dr. Ali Akbar Firasi* dan dr. Budi Himawan, Sp. U**

Mengompol adalah hal yang sering terjadi pada bayi dan balita. Namun, pada usia dewasa juga bisa mengompol bila menderita inkontinensia urine. Inkontinensia urine adalah melemahnya atau hilangnya kontrol kandung kemih seseorang menahan buang air kecil, baik secara sadar maupun tidak disadari sehingga muncul gejala mengompol.

Tingkat keparahan inkontinensia urine bervariasi pada setiap individu, mulai dari yang ringan seperti terkadang air kencing merembes ketika batuk atau bersin sampai keinginan buang air kecil yang mendadak dan tidak sanggup untuk menahan. Inkontinensia urine biasanya lebih sering terjadi dialami oleh lansia dan lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria.

Ada beberapa masalah yang timbul antara lain iritasi dan infeksi kulit di daerah kemaluan, perasaan malu, minder, tidak percaya diri, menarik diri dari pergaulan, dijauhi orang lain karena berbau kurang sedap, mengganggu aktivitas bekerja, tidak nyaman dalam berhubungan seksual, dan yang pada akhirnya bisa menurunkan kualitas hidup. Pemakaian pempers dan perlengkapan lain untuk mengatasi gejala mengompol memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Apabila anda mengalami inkontinensia urin, jangan malu untuk memeriksakan ke fasilitas kesehatan terdekat. Semakin cepat terdeteksi, semakin cepat pula mendapatkan penanganan medis yang tepat.

Jumlah kasus inkontinesia urine yang terjadi lebih banyak dibanding kasus yang dilaporkan karena sebagian dari pasien tidak terdeteksi. Pada beberapa orang, kondisi inkontinesia urine tidak diceritakan kepada dokter karena penderita menganggap hal tersebut memalukan. Sehingga inkontinensia urine tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan medis. Penderita inkontinesia urine yang datang terlambat ke dokter pada umumnya sudah dalam kondisi yang memprihatinkan.

Inkontinensia urin dikelompokkan menjadi overflow, stress, dan urge. Inkontinensia urin tipe stress terjadi apabila air kencing dengan secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan perut dan melemahnya otot dasar panggul. Inkontinesia urine bisa dicetuskan oleh batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, dan semua hal yang bisa meningkatkan tekanan perut.

Inkontinensia urin tipe urge timbul pada keadaan otot kandung kemih yang tidak stabil berupa bereaksi secara berlebihan Inkontinensia urin. Ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah rasa ingin berkemih muncul. Perasaan ingin buang air kecil yang mendadak (urge), kencing berulang kali (frequency) dan kencing di malam hari (nocturia).

Baca Juga: Yayuk Suryanti Sinden Asli Kota Santri

Pada inkontinensia urin tipe overflow, air kencing merembes akibat kandung kemih yang sudah terlalu penuh. Biasanya hal ini bisa dijumpai pada saluran kemih yang tersumbat, misalnya pada pembesaran prostat. Gejala bisa berupa dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengeluarkan air kencing karena harus mengejan saat mulai berkemih, pancaran kencing lemah, serta buang air kecil tidak puas masih terasa ada sisa.

Selain itu juga ingin kencing lagi dalam waktu kurang dari 2 jam setelah terakhir buang air kecil, dan terbangun saat malam hari minimal 2 kali untuk buang air kecil. Saat kandung kemih yang terlalu penuh yang menyebabkan tekanan dalam kandung kemih menjadi terlalu tinggi sehingga terkadang air kencing keluar tanpa disadari.

Kondisi yang dapat meningkatkan risiko terhadap inkontinensia urine antara lain kehamilan, melahirkan, berat badan berlebih, riwayat keluarga dengan inkontinensia urin, menopause, dan bertambahnya usia. Seiring bertambahnya usia, otot di kandung kemih dan uretra berkurang kekuatannya. Perubahan seiring bertambahnya usia mengurangi seberapa banyak kandung kemih dapat menahan dan meningkatkan kemungkinan keluarnya air seni secara paksa.

Perubahan hormon dan peningkatan berat janin pada kehamilan menyebabkan inkontinensia stress. Melahirkan dapat melemahkan otot dasar panggul yang dibutuhkan untuk kontrol kandung kemih dan juga bisa mencederai kandung kemih.

Pada masa setelah menopause, secara hormonal wanita menghasilkan lebih sedikit estrogen dibanding usia produktif. Estrogem merupakan hormon yang membantu menjaga lapisan kandung kemih dan saluran kemih. Penurunan hormon estrogen dapat memperberat gejala inkontinensia.

Kelainan saraf sebagai faktor risiko inkontinensia urine berupa Multiple sclerosis, penyakit parkinson, stroke, tumor otak atau cedera tulang belakang dapat mengganggu sinyal saraf yang terlibat dalam kontrol kandung kemih.

Menurut The European Association of Urology (EAU), kelebihan berat badan (obesitas) ditetapkan sebagai salah satu faktor risiko inkontinensia urin berdasarkan beberapa penelitian. Semakin tinggi indeks massa tubuh (IMT) tubuh, angka kejadian inkontinensia urine tipe stress dan inkontinensia urin tipe urge meningkat. Pasien yang menjalani operasi sebagai penanganan inkontinensia urin, lebih banyak pada pasien dengan obesitas dibandingkan pada pasien dengan berat badan normal.

Apabila anda mengalami inkontinensia urin, jangan malu untuk memeriksakan ke fasilitas kesehatan terdekat. Semakin cepat terdeteksi, semakin cepat pula mendapatkan penanganan medis yang tepat. Meskipun bukan kondisi yang mengancam nyawa, inkontinensia urine dapat menurunkan kualitas hidup.

*) Dokter Internship RSUD Dr. Soegiri Lamongan

**) Dokter Spesialis Urologi RSUD Dr. Soegiri Lamongan

Lebih baru Lebih lama