Blimbing, Kecamatan Gudo, Samsul Bahri.

Samsul Bahri menceritakan bahwa bahan pupuk tersebut masih melalui beberapa proses hingga menjadi pupuk organik. Pertama sampah rumah tangga tersebut dipotong-potong kemudian diberikan cairan untuk proses fermentasi.

Jika waktu ideal yang dibutuhkan untuk fermentasi selama enam bulan, dimampatkan hanya menjadi tiga bulan. Tentunya dengan cairan fermentasi yang berbahan alami pula. Seperti susu, obat-obatan, minuman berenergi yang keseluruhan produk kedaluarsa hasil pemilahan sampah atau diperoleh dari masyarakat.



“Pemanfaatan sampah sangat optimal sesuai dengan kebutuhan. Mudah saja, semua bahan yang kami dapat, langsung dicampurkan dan didiamkan selama dua hingga tiga hari. Cairan fermentasi sudah bisa dicampurkan pada sampah organik yang sudah melalui pemotongan,” terang Samsul Bahri.

Setiap satu bulan sebanyak 40 sampai 50 karung mampu diproduksi KSM TPST 3R Desa Blimbing, Kecamatan Gudo. Satu karung memiliki berat 25 kilogram dengan harga Rp 20 ribu. Bahkan kalau mampu memperbarui alat dan komposisi pendukungnya, bukan tidak mungkin hasil pengolahan sampah menjadi pupuk organik meningkat.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y.

Lebih baru Lebih lama