Rahmat Sularso Nh.*

Serasa tak ada pandemi Covid-19, meskipun di akui hingga kini belum tampak jelas hilal garis akhirnya. Semua terdampak, hampir seluruh sendi kehidupan manusia mesti lupuh bahkan gulung tikar. Namun tidak untuk perkembangan pendidikan, bermacam-macam inovasi mulai dihadirkan untuk mesiasati keterbatasan akses pertemuan lantaran virus dari Wuhan, Tiongkok yang masih sangat masif penyebarannya.

Tak terkecuali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI yang menggulirkan ‘Sekolah Penggerak’. Secara konteks maknanya memang terdengar seakan-akan sekolah melakukan langkah (baca: pergerakan/perpindahan) dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun yang diharapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim bukanlah hanya secara gramatikal saja. Melainkan terjadi sebuah transformasi nyata dalam dunia pendidikan sekolah ke arah lebih maju satu hingga dua langkah kedepannya.

Jombang sendiri sudah menangkap wacana ini. Dari pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang sudah merancang anggaran hingga memahami serta melakukan penyusunan strategi penerapannya. Nantinya di gadang akan dilangsungkan pada satu tahun mendatang.

Jika mencoba membaca dari beragam sumber yang menerangkan tentang Sekolah Penggerak (SP), memang sengaja dirancang terintegrasi dengan ekosistem yang ada di sekolah Se Indonesia. Artinya akan mewujudkan bangsa Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berpikir kritis, kreatif, bergotong-royong, seraya berkebhinekaan global.

Walaupun masih terbilang baru terdengar di telatah Kebo Kicak ini, sesungguhnya SP akan memberikan dampak jangka panjang yang baik. Bukan saja untuk segenap warga sekolah saja, melainkan juga kepada daerah di mana satuan pendidikan tersebut berada.

Secara keseluruhan SP akan menyentuh civitas pendidikan yang ada di sekolah. Utamanya dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dari kepala sekolah, guru, peserta didik, hingga karyawan dan stakeholder yang tertaut dalam laju pendidikan di sana.

Dalam mengawalinya nanti, Kemendikbud RI akan melakukan 5 (lima) intervensi yang diharapkan mampu melesapkan pemahaman serta praktik untuk mengaktualisasikan SP ini. Diantaranya adalah pendampingan konsultatif dan asimetris, penguatan SDM, perubahan paradigma pembelajaran, menitikberatkan manajemen berbasis sekolah, yang terakhir ialah pendigitalisasian sekolah.

Pada tahun pelajaran 2021/2022 Kemendikbud RI sudah memiliki tujuan melibatkan SP kiranya mencapai 2.500 satuan pendidikan yang berada di 34 provinsi juga 110 kabupaten/kota. Sedangkan pada tahun pelajaran 2022/2023 jauh lebih meningkat yakni 10.000 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 250 kabupaten/kota. Selang setahun kemudian di tahun pelajaran 2023/2024 kembali meningkat mencapai 20.000 satuan pendidikan, 34 provinsi, serta 514 kabupaten/kota. Ini bukan isapan jempol belaka, karena Nadiem Makarim menyatakan langsung dan akan terus berlangsung hingga 100% lembaga pendidikan.

Memang banyak sekali keuntungan yang di dapat oleh SP. Jika diperhatikan secara merinci satu persatu penjelasannya dalam standar pelaksanaan SP ini orientasinya adalah meningkatkan kualitas pembelajaran menyeluruh. Kurun waktu belajar peserta didik baik di jenjang SD/SMP mampu terjadi peningkatan yang signifikan mutunya. Disertai dengan tolak ukur pengukuran yang secara global (baca: bukan di Indonesia saja) dapat diterima. Melainkan sesuai standar pendidikan dan arus perkembangan dunia keutuhannya. Demikian pula aspek-aspek lain seperti yang disebutkan dalam 5 (lima) intervensi di atas. Tentunya juga dalam mewujudkannya akan ada tambahan suntikan anggaran. Oleh karena itu, meski di Kota Santri nantinya masih dipilih sekolah pilot project, sebelumnya sudah dianggarkan dana pendukungnya.

Baca Juga: Disdikbud Kabupaten Jombang Perbaiki Tata Naskah dan Kearsipan

Diakui bahwa SP ini bukanlah murni gagasan yang ditelurkan oleh Mendikbud RI era Nadiem Makarim. Melainkan upaya penyempurnaan program transformasi sekolah sebelumnya. Menilik kebutuhan dari kondisi zamannya.

Daripada itu, kedepannya akan terjadi bentuk-bentuk kolaborasi antara Kemendikbud RI dengan pemerintah daerah. Terkhusus komitmen Pemerintah Daerah (Pemda) dalam menjalankan program SP ini. Sejalan kemudian terjadi intervensi holistik. Maksudnya mulai dari SDM sekolah, pembelajaran, perencanaan, digitalisasi, dan pendampingan Pemda.

Menariknya, dari ruang lingkup cakupannya tidak mendekotomi sekolah tertentu. Misalnya yang telanjur terstigma sebagai sekolah unggulan ataupun sebaliknya. Melainkan dalam SP ini, seluruh sekolah akan di gandeng baik negeri maupun swasta tanpa terkecuali. Selain itu pendampingannya pun terbilang cukup lama hingga di rasa cukup ‘mentas’dan mampu menjalankan sendiri, yakni kurang lebih selama 3 (tiga) tahun pelajaran. Selanjutnya sekolah yang telah mampu menjalankan SP, wajib melakukan sendiri serta mengimbaskan kepada satuan pendidikan lainnya. Oleh sebab itu, harus ada inkorporasi atmosfer lelaku SP kesemuanya.

Walaupun masih terbilang baru terdengar di telatah Kebo Kicak ini, sesungguhnya SP akan memberikan dampak jangka panjang yang baik. Bukan saja untuk segenap warga sekolah saja, melainkan juga kepada daerah di mana satuan pendidikan tersebut berada. Misalnya dengan penyelenggaraan SP, kualitas individu atau SDM di daerah kian meningkat. Dengan kata lain, mempercepat peningkatan mutu pendidikan di daerah itu dengan total.

Semoga saja program SP ini ajek dilaksanakan hingga membuahkan hasil gemilang. Lantaran masih ada sisa cedera yang sangat terngiang, berganti menteri maka akan berganti program. Pastinya akan membuat pelaku di bawah akan gelagapan. Tak ubahnya saat pergantian kurikulum beberapa tahun silam.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan.

Lebih baru Lebih lama