Judul Buku : Perang Jombang

Penulis : M. Fathoni Mahsun

Penerbit : Erhaka Utama

Kota Penerbit : Sleman- Yogyakarta

Tahun Terbit : 2020

Cetakan : Pertama, 2020

Tebal Buku : 203 Halaman

ISBN : 978-602-5715-47-1

“Indahnya dunia ini jika Pemuda masih tahu perjuangan”.

Pramoedya Ananta Toer

Kisah dan peristiwa masa lalu, senantiasa menggema relevansinya. Inilah alasan yang tepat untuk menyatakan bahwa mempelajari sejarah itu penting. M. Fathoni Mahsun, pria berusia 38 tahun yang tuntas nyantri di Pondok Pesantren Tambakberas, telah membuktikannya.

Berkat jiwa kesantriannya tersebut Fathoni memiliki kesadaran Hubbul Wathon Minal Iman. Kecintaan terhadap tanah air yang menjadi bagian keimanan, dibuktikkan oleh M. Fathoni Mahsun lewat novelnya yang mengambil latar belakang perjuangan Brigjen Kretarto di Kota Santri pada periode Agresi Militer II.

M. Fathoni Mahsun nampaknya cukup jeli untuk menempatkan sosok Brigjen Kretarto sebagai tokoh utama dalam novelnya, sebab tidak banyak yang menaruh perhatian khusus terhadap jasa Purnawirawan Perwira Tinggi TNI Angkatan Darat kelahiran Bandung 16 Januari 1913 ini. Terlebih Fathoni mengisahkan perjuangan Brigjen Kretarto yang menjadi pelopor pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Jombang pada periode pasca Proklamasi.

Perang Jombang sebagai novel berlatar belakang Agresi Militer II, menjadi referensi yang penting untuk dikembangkan sebagai riset akademik.

Rekam perjalanan Brigjen Kretarto yang menjadi pelopor barisan BKR, bukan isapan jempol semata. Sebab, sebelum hijrah ke Jombang, pengalaman Brigjen Kretarto dalam dunia kemiliteran telah banyak ditempa lewat Seinendan dan pendidikan Shodanco PETA di Bogor.

Namun dalam periode Agresi Militer Belanda II yang ditulis oleh M. Fathoni Mahsun ini akan lebih hidup jika penggunaan bahasa dalam pelbagai dialog yang ada dalam cerita, turut disesuaikan dengan latar belakang periode peristiwa.

Sebagai contoh, ketika menceritakan percakapan antara Brigjen Kretarto dan prajuritnya atau dengan istrinya. Terdapat ejaan dan dialek populer masa kini yang tidak sesuai dengan periode peristiwanya. “Heem…” “Iya.., ya betul juga kamu, kamu bantu saya ya.” Dari percakapan tersebut seolah tidak memberikan gambaran riil kondisi di tengah suasana perang.

Baca Juga: Guru PPPK Jamin Kualitas


Tentu sah-sah saja menggunakan imajinasi sejarah untuk memperkaya suasana dalam sebuah tulisan, namun mestinya harus tetap mengacu pada periode dalam metode sejarah yang berlaku. Meski hal tersebut menjadi sebuah antiklimaks tersendiri dalam karya M. Fathoni Mahsun, penggunaan bahasa populer dalam pelbagai dialog di Perang Jombang ini, mungkin menjadi metode tersendiri untuk mengenalkan sejarah kepada generasi masa kini, khususnya jejak perjuangan Brigjen Kretarto di Kota Santri.

Perang Jombang sebagai novel berlatar belakang Agresi Militer II, menjadi referensi yang penting untuk dikembangkan sebagai riset akademik. Mengingat Historiografi Militer hari ini masih banyak dominan dan tersentral pada tokoh dan peristiwa besar saja. Melalui Perang Jombang inilah baik dari segi kekurangan dan kelebihannya, setidaknya telah memberikan perspektif baru bagi kesejarahan Jombang.

Peresensi: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama