JOMBANG – Langkah Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang dalam menelorkan Draf Peraturan Bupati (Perbup) Cagar Budaya, menjadi babak baru bagi geliat aktivitas kebudayaan di Telatah Kebo Kicak. Berdasarkan hasil kajian registrasi benda cagar budaya yang dilakukan oleh Bidang Kebudayaan, Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Jombang tahun 2010 silam. Peninggalan cagar budaya seperti candi, prasasti, makam, dan lainnya tidak terlepas dari kesejarahan wilayah Jombang yang pernah menjadi imperium dua kerajaan besar. Mulai periode Medang Kamulan dibawah kekuasaan Mpu Sindok yang kemudian beralih ke tangan Airlangga, dan terakhir menjadi bagian Ibukota Majapahit.

Berkaca pada rentetan kesejarahaan tersebut, Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang. Drs. Didik Pambudi Utomo menjelaskan bahwa, sifat dari Perbup Cagar Budaya Kabupaten Jombang jika telah disahkan nantinya, akan merinci daripada Peraturan Daerah (Perda) Cagar Budaya Nomor 13 Tahun 2020. Namun bahan perincian tersebut juga tengah diupayakan memberikan warna baru di ranah pendidikan khususnya, di Kabupaten Jombang.

“Secara umum fungsi serta posisi dari Perbup Cagar Budaya ini untuk menjawab segala hal turunan yang berkenaan tentang Perda Cagar Budaya Kabupaten Jombang Nomor 13 Tahun 2020. Pun kedepannya, tidak hanya sebatas urusan teknis pasal per pasal yang menjadi perhatian dari Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang. Melainkan juga ke dunia pendidikan, mengingat kerja kebudayaan hari ini berada satu atap dengan pendidikan,” ujar Didik Pambudi Utomo.

Perbup Cagar Budaya nantinya bisa berkorespondensi ke ranah pendidikan, maka terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan. Utamanya pengemasan yang ideal antara cagar budaya dan pendidikan.

Hal tersebut turut dibenarkan oleh Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman, Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Iswahyudi Hidayat, S.Sos. Diakuinya upaya membangun koneksi cagar budaya ke dalam dunia pendidikan, tidak semudah membalik telapak tangan. Sebab, dibutuhkan formula tepat, termasuk keterlibatan beserta masukan dari lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), akademisi, praktisi, pegiat dan komunitas yang berkompeten pada bidang kebudayaan dan pendidikan. Selain membutuhkan pelbagai masukan tersebut, juga tantangan yang wajib dituntaskan oleh Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Jombang selanjutnya ialah melahirkan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).

Baca Juga: Berikut Tips Kembalikan Indra Perasa Akibat Covid-19

“Merujuk pada pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, memang mengharuskan tiap kabupaten/kota memiliki TACB. Tinggal nantinya, ketika Draf Perbup Cagar Budaya ini telah disahkan menjadi sebuah produk hukum, maka Kabupaten Jombang harus memiliki TACB sesuai Tugas, Pokok, dan Fungsi (Tupoksi),” imbuh Iswahyudi Hidayat.

Formula Cagar Budaya Masuk Sekolah

Mengutip dari artikel ilmiah jurnal Aristo yang diterbitkan oleh Universitas Muhammadiyah Ponorogo, mengenai Pendidikan Konservasi Perspektif Warisan Budaya Untuk Membangun History Of Life. Cagar budaya sebagai warisan benda dan keterkaitannya dengan dunia pendidikan, dapat di korelasikan sebagai bahan pembentukan karakter pada peserta didik.

Terdapat manfaat kala cagar budaya ini dijadikan sebagai sumber pengetahuan di dunia pendidikan bagi peserta didik. Diantaranya, 1) Tumbuhnya rasa memiliki dan kebanggaan terhadap dinamika bangsa, 2) Peduli terhadap budaya lokal, 3) Menguatkan kembali sisi nasionalisme dan cinta terhadap tanah air meski berada di tengah tantangan budaya globalisasi, 4) Mampu memberikan pelakatan pengetahuan terhadap pembentukan, perkembangan dan dinamika kebangsaan.

Selain keempat poin manfaat tersebut, manfaat lain yang bisa dituai dari upaya memasukkan pengetahuan cagar budaya ke ranah pendidikan ialah terciptanya proses pendidikan konservasi dalam perspektif warisan budaya. Hal ini akan semakin komplet jika terdapat sebuah gerakan pembaruan pendidikan yang akan bermuara pada sebuah pembelajaran bermakna. Dimana didalamnya akan menfungsikan eksistensi reposisi hasil kebudayaan guna mewujudkan kecintaan warisan budaya secara berkelanjutan secara dimensi kultural.



Tidak jauh berbeda dari dengan uraian diatas, Kepala Seksi Sejarah dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Anom Antono, S.Sn. turut mengutarakan pendapatnya. Menurutnya, terdapat tiga aspek yang akan menjadi fokus koridor pelaksanaan cagar budaya masuk sekolah. Diantaranya ialah pengenalan, pelestarian, dan pemeliharaan. Tiga aspek ini menjadi penting, karena antar poinnya substansinya saling bertautan.

Menanggapi persiapan Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang seraya upayanya merambah dunia pendidikan, Budayawan Jombang, Nasrul Ilahi memiliki pandangan tersendiri. Menurut pria yang sudah malang melintang dalam geliat kebudayaan di Kabupaten Jombang ini, jika Perbup Cagar Budaya nantinya bisa berkorespondensi ke ranah pendidikan, maka terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan. Utamanya pengemasan yang ideal antara cagar budaya dan pendidikan.

Pria yang akrab disapa Cak Nas ini menjelaskan, “Tentunya ini berkaitan erat dengan pengetahuan masa lalu dan sudah semestinya dikemas semenarik mungkin, agar peserta didik mampu mengetahui dan memahami definisi, jenis, bentuk beserta periode cagar budaya yang ada di Kabupaten Jombang. Namun sebelum jauh ke ranah praktik, hendaknya disusun terlebih dahulu bentuk diktat ataupun materi yang menjadi rujukan pembelajaran. Penyusunannya bisa berdasarkan olah data dan riwayat cagar budaya yang sudah terhimpun, baik dari BPCB Provinsi Jawa Timur maupun komunitas pegiat cagar budaya yang aktif di lapangan. Kemudian, penerapannya dapat diawali dengan metode terapan audio visual, lewat susunan materi yang disajikan. Ini harus dikuatkan supaya peserta didik di pelbagai tingkatan mendapat gambaran konkret mengenai bentuk peninggalan budaya masa lampau secara menarik.”

Metode lain yang bisa diterapkan ialah melalui pembiasaan kunjungan ke situs cagar budaya. Diharapkan para guru memiliki kecakapan untuk mendorong bentuk konkret dari kunjungan maupun penjelasan secara visual. Salah satunya melalui tulisan atau transformasi pengalaman tiap peserta didik ketika mengetahui cagar budaya. Semisal bercerita atau membuat gambar yang nantinya peserta didik juga akan mampu menilai seni arsitektur pada cagar budaya tersebut.



“Memang terdengar cukup sulit, namun nantinya ketika ini dipraktikkan hasilnya akan cukup baik bagi dunia pendidikan, lebih-lebih menumbuhkan kecintaan terhadap sejarah dan budaya lingkungan sekitar,” jelas Nasrul Ilahi.

Berbagai metode tersebut, juga tidak terlepas dari kompetensi para guru, yang dalam hal ini diampu oleh Kelompok Kerja Guru (KKG) SD dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS Kabupaten Jombang. Menurut Nasrul Ilahi pengembangan kompetensi para guru pengampu mata pelajaran yang berkaitan dengan situs cagar budaya di Kabupaten Jombang, masih cukup relevan. Sehingga diharapkan bisa menjadi awan cerah geliat kebudayaan di kota kelahiran Ludruk ini.



Sementara Ketua Forum MGMP IPS Kabupaten Jombang, Drs. Soeharjanto mengemukakan, relevansi cagar budaya dengan dunia pendidikan dalam konteks lokal, sudah terakomodasi pada Kurikulum 2013 (K-13). Oleh karenanya, dari yang sudah ada tersebut semestinya dimaksimalkan lebih lanjut kepada pemahaman peserta didik.

Didik Soeharjanto berpendapat, “Di sini perlu dipahami bahwa sejak ditelorkannya K-13, secara eksplisit memang sudah mengarahkan pemahaman peserta didik untuk lebih peka terhadap lingkungan di sekitarnya. Termasuk pemahaman nilai kesejaharahan cagar budaya lokal di sekolah, dalam hal ini sudah diterapkan oleh guru melalui audio visual. Sebagai contoh ketika penemuan Situs Sumberbeji. Ketika itu sedikit banyak kami imbaskan pada pembelajaran di kelas melalui cuplikan video dari YouTube maupun gambar dari laman yang kami susun melalui power point. Besar harapan kami jika Perbup Cagar Budaya sudah disahkan nantinya semakin mempertegas kembali kedudukan serta keterkaitan antara cagar budaya dalam dunia pendidikan.”



Menurut pegiat dan pemerhati situs cagar budaya, Doni Wicaksonojati dari Komunitas Tapak Jejak Kadiri, langkah untuk memadukan kebudayaan, khususnya cagar budaya ke ranah pendidikan di Kabupaten Jombang patut diapreasiasi. Pasalnya, langkah pemerintah daerah yang membuat Perbup Cagar Budaya dan kemudian diturunkan ke dunia pendidikan masih bisa terhitung jari. Artinya geliat kegiatannya belum banyak.

“Bilamana latarbelakang lahirnya Perbup Cagar Budaya di daerah, mayoritas masih berkutat pada hal teknis, seperti halnya pemeliharaan dan perlindungan. Maka langkah Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang untuk menyelaraskanya dapat dikatakan sebuah pengembangan program yang baik. Namun hal ini juga memerlukan dukungan dari semua pihak, utamanya Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Karena cakupan kebudayaan di lapangan memang luas dan membutuhkan sebuah konsistensi dalam menjalankan program demi program yang ada,” ungkap Doni Wicaksonojati.

Bagi pria yang sejak tahun 1998 sudah menggeluti dunia pelestarian cagar budaya di lingkup komunitas lokal ini, selain dibutuhkan konsistensi, perkara lain yang tak kalah pentingnya ialah terus mengolah metode sekaligus data cagar budaya. Perihal metode, pria yang juga mengelola Galeri Baca Sejarah dan Budaya Gerbang Nirwwana Kadhiri di Kelurahan Bangsal Kecamatan Pesantren Kota Kediri ini, berpandangan bahwa langkah efektif yang bisa mengawali pemahaman peserta didik kepada situs cagar budaya ialah merangkai cerita tutur yang berkaitan dengan situs cagar budaya setempat

Doni Wicaksonojati mengatakan, “Idealnya, jika menghadapi peserta didik di jenjang dasar, membangun suasana kesejarahan lewat folklore daerah setempat, lebih memikat dan akan mendorong rasa penasaran peserta didik, baru kemudian diarahkan untuk mengenal dan memahami situs cagar budaya yang ada.”

Selanjutnya, Doni Wicaksonojati menambahkan, pada jenjang lebih lanjut, yakni di jenjang SMP dan SMA cara pengenalan yang relevan ialah melalui pemaparan data situs cagar budaya yang lengkap. Menurutnya, data ini penting karena bisa dijadikan bahan rujukan untuk mini riset bagi peserta didik jenjang SMP dan SMA, misal dalam bentuk makalah. Maka perincian data adalah hal yang wajib dilakukan tatkala mengajak peserta didik SMP dan SMA berkesplorasi di lapangan.

“Selain itu pegiat kebudayaan setempat, mulai dari lini birokrasi yang dalam hal ini menjadi tanggung jawab Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang. Serta tingkat komunitas sedianya membuat skala prioritas, situs cagar budaya mana yang sekiranya sesuai dan menarik bagi peserta didik di usia matang. Semisal melakukan studi lapangan kesejarahan di situs Petirtaan Sumberbeji, pihak sekolah, bidang kebudayaan maupun komunitas harus bersinergi. Apabila berkomitmen di ranah pelestarian, pengenalan dan pemeliharaan situs yang memintasi aspek pendidikan. Utamanya agar gairah menjaga kebudayaan lokal tetap terjaga di semua lini. Baik secara birokrasi maupun komunitas akar rumput,” urainya.



Arkeolog Badan Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur, Muhammad Ichwan, S.S, hubungan cagar budaya dengan dunia pendidikan, sejatinya memang berkelindan erat. Menautkan nilai kesejarahan cagar budaya ke dunia pendidikan memang sangat penting. Lantaran menyangkut eksistensi kebudayaan dari masa ke masa.

Diakui oleh Muhammad Ichwan yang ditemui di lokasi penemuan koin kuno di Desa Betek, Kecamatan Mojoagung, “Apalagi jika dikenalkan sejak usia dini, maka pemahaman yang mengakar soal cagar budaya sebagai fundamen bangsa, diharapkan menjadi dasar pemikiran pendidikan dan kebudayaan di masa mendatang.”

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama