JOMBANG – Proses pembelajaran pada peserta didik turut berkembang seiring dengan perubahan zaman. Semakin dipahaminya hakikat bahwa setiap peserta didik memiliki perbedaan bakat, minat, kemampuan, dan kecepatan belajar, membuat proses pembelajaran mulai diarahkan pada layanan pendidikan yang mampu untuk memfasilitasi keberbedaan yang dimiliki oleh tiap peserta didik ini.

Penyelenggaraan pendidikan melalui Sistem Kredit Semester (SKS) saat ini dinilai mampu memberikan layanan pendidikan yang diharapkan. SKS memberikan layanan pembelajaran untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki bakat, minat, kemampuan, dan kecepatan belajar yang berbeda berdasarkan prinsip fleksibel, keunggulan, maju berkelanjutan, keadilan, dan relevansi.

Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) SKS Direktorat SMA, Direktorat Jenderal, Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, H. Mujib, S.Pd., MM menegaskan bahwa sistem SKS yang pada 2020 ini masih dilaksanakan pada 85 SMA di Jawa Timur ini berbeda dengan sistem SKS yang diterapkan pada perguruan tinggi.

Efisiensi yang diterapkan dalam sistem SKS diharapkan bisa memfasilitasi setiap potensi peserta didik. Bagi peserta didik yang memiliki potensi untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat dapat diproyeksikan masa studi lebih singkat.

SKS di SMA diselenggarakan sesuai dengan kesepakatan peserta didik terhadap jumlah beban belajar yang diikuti dan/atau strategi belajar setiap semester pada satuan pendidikan sesuai dengan bakat minat, dan kemampuan atau kecepatan belajarnya.

“Sistem SKS, peserta didik dapat memprogramkan berapa lama dia ingin menyelesaikan masa studinya di SMA. Rentang masa studi yang diberikan adalah paling cepat dua tahun dan paling lambat empat tahun,” ungkap Mujib.

Efisiensi yang diterapkan dalam sistem SKS diharapkan bisa memfasilitasi setiap potensi peserta didik. Bagi peserta didik yang memiliki potensi untuk menyelesaikan pendidikan lebih cepat dapat diproyeksikan masa studi lebih singkat. Begitu pula dengan peserta didik dengan bakat akademik atau non-akademik yang mengharuskan mengikuti masa pelatihan atau karantina dalam waktu tertentu, bisa mengajukan cuti akademik.

Baca Juga: Kolaborasi Jadi Kunci Pendidikan Vokasi Hadapi Tantangan Industri


Mujib menambahkan, “Sistem SKS juga memfasilitasi peserta didik dalam upaya mempersiapkan diri melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau mendukung program khusus yang dimiliki sekolah. Terdapat banyak pilihan yang bisa ditawarkan dan diambil oleh peserta didik.”

“Diantaranya menyelesaikan masa studi normal tiga tahun dengan rincian dua tahun pembelajaran kemudian satu tahun pengayaan (persiapan) untuk mengikuti ujian seleksi masuk perguruan tinggi, sekolah kedinasan, atau sekolah taruna (TNI/Polri) atau menyelesaikan masa studi normal tiga tahun dengan masa pengayaan dalam satu semester terakhir sebelum kelulusan,” tambahnya.

Kelebihan dari sistem SKS ini, tidak akan ada istilah peserta didik yang tinggal kelas. Ketuntasan belajar peserta didik dinilai dari penguasaan materi pada setiap Kompetensi Dasar (KD) di tiap masing-masing mata pelajaran. Pemberian hasil belajar tetap dilaksanakan setiap semester ketika seluruh KD di tiap mata pelajaran dalam satu semester tersebut sudah diselesaikan oleh peserta didik dengan baik.

Sistem SKS pun tidak akan mempengaruhi beban kerja guru. Guru masih akan tetap bisa mengajar dengan minimal 24 Jam Pelajaran (JP) karena beban belajar dalam SKS menggunakan satuan JP, bukan SKS seperti pada perguruan tinggi.

“Namun yang wajib menjadi perhatian dalam pembelajaran dengan sistem SKS adalah guru harus mampu memperhatikan dan memfasilitasi seluruh kemampuan peserta didik pada kelas yang diajarnya. Karena dalam SKS tidak diperbolehkan adanya pembedaan antar peserta didik. Seluruh kegiatan pembelajaran harus tetap dilaksanakan pada kelas dengan kondisi peserta didik yang heterogen,” tegas Mujib.

Sementara itu Kepala SMA Negeri 1 Jombang, Zainul Fatoni, M.MPd menyatakan jalan cukup panjang ditempuh hingga akhirnya pada awal tahun pelajaran 2020/2021 SMA Negeri 1 Jombang diizinkan untuk menerapkan sistem SKS pada proses pembelajaran bagi peserta didik baru kelas X. Dukungan tidak hanya dari warga sekolah melainkan juga dari komite dan wali peserta didik menjadi modal penting dalam penyelenggaraan sistem SKS.

“Di awal tentu kesepakatan seluruh guru. Kemudian setelah dilakukan studi banding, pelatihan, dan studi tiru kami menghadirkan wali peserta didik untuk sosialisasi yang disambut dengan sangat antusias. Saat ini sebagai sekolah yang sudah terlebih dulu melaksanakan sistem SKS, sebagian peserta didik yang sudah lulus dan masuk dalam program Peserta Didik Proyeksi Lulus Dua Tahun (PDPL2T) sehingga bersiap untuk penerimaan hasil belajar (rapor) semester pertama,” ungkap Zainul Fatoni.

Menurut pria 53 tahun ini tidak sulit untuk melaksanakan sistem SKS di sekolah. Hal yang menjadi kunci adalah pemahaman menyeluruh terhadap konsep pembelajaran SKS. Menurutnya yang berbeda dari sistem SKS ini hanyalah pada proses pembelajaran peserta didik.

“Khusus bagi peserta didik yang tergabung dalam program PDPL2T kami meminta pakta integritas dari wali peserta didik untuk mendukung keberlangsungan pembelajaran buah hatinya. Karena ini baru tahun pertama pelaksanaan sistem SKS, dipilihkan terlebih dulu guru serta wali kelas yang memiliki keunggulan dan komitmen dalam menyukseskan sistem SKS ini,” tambah Zainul Fatoni.

Pelaksanaan sistem SKS di jenjang SMA ini bergantung pada kesiapan sekolah masing-masing. Bagi sekolah yang sudah sanggup untuk melaksanakan, bisa segera mengajukan permohonan pelaksanaan sistem SKS melalui Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di Jombang untuk selanjutnya diproses.

Di tahun pelajaran 2020/2021 ini enam SMA di Kabupaten Jombang telah melaksanakan pembelajaran dengan sistem SKS. Keenam sekolah tersebut adalah SMA Negeri 1 Jombang, SMA Negeri Jogoroto, SMA Negeri Mojoagung, SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT Jombang, SMA Negeri 3 Jombang, dan SMA Negeri 2 Jombang.

Reporter/Foto: Fitrotul Aini

Lebih baru Lebih lama