KUDU – Pemanfaatan limbah yang tepat dapat menghasilkan banyak manfaat. Termasuk bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah. Hal itulah yang dilakukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Desa Katemas, Kecamatan Kudu, dalam sembilan bulan terakhir ini.

Direktur BUMDes Katemas, Kecamatan Kudu, Sampurno mengatakan, di wilayahnya banyak sekali limbah dari sisa proses pertanian berupa jerami. Selama ini limbah tersebut dibuang dan dibakar begitu saja.

Limbah pertanian (jerami) yang selama ini dibuang, mulai dimanfaatkan. Limbah tersebut digunakan untuk makanan sapi. Tentunya dilakukan pemisahan dulu jerami basah, kering dengan batang padi.

Melihat kondisi tersebut, Desa Katemas kemudian mengucurkan anggaran sebesar Rp 45 juta untuk BUMDes. Anggaran tersebut digunakan membeli 3 ekor sapi betina. Sejak itu BUMDes menjadi pengelola peternakan sapi.

“Nah, limbah pertanian (jerami) yang selama ini dibuang, mulai dimanfaatkan. Limbah tersebut digunakan untuk makanan sapi. Tentunya dilakukan pemisahan dulu jerami basah, kering dengan batang padi,” kata Sampurno.

Sampurno juga membeberkan alasan memilih ternak sapi. Menurutnya, selain soal makanan yang sesuai dengan limbah yang ada, sapi juga sangat tahan terhadap segala macam penyakit. Bahkan perawatannya juga tidak ‘manja’.

Baca Juga: Apa Kata Mereka


Sementara itu perawat sapi yang dipercaya oleh Desa Katemas, Zamroni menuturkan, jerami yang digunakan untuk makan sapi itu difermentasi menggunakan garam grosok selama kurang lebih satu tahun.

“Sedangkan untuk air minum sapi dicampur dengan batang kangkung yang sudah disemaikan atau yang sering disebut rendeng kangkung. Selain itu juga menggunakan bekatul dan rumput basah sebagai tambahannya. Itu sudah membuat sapi lahap,” kata Zamroni.

Menghasilkan Keuntungan

Lebih lanjut Zamroni menjelaskan, sejak usia dua tahun sapi betina sudah mampu berkembangbiak. Prosesnya lewat kawin suntik. Setelah itu sapi akan mengandung sembilan bulan. Tingkat keberhasilan penyuntikan bervariasi, ada yang hanya satu kali langsung membuahi, dan terdapat pula hingga dua sampai lima kali.

Sapi memiliki masa menopause layaknya manusia, yakni antara lima hingga enam kali melahirkan. Jika sudah demikian, sapi tersebut dikategorikan tua. Hewan berkaki emat tersebut sudah sulit untuk hamil kembali. Akhirnya dijual dan dimanfaatkan sebagai sapi potong yang diambil dagingnya.

Senada dengan Zamroni, Sampurno menambahkan, ketika sudah tidak produktif, sapi indukan akan dijual. Hasil penjualan tersebut dibelikan sapi muda untuk untuk diternak kembali. Sementara anak sapi dalam usia dua hingga tiga bulan dijual ke pasaran kisaran Rp 13 sampai 15 juta.

“Terdapat sistem bagi hasil antara pemerintah desa dengan perawat sapi. Yakni sebesar 30% untuk BUMDes dan 70% penjualan untuk yang merawat. Jadi Desa Katemas untung, demikian dengan yang merawat sapi,” jelas Sampurno.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y.

Lebih baru Lebih lama