NGUSIKAN - Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan satu tahun belakangan ini, membuat seluruh sektor kehidupan terjun bebas. Apalagi yang tak dapat segera menyesuaikan diri, dipastikan akan lebih cepat gulung tikar. Tak terkecuali di sektor pariwisata, hampir sebagian besar mesti menelan pil pahit.

Hal itu lantaran mesti menutup usahanya, sementara pengeluaran tetap berjalan baik untuk gaji karyawan maupun perawatannya. Melihat kondisi tersebut, Wisata Edukasi Ngusikan (Wedang) bersama dengan Asosiasi Desa Wisata (Asidewi) menggelar Diklat Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Kemasyarakatan pada (4/3) di Aula Wedang.

Memang tidak mudah. Namun bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Diawali dengan memetakan potensi serta melahirkan inisiator yang juga merupakan masyarakat desa. Kemudian ada niatan perubahan di masing-masih masyarakat desa, khususnya terhadap pola hidup yang lebih arif sesuai garapan pariwisatanya.

Selain dihadiri oleh masyarakat dan perangkat desa di Ngusikan, juga ada dari Mojokerto, pengelola pariwisata serta pihak pendamping dari Non-Govermental Organization (NGO) sekaligus Kementrian Pariwisata RI.

Baca Juga: Fakta Tersembunyi Kartini


Ketua Asidewi Pusat, Andi Yuwono, S.Sos., M.Si melihat bahwa ketika pariwisata harus menyerah pada pandemi Covid-19, maka akan banyak yang menjadi korban. Diperlukan perlawanan yang masif dan elok, seperti halnya menyesuaikan kembali bentuk pariwisata yang digagas dan dijalankan. Salah satunya adalah wistaa desa dengan pengelolaan secara kemasyarakatan. Sehingga secara bahu membahu, masyarakat terlibat aktif dan menjadi bagian dari pariwisata tersebut.



“Memang tidak mudah. Namun bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Diawali dengan memetakan potensi serta melahirkan inisiator yang juga merupakan masyarakat desa. Kemudian ada niaan perubahan di masing-masih masyarakat desa, khususnya terhadap pola hidup yang lebih arif sesuai garapan pariwisatanya,” terang Andi Yuwono.

Terbukti di Bali misalnya, pariwisata yang menganalkan modal besar cukup ngos-ngosan dalam mempertahankannya. Sebaliknya, bagi wisata desa yang dikelola bersama lebih mampu bertahan karena menjadi bagian dari kehidupan mereka, tambah Andhi Yuwono.



Langkah ini seiring dengan program dari Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi akan mewujudkan 10.000 desa wisata pada 2021. Terpenting ada tiga unsur utama yang terpenuhi yaitu edukasi, konservasi, dan pemberdayaan.

Sementara itu, Ketua Asidewi Kabupaten Jombang, Achmad Suhaib, mengatakan, di Jombang sendiri potensi tersebut pun ada. Terlebih sejumlah desa di 21 kecamatan di Kota Santri ini sangatlah potensial. Tinggal sedikit polesan serius hingga merubah citra supaya mampu lekat di masyarakat baik di dalam Jombang maupun di luar.



Menurut Achmad Suhaib, “Sebelumnya Jombang dikenal sebagai kawasan 1.000 pesantren dan religi sejalan dengan adanya makam KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Dari sana dapat dilihat bahwa keberadaan Gus Dur mampu memoles cepat menjadikan telatah Kebo Kicak ini sebagai daerah religi.”



Jadi, segala hal berkaitan dengan kedaerahan/desa mampu menjadi unggulan. Terjadilah simbiosis mutualisme menggerakan pelaku usaha masyarakat yang tergabung dalam UMKM. Dengan demikian, segala roda keunggulan yang ada mampu bergeliat bersama searah dengan perkembangan wisata desa tersebut.

Reporter/Foto: Donny Darmawan
Lebih baru Lebih lama