JOMBANG – Pembelajaran bagi peserta didik di Sekolah Dasar, tentu tidak terlepas dari pendidikan karakter. Dalam prosesnya, pembentukan karakter yang ideal bagi peserta didik membutuhkan bermacam strategi pembelajaran. Tujuannya, menghidupkan suasana pembelajaran supaya tidak menjemukan bagi peserta didik. Termasuk pola-pola komunikasi yang digunakan.

Melansir dari, https://theconversation.com/id yang memaparkan hasil riset dari INOVASI, sebuah lembaga mitra kerjasama pendidikan antara Pemerintah Indonesia dan Australia. Bahwa, komunikasi efektif dalam pembelajaran, bisa dilandasi dengan penggunan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.

Ada beberapa tahapan yang mesti dilalui. Pertama, guru menjelaskan konsep pembelajaran pada peserta didik menggunakan bahasa daerah secara bertahap. Setelah peserta didik cukup paham, maka pembawaan pembelajaran bisa beralih ke bahasa pengetahuan yang lebih umum. Tahap ini juga disebut sebagai Jembatan Bahasa.

“Dalam struktur Bahasa Jawa terdapat Parama Sastra atau tata bahasa, yang bisa diamalkan sebagai pedoman laku bagi peserta didik.”

Kedua, dalam pembelajaran, guru bisa menggunakan dua bahasa yakni bahasa daerah dan bahasa pengetahuan umum. Dalam survei yang dilakukan INOVASI pada 2019, penggunaan bahasa daerah di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur menunjukkan adanya peningkatan kemampuan literasi dasar (mengenal huruf, suku kata dan kata) melalui bahasa daerah, dari 27% menjadi 79%.



Dari sini bisa terlihat bahwa penggunan bahasa daerah dalam metode pembelajaran, ibarat sambil menyelam minum air. Di satu sisi bisa berperan untuk meningkatkan kemampuan literasi peserta didik, dan dari sisi lain bisa merangsang tumbuh kembang karakter peserta didik yang sesuai dengan lingkungannya.

Baca Juga: Himpaudi Gerakkan Hidup Sehat Lahirkan Generasi Penerus yang Cerdas

Sementara itu, data dari https://petabahasa.kemdikbud.go.id/ telah mencantumkan sebanyak 718 bahasa dari 2.560 daerah pengamatan. Untuk Provinsi Jawa Timur sendiri, terdapat 3 jenis bahasa, yakni Bajo, Jawa dan Madura. Ketiganya memiliki karakter dan dialek tersendiri. Termasuk Kabupaten Jombang sebagai perlintasan dua jalur kebudayaan besar, antara arek dan mataraman juga membuat dialek keseharian, berbeda-beda.

Namun terlepas dari ragam dialek yang tidak termasuk dalam bahasa daerah. Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu kedaerahan, masih dibutuhkan di lingkungan sekolah dan kependidikan, sebagai penguatan pendidikan berbasis karakter.

Membudayakan Bahasa Jawa di Sekolah

Sehubungan dengan pentingnya penerapan Bahasa Daerah bagi dunia pendidikan. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang mengadakan pelatihan Bahasa Jawa bagi guru Sekolah Dasar pada Senin (25/1/2021). Bertempat di Aula I, pelatihan yang diikuti oleh 63 Guru dari seluruh Sekolah Dasar di Kabupaten Jombang, berlangsung bertahap selama tiga hari.

Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Sekolah Dasar Disdikbud Kabupaten Jombang, Drs. Kasmuji Raharja, M.Pd menjelaskan bahwa diadakannya pelatihan Bahasa Jawa ini tidak lain untuk menyiapkan kompetensi para guru dalam penguasaan Bahasa Daerah beserta teknik aplikatifnya dalam pembelajaran.



“Jika melihat di lapangan, memang Bahasa Jawa secara baik dan benar masih belum sempurna di praktikkan di semua kalangan. Khususnya di lingkungan sekolah, peran guru sebagai pemegang kunci pembelajaran yang baik, mesti menjadi contoh bagi peserta didik untuk penerapan Bahasa Jawa yang baik dan benar. Maka dengan adanya pelatihan ini, diharapkan menjadi daya dorong bagi para guru untuk lebih terampil menguasai konsep-konsep pembelajaran dengan berbahasa Jawa yang baik dan benar,” jelas Kasmuji Raharja.

Dalam penerapan tersebut, para guru juga mesti memperhatikan struktur Bahasa Jawa yang berbeda dengan bahasa lainnya. Kepala SDN Galengdowo I Wonosalam, Juwadi S.Pd selaku pengisi materi dalam pelatihan tersebut juga menuturkan bahwa unsur di dalam Bahasa Jawa terdapat istilah Parama Sastra atau tata bahasa.

“Parama Sastra ini menjadi inti untuk memahami makna dan struktur dalam berbahasa jawa. Sebagai contoh, ada ngoko, kromo, dan kromo alus. Jika ini sudah tepat dipratikkan di lingkungan peserta didik khususnya di sekolah, maka karakter yang selama ini kita harapkan akan tumbuh bersamaan dengan pemahaman peserta didik mengenai tata bahasa,” ungkap pria berkumis ini.



Menurutnya, dalam menumbuhkan pemahaman berbahasa Jawa ke peserta didik, tidak cukup hanya di lingkungan sekolah dan mengandalkan guru. Peran wali peserta didik dan lingkungan keluarga juga menjadi dasar yang penting, sebab jika mengacu pada tujuan pembentukan karakter peserta didik melalui Bahasa Jawa, maka antara lingkungan wali peserta didik dan sekolah harus saling melengkapi.

“Jangan sampai ketika peserta didik di sekolah sudah mendapat pemahaman berbahasa jawa yang baik dan benar, justru berbalik ketika di rumah, di sinilah peran penting wali peserta didik, untuk selaras dalam membentuk karakter peserta didik,” tegas Juwadi.

Tidak jauh berbeda dengan yang ditegaskan oleh Juwadi, salah seorang peserta, Priskilia Dwi Pertiwi S.Pd, Guru Kelas II SDN Sukoiber Kecamatan Gudo, mengungkapkan peran bahasa daerah, khususnya Bahasa Jawa bagi lingkungan peserta didik, juga cukup penting. Namun untuk saat ini dibutuhkan banyak modifikasi bentuk penyampaiannya.

“Mengajak peserta didik untuk memahami Bahasa Jawa memang penting, karena ini akan membawa pemahaman tata krama, baik kepada yang lebih tua maupun yang setara. Karena dalam Bahasa Jawa sendiri, selalu mengepankan ucapan sekaligus perbuatan baik. Hal semacam ini tentunya, cukup positif jika dikembangkan sebagai pendorong pendidikan karakter bagi peserta didik,” katanya.

“Dan untuk modifikasi pembelajaran Bahasa Jawa saat ini, perlu juga untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada. Lewat video pembelajaran daring berbahasa jawa, maupun komunikasi intens menggunakan Bahasa Jawa yang baik dan benar,” terang Priskilia Dwi Pertiwi.

Guru muda yang baru lolos dalam seleksi CPNS tahap 2018 ini menambahkan bahwa dari pelatihan Bahasa Jawa tersebut, guru diharuskan membuat video kreatif, termasuk silabus dan sejenisnya. Beberapa persyaratan tersebut memang diwajibkan, agar pelatihan tidak sebatas hanya seremonial. Akan tetapi ada efek positif berupa peningkatan kompetensi dan kecapakan guru muda dalam berbahasa jawa.

“Adapun pembuatan video sebagai syarat, merupakan bentuk baru dari agenda-agenda sebelumnya. Utamanya mendorong para guru untuk lebih kreatif dan adaptif dalam mengembangkan pembelajaran berbasis teknologi,” tutup Kasmuji Raharja.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama