BARENG - Keberadaan perkakas rumah tangga macam peralatan dapur sudah dianggap sesuatu yang wajib ada. Bahkan saking pentingnya peralatan dapur tersebut, hampir saban hari pastilah dipakai.

Nah, kali ini Majalah Suara Pendidikan berkesempatan sambang ke salah satu pembuat peralatan dapur, yakni wajan atau penggorengan. Usaha tersebut berada di Dusun Murangagung, Desa Kebondalem, Kecamatan Bareng. Walau sudah banyak peralatan dapur dengan media yang terbarukan namun industri rumahan ini tetap bertahan serta masih diburu karena kualitasnya.

Industri rumahan tersebut milik almarhum Usman Jaeni yang sekarang diteruskan oleh menantunya, Muhammad Yamin. Diutarakan oleh Muhammad Yamin yang akrab di sapa Bang Mamat, sebelumnya dia berbisnis perikanan di Kalimantan Timur. Nnamun karena penerus usaha sang mertua tak ada, maka dirinya rela berpindah ke Jombang dan menjalankan usaha pembuatan wajan.

Tidak saja mengetengahkan soal produk semata. Melainkan keberadaan pekerja yang masih muda-muda dan mau berinovasi juga menjadi salah satu jalannya meraih untung.

“Sejak 2011, saya kembali ke Jombang dan memulai usaha ini. Kalau ditanya sejak kapan usaha pembuatan wajan ini ada, kurang lebih sudah setengah abad lamanya,” ungkap Muhammad Yamin.

Meski dikerjakan secara manual, namun lelaki 41 tahun ini menjamin kualitas produksinya itu. Banyak inovasi dilakukannya agar mampu bertahan dan bersaing. Apalagi, menurutnya, perkembangan peralatan dapur khususnya wajan kian pesat. Sehingga kalau tak berinivasi dan menyesuaikan selera pasar, maka akan tertinggal. Bahkan usaha tersebut bisa mandek di tengah jalan.

Baca Juga: Historide Bersepeda Sambil Belajar Sejarah


Muhammad Yamin menjelaskan, dalam sehari mampu menghasilkan 5 wajan besar dan 10 berukuran standar. Selanjutnya, peralatan rumah tangga itu dipasarkan ke sejumlah daerah. Mulai Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga ke luar Pulau Jawa. Untuk menunjang produksinya, Yamin mempekerjakan 30 orang.

Pria bertubuh tambun ini mengatakan, wajan buatannya tak jauh beda dengan kebanyakan produk modern. Soal kualitas, Yamin berani beradu. Wajan produksinya tersebut lebih bertahan lama disbanding produk kebanyakan di pasaran.

Bagaimana dengan adanya Pandemi Covid-19? Menurut Yamin, situasi saat ini jelas berdampak pada usaha yang hampir 10 tahun digelutinya. Namun demikian, tempat penggorengan produksinya tetap dicari serta dibutuhkan oleh masyarakat.



“Penurunan omset bisa mencapai 75 persen selama pandemi Covid-19. Namun saya manfaatkan waktu tersebut untuk terus berinovasi. Alhamdullilah lahirlah teflon dengan ukuran yang juga bervariasi,” terang Muhammad Yamin.

Sementara ketika ditanya Majalah Suara Pendidikan mengenai kunci usahanya tetap berjalan, Muhammad Yamin menerangkan bahwa hal itu tidak saja mengetengahkan soal produk semata. Melainkan keberadaan pekerja yang masih muda-muda dan mau berinovasi juga menjadi salah satu jalannya meraih untung besar, yakni mencapai lebih kurang Rp30 juta per bulan. Oleh karenanya, pemuda di Desa Kebondalem selalu dia utamakan. Utamayanya mereka yang memiliki jiwa usaha.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama