MEGALUH – Kurang lebih 350 tahun Belanda menjajah Indonesia. Tentunya meninggalkan banyak jejak. Salah satunya adalah arsitektur bangunan khas dari negeri kincir angin tersebut. Seperti yang terlihat di Balai Desa Pacarpeluk, Kecamatan Megaluh.

Jika diperhatikan secara merenik, sangat kentara perbedaan bangunanannya dibandingkan balai desa pada umumnya. Sejumlah ornamen peninggalan masa lalu masihmkental terasa dengan gaya polesan Belanda dan Jawa.

Jika tahun ini direncanakan akan dilakukan renovasi kembali. Tetapi lebih fokus pemeliharaan kayu-kayu yang mulai keropos dan memperbarui ukirannya.

Bangunan tidaklah sepenuhnya dari batu bata dan semen seperti kebanyakan. Melainkan ada kayu jati yang terukir memenuhi setengah bangunan ini. Apalagi ketika akan memasuki joglo Balai Desa Pacarpeluk, sekaan mendapatkan sambutan gagah dan berwibawa karena adanya patung garuda yang tegak berdiri di atap dengan warna yang mencolok.

Baca Juga: Tahun Pelajaran Baru, Tak Semuanya Harus Baru

Diterangkan oleh Kepala Desa Pacarpeluk, Bambang Suirman ketika ditemui Majalah Suara Pendidikan pada (27/4), mulanya balai desa ini adalah rumah dari Mbah Buyut Konde yang dibangun pada tahun 1898. Disebut Mbah Buyut Konde sebab kerap menggelung rambutnya ke belakang persis konde. Selanjutnya dijual oleh keturunannya yakni Mbak Timan. Akhirnya sekarang menjadi balai desa serta beberapa rumah dan sekolah.



“Sempat melakukan renovasi pada tahun 2004 dikarenakan banyak ornamen bangunan yang mulai lapuk. Namun begitu, tak mengubah secara fundasional corak bangunan ini,” terang lelaki 55 tahun tersebut.



Sangking kuatnya kualitas bangunan pada masa pendudukan Belanda itu, genting yang terpasang selama berabad-abad ketika hendak diganti ternyata tidak direkatkan dan sekadar di tumpuk biasa, imbuh Bambang Suriman. Kemudian saat akan mengunci tiang-tiang penyangga agar tak bergeser bahkan rubuh, para tukang kuwalahan karena kerasnya kayu jati hingga tak sanggup ditembus mata bor.



Dipaparkan oleh Dyah Kusnowati, istri Kepala Desa Pacarpeluk serta keturunan ketujuh Mbah Buyut Konde bahwa perlu diadakan ritual khusus ketika akan memugar. Dengan kata lain sebagai ungkapan rasa syukur sekaligus pamit ke sejumlah leluhur supaya dilancarkan proses pengerjaannya.



Bambang Suirman mengakui, “Jika tahun ini direncanakan akan dilakukan renovasi kembali. Tetapi lebih fokus pemeliharaan kayu-kayu yang mulai keropos dan memperbarui ukirannya. Tentunya polanya masih serupa dengan yang asli. Selanjutnya pada empat pilar utama pun akan ditambah batu granit agar kian kokoh dan tampak elok.”

Reporter/Foto: Rabhita Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama