JOMBANG – Keberadaan benda maupun kawasan cagar budaya di Jombang tak dapat diingkari cukup banyak. Selain dari runtutan sejarah dahulu bahwa Jombang termasuk daerah persebaran beberapa kerajaan besar yang ada di tanah Jawa. Namun cukup disayangkan karena kalau diperhatikan cukup minim yang diberikan perhatian.

Atas dasar itulah menggugah Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang mencoba menginisasi kehadiran Peraturan Bupati (Perbup) Cagar Budaya. Kedepannya diharapkan dengan adanya Perbup Cagar Budaya tersebut yang saat ini masih dalam bentuk draf penyusunan itu mampu menjadi jalan tengah dalam menemukan formulasi yang tepat dalam penanganan benda maupun khwasan cagar budaya yang ada.

Tak dapat dielakan lagi memang sebagian telah menyalahi aturan dalam pengelolaan serta pemugarannya. Sehingga menyebabkan kehilangan ruh atau esensi daripada benda atau kawasan cagar budaya tersebut. Hal ini tidak dipungkiri oleh Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman, Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Iswahyudi Hidayat, S.Sos bilamana terdapat perubahan kodisi cagar budaya yang ada di Kota Santri ini. Selain disebabkan adanya pemahaman yang kurang, juga hanya menganggap sebagai tempat masa lampau yang perlu dipercantik tanpa mengindahkan esensi dasar sebuah upaya pemeliharaan benda serta kawasan cagar budaya yang benar.

Jaminan teknis ini dijabarkan dalam upaya penyelamatan, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan potensi benda cagar budaya yang dilakukan pemerintah bersama partisipasi masyarakat. Wujud pengembangan tata kelola disajikan dari hulu dan hilir.

“Di cagar budaya Jladri atau Bendader yang ada di Desa Sumbergondang, Kecamatan Kabuh misalnya. Dalam pemugarannya sangat tidak sesuai dan dapat merusak cerita-cerita yang tersimpan di sana,” ungkap lelaki berkacamata ini.

Penyusunan Perbup Cagar Budaya ini mengadopsi dari Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jombang Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Cagar Budaya. Iswahyudi Hidayat menjelaskan terkait kebijakan tersebut masih dalam bentuk draf yang digagas bersama. Draf tersebut dirancang secara implusif dan belum mengatasnamakan Disdikbud Kabupaten Jombang, tetapi sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pengampu. Pertimbangannya secara teknis terkait dimungkinkannya terjadi pemekaran OPD. Contohnya adanya kemungkinan bidang kebudayaan yang kembali dengan Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya, dan Pariwisata. Jika terjadi maka Perbup Cagar Budaya tetap masih berlaku.

Baca Juga: Desa Gumulan, Kecamatan Kesamben Legenda dan Tradisi Bergumul

Menurut Iswahyudi Hidayat, “Kehadiran Perbup Cagar Budaya memperkuat pondasi pada regulasi dalam melaksanakan ketentuan dasar dan menyikapi segala upaya pemberdayaan serta pelestarian cagar budaya di Kabupaten Jombang. Kebutuhannya juga bertujuan mempertegas dan memperjelas arahan Tugas, Pokok, dan Fungsi (Tupoksi) sesuai bidang yang diampu oleh setiap pemangku kepentingan dari pelaksana lapangan hingga ke jenjang struktural tingkat OPD.”

Salah satu pegiaat kesenian Jombang yang konsen memperhatikan perihal situs cagar budaya, Inswiardi menekankan cakupan Draf Perbup Cagar Budaya mengagas pembahasan dengan serius pada dua makna yakni jaminan hukum dan teknis dalam tata kelola potensi cagar budaya di Kabupaten Jombang.

Inswiardi menerangkan, “Jaminan teknis ini dijabarkan dalam upaya penyelamatan, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan potensi benda cagar budaya yang dilakukan pemerintah bersama partisipasi masyarakat. Wujud pengembangan tata kelola disajikan dari hulu dan hilir.”



Pria yang sering disapa Iin tersebut memaparkan, pelaksanaan tata kelola hulu seperti input data. Prosesnya dilakukan oleh tim penerima pendaftaran potensi benda cagar budaya yang dibentuk langsung oleh Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang dan tim pengkaji diamanatkan kepada ahli cagar budaya. Ahli cagar budaya tersebut mengusulkan secara tertulis ke Disdikbud Kabupaten Jombang serta kepada Bupati Jombang untuk penetapan benda sekaligus kawasan cagar budaya.

“Garis batas kedua tim ini harus jelas, agar tidak tumpang tindih satu sama lain. Potensi tumpang tindih sangat terbuka pada peran tim verifikator penerima pendaftaran yang dituntut untuk menjaga keakuratan data pendaftaran. Sedangkan tim ahli bertugas mengkaji data yang diserahkan oleh tim penerima pendaftaran potensi benda cagar budaya,” ulas Inswiardi.

Telaah Inswiardi, jika mengulas tentang tata kelola hilir secara teknis yang tergambar masih normatif. Seperti proses penyimpanan benda cagar budaya yang masih dipercayakan kepada museum. Poin selanjutnya yakni menekankan upaya penetapan kawasan pemanfaatan selain zona A bangunan inti cagar budaya atas dasar rekomendasi tim ahli.

“Berbicara tentang potensi cagar budaya di Jombang, pemerintah desa harus di dorong seluas-luasnya untuk menjadi sumber pengetahuan kesejarahannya. Setidaknya melalui desa, masyarakat mendapatkan tiga hal diantaranya cerita rakyat di desa, potensi benda cagar budaya, pewarisan nilai tradisi (upacara adat), serta manuskrip-manuskrip lama,” tutur Inswiardi.

Inswiardi menambahkan, mendorong desa menjadi sumber pengetahuan, bukan tanpa kerja keras. Justru menjadi sebuah tantangan pengembangan kreativitas pemerintah daerah dipertaruhkan. Keberadaan museum dapat menjadi rujukan dalam Perbup Cagar Budaya, namun rumah budaya desa mampu menjadi satelit yang memperkaya kedudukan museum. Hal ini mempertimbangkan beberapa aspek, seperti situasi dan kondisi. Misal keterbatasan biaya, ego sektoral, penghormatan leluhur, dan lain sebagainya. Tidak semua benda cagar budaya dapat ditampung di museum. Sehingga rumah budaya desa menjadi suatu alternatif penyimpanan.



“Tidak sulit jika ingin mewujudkan rumah budaya desa. Pemerintah Jombang dapat mendorong partisipasi masyarakat, membangun jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan penggiat cagar budaya. Bersama akan dapat melakukan banyak hal, salah satunya ialah asesmen potensi cagar budaya di desa, pelatihan interpreter yang memberikan bekal anak muda dalam pengetahuan tentang objek cagar budaya dan cara menafsirkan objek, kemampuan dasar pendokumentasian serta penyimpanan potensi cagar budaya,” terang Inswiardi.

Pendiri Sanggar Bhagaskara Trowulan, Supriyadi mengungkapkan, “Keputusan untuk membuat Perbup Cagar Budaya menjadi wujud penguat gerakan pelestarian. Diakui langkah pemerintah daerah dan Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang cukup inovatif. Sehingga pihak komunitas, pemangku kepentingan tingkat desa hingga kecamatan sebagai benteng pertahanan terdepan dalam berperan aktif memelihara cagar budaya. Tentu dasarnya harus disesuaikan dengan Perda atau Perbup yang telah ada.”



Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur, Muhammad Ichwan, S.S.,M.A menjabarkan, dalam Perbup Cagar Budaya ini cakupannya memang fokus di tingkat kabupaten/kota tersebut. Kabupaten/kota memiliki kuasa dalam mendata namun untuk penetapan penemuan benda cagar budaya hanya oleh tim ahli. Diketahui kabupaten/kota tidak mempunyai tim ahli cagar budaya. Jika menginginkan, proses penunjukkannya dengan kriteria seseorang tersebut memang layak dan memahami cagar budaya. Orang terpilih akan melaksanakan uji kompetensi dari tim asesmen BPCB Pusat. Ketika lolos, tim ahli tersebut mendapatkan sertifikat sebagai tim ahli cagar budaya wilayah tersebut.

“BPCB Provinsi Jawa Timur menjadi terfasilitasi dengan adanya Perbup Cagar Budaya yang dimiliki Kabupaten Jombang dalam waktu dekat. Upayanya sudah mengejawantahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Benda Cagar Budaya. Selain itu juga mewadahi komunikasi terdekat di tingkat kabupaten/kota untuk mendapatkan sikap dan perhatian yang erat kaitannya dengan pelestarian tanpa dengan segera didatangi pihak provinsi secara langsung. Tingkat kesegeraan ini merupakan tindakan wajib dan penting dilakukannya sebuah pendataan serta mengambil beberapa sampel dari hasil temuan,” tandas Muhammad Ichwan.

Muhammad Ichwan menambahkan beberapa penemuan memang tak semuanya harus dimiliki pemerintah daerah dan atau provinsi. Kepemilikan ini juga dapat diakui secara pribadi dari pemilik lahan. Muhammad Ichwan meruntut bahwa ketentuan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Benda Cagar Budaya.



Kepala Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang, Drs. Didik Pambudi Utomo, mengafirmasi perihal pentingnya legitimasi hukum. Sejauh ini Kabupaten Jombang belum memiliki tim ahli cagar budaya. Didik Pambudi Utomo mengakui bahwa selama ini dalam pemberian status cagar budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, dan atau satuan ruang geografis, Pemerintah Kabupaten Jombang masih mengandalkan rekomendasi tim ahli cagar budaya dari BPCB Provinsi Jawa Timur.

Didik Pambudi Utomo menerangkan, “Diketahui kawasan cagar budaya memiliki manfaat dalam keilmuan, keindahan, sejarah, dan budaya. Sehingga keberadaannya semestinya harus diselamatkan untuk generasi mendatang. Kesesuaian ini ditegaskan dengan keseharusan seorang juru pelihara melakukan perawatan tak sekedar membersihkan tetapi juga memperhatikan kebutuhan pelestarian area benda cagar budaya. Selain itu juga mampu mendefenisikan setiap peninggalan sejarah kepada para pengunjung serta memahami beberapa wilayah yang layak dilakukan pemugaran. Realisasi pemugaran di lingkungan zona A juga harus seturut dengan ketentuan serta instruksi dari BPCB Provinsi Jawa Timur.”

Tindak lanjutnya ialah pengembangan kesejahteraan juru pelihara di kemas dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Se Kabupaten Jombang. Paska pembekalan diharapkan para juru pelihara lebih menguatkan tupoksinya meski dasar pengalaman pendidikannya yang beragam.

“Dasar kami perjuangkan dalam upaya peningkatan pendapatan per bulan dari juru pelihara naungan Bidang Kebudayaan, Disdikbud Kabupaten Jombang. Sementara masih enam juru pelihara yang kami data dan diusulkan untuk kenaikan pendatapan per bulan. Lantaran tidak semua benda cagar budaya memiliki juru pelihara,” ulas pria pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan, Disdikbud Kabupaten Jombang tersebut.

Didik Pambudi Utomo berpendapat, meski kenaikan gaji tak signifikan hingga batas Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Jombang setidaknya sedikit membantu meningkatkan kualitas ekonomi juru pelihara. Sehingga secara bertahap kualitas kesejahteraan akan mengikuti berdasarkan tupoksinya menjadi juru pelihara.

“Kebutuhan kesejahteraan tersebut, kami tuangkan dalam Perbup Cagar Budaya pada insentif bagi para juru pelihara cagar budaya. Hal ini penting untuk mendorong para juru pelihara giat meningkatkan kualitas kerjanya,” punkas Didik Pambudi Utomo.



Budayawan Jombang, Nasrul Ilahi menyatakan bahwa satuan pendidikan menjadi wadah yang tepat bagi proses pengembangan Perbup Cagar Budaya yang tahun ini di launching. Keseuaian ini dapat diaplikasikan diberbagai jenjang pendidikan sehingga efektif untuk meneruskan perwujudan Perbup Cagar Budaya dalam implementasinya secara langsung di masyarakat. Penggemaan menjadi satu perantara yang dipergunakan untuk menyelaraskan maksud dan tujuan Perbup Cagar Budaya dihadirkan di Kabupaten Jombang.

“Guru menjadi corong yang efektif sebagai pelaku sosialisasi Perbup Cagar Budaya yang kemasannya mendefenisikan secara tersirat tentang keterkaitan sejarah dengan keadaan saat ini, etika, hingga sanksinya jika melakukan tindakan melanggar pada pelestarian cagar budaya. Hingga peserta didik akan timbul rasa bersalah jika melanggar dan atau tidak melaksanakan sesuai yang disarankan,” terang Nasrul Ilahi.

Nasrul Ilahi menambahkan, terlebih pada generasi milenial kini semakin dimudahkan dengan kecanggihan teknologi dewasa ini pada kebutuhan setiap informasi. Tak jarang jika bentuk penyampaian dikaitkan dengan kecanggihan teknologi. Selain sesuai dengan kebutuhan peserta didik saat ini, tampilannya juga memberikan kenyamanan dan ketertarikkan.

“Penjelasan perlu dilakukan agar peserta didik mengenalkan sejak dini cagar budaya yang ada di sekitarnya. Pengenalan ini menjadi tahap awal bagi peserta didik untuk menelusuri sejarah hingga melakukan penelitian tentang cagar budaya yang mereka miliki,” ungkap adik dari Budayawan kondang Emha Ainun Najib ini.

Nasrul Ilahi menjabarkan, jika Disdikbud Kabupaten Jombang ingin mencanangkan program cagar budaya yang masuk dalam pendidikan, terlebih dahulu mempersiapkan acuan yakni buku panduan bagi tiap jenjangnya. Buku panduan tersebut mendefenisikan terkait cagar budaya yang dimiliki Jombang. Realisasinya tentu melibatkan beberapa pihak, seperti koordinasi dengan juru pelihara, mengadakan pelatihan untuk guru sejarah dan seni budaya terkait cagar budaya. Sedangkan pada jenjang SD, pendekatannya secara langsung dengan mempergunakan metode seperti dongeng dan bermain. Selain mampu dipahami secara mandiri juga akan menimbulkan sebuah perwujudan pembelajaran yang menyenangkan.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y.
Lebih baru Lebih lama