MOJOWARNO – Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hari ini, menjadi pukulan telak bagi para pelaku usaha, baik yang berskala makro maupun mikro. Namun dalam kondisi tersebut, tidak jarang muncul peluang-peluang baru. Seperti halnya usaha pembuatan peti mati karya UD Asri Jaya di Jalan Merdeka No 3, Dusun Mojoroto Desa Mojowangi Kecamatan Mojowarno.

Usaha yang dinahkodai Imam Fauzi sejak 2010 ini, terbilang cukup berhasil dalam mengarungi gelombang pandemi. Puluhan peti mati hasil karya pekerjanya, yang menjadi sarana penunjang protokol kesehatan, hampir tidak pernah sepi pesanan.

Ini terbukti ketika Majalah Suara Pendidikan berkesempatan menilik langsung, bagaimana proses dan tahapan pembuatan peti mati milik Cak Fauzi, panggilan akrab Imam Fauzi. Meskipun masih terdapat puluhan peti mati yang berjejer dan sudah siap untuk dikirim ke alamat pemesan, proses produksi tetap berlanjut. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan peti mati yang permintannya semakin meningkat, baik dari rukun kematian, individu maupun rumah sakit.

“Meski secara harga termasuk dalam kelas ekonomis, namun menjaga kualitas peti mati adalah kunci yang utama”

Menurut penuturan pria berpawakan kurus ini, semenjak memasuki masa pandemi, produksi peti mati di tempatnya bisa mencapai 10 sampai 12 buah per-hari. Kesemuanya dikerjakan dengan teliti dan penuh kehati-hatian, oleh delapan pekerjanya. Dari delapan orang itu, terbagi menjadi lima pekerja di tahap produksi dan tiga orang untuk tahapan penyelesaian atau pengecatan.

Baca Juga: Salah dalam Memilih Jurusan Perkuliahan

“Sebelum menekuni usaha pembuatan peti mati seperti saat ini, saya berangkat dari usaha pembuatan meubel pada 2010. Selang enam tahun kemudian, tepatnya di 2016, saya dan para pekerja divsini ditawari oleh rukun kematian Dusun Mojoroto untuk membuatkan peti mati. Lalu dari permintaan tersebut, akhirnya usaha pembuatan peti mati saya kembangkan hingga hari ini,” ungkap Imam Fauzi.



Pria bertopi ini menambahkan bahwa dari sisi lain, pandemi justru membawa angin segar bagi keluarga dan para pekerjanya. Bagaimana tidak? Dalam sebulan, Imam Fauzi bisa meraup untung mencapai Rp 30-50 juta. Omset tersebut berdasarkan hitungan laba dari tiap peti mati yang dibandrol dengan harga Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta.

“Untuk harga standard peti mati ukuran tinggi 40 cm dan lebar 60 cm dengan total panjang 1,90 meter, serta berbahan baku kayu mahoni harga di kisaran Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta. Jika pemesan menginginkan bahan baku lain, seperti kayu jati atau gmelina maka otomatis harganya lebih tinggi lagi dari yang standard,” jelas Imam Fauzi.



Soal rezeki memang tidak ada satupun yang mengetahui, perihal muasal dan bentuknya. Begitupun yang dialami oleh Imam Fauzi. Bermodal ketekunan dan kerja keras, peti mati poduksinya secara konsisten merambah pasar lokal, mulai dari Sidoarjo, Kediri, Mojokerto dan paling banyak menyuplai kebutuhan bagi jenazah Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Jombang dan Rumah Sakit Islam Kabupaten Jombang. Oleh karenanya, selalu mengedepankan kualitas produksinya, dan tidak hanya puas pada kuantitas.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama