PETERONGAN – Sebagai salah satu bagian dari kebudayaan luhung, Wayang Kulit tidak sekadar tontonan tanpa makna. Melainkan, sebuah seni pertunjukkan yang sarat akan petuah laku hidup. Oleh karenanya, tidak jarang hari ini Wayang Kulit digunakan sebagai medium pembelajaran. Lewat metode kreatif inilah, baik guru dan peserta didik mampu membangun pembelajaran yang efektif serta mengena.

Seperti yang dilakukan oleh Guru Kelas VI, SDN Bongkot Kecamatan Peterongan, Mulyono, S.Pd.. Berbekal kecintaannya terhadap kesenian Wayang Kulit dan Mata Pelajaran (Mapel) Bahasa Jawa semasa duduk di bangku sekolah. Dia menjadikan Wayang Kulit sebagai medium pembelajaran melalui sebauh tontonan video yang bermuatan pembelajaran. Selain menarik perhatian peserta didik lebih menyeluruh, ternyata juga sangat potensial menggiring fokus pembelajaran.

Dari ide kreatif tersebut, peserta didik kelas VI, SDN Bongkot Peterongan yang diampunya, secara kognitif mampu mengerjakan tugas yang diberikan, dengan nilai rata-rata 7,5 sampai 8,00.

“Dulu ketika masih sekolah, saya memang gemar melahap artikel berbahasa Jawa yang ada di Majalah Panyebar Semangat dan Joyoboyo. Ditambah pula dengan kegemaran saya menonton Wayang Kulit. Maka setelah menjadi guru seperti saat ini, terbesit motivasi untuk turut mengenalkan Wayang Kulit kepada peserta didik dengan menjadikannya sebagai media pembelajaran,” terang Mulyono.

Gayung pun bersambut, ide Mulyono untuk mengenalkan Wayang Kulit secara riil pada peserta didiknya terealisasi kala awal memasuki pembelajaran di masa pandemi. Meski tidak bisa dengan tatap muka, hal tersebut tidak menjadi kendala berarti. Sebab, gagasannya tersebut mendapat dukungan penuh dari pihak sekolah.

Baca Juga: BOP PAUD 2021 Fokuskan Pembelajaran Saat Pandemi

Mulyono, menjelaskan, “Ide membuat video pembelajaran melalui Wayang Kulit ini memang didasari oleh kewajiban saya dalam menuntaskan materi Cangkringan Bahasa Jawa di Bab IV yang bersumber dari buku pegangngan guru, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dalam membuat video pembelajaran dengan Wayang Kulit, saya mengambil penokohan Punokawan. Saya lakonkan sosok Semar adalah seorang guru dan empat Punokawan lainnya adalah peserta didik. Dengan begitu meski hanya lewat video, peserta didik di rumah memahami tuntas materi yang dipelajarinya.”

Dari ide kreatif tersebut, peserta didik kelas VI secara kognitif mampu mengerjakan tugas yang diberikan, dengan nilai rata-rata 7,5 sampai 8,00. Bagi Mulyono, hal ini cukup positif, sebab bisa menjadi tolak ukur bahwa penyampaian Mapel Bahasa Jawa yang dibalur dengan Wayang Kulit sederhana bisa diserap dengan baik oleh peserta didik.



“Selain mempermudah pembelajaran, saya berkeinginan peserta didik memiliki kecintaan terhadap Wayang Kulit secara murni dari panggilan hati mereka. Sebab dalam Wayang Kulit, bentuk pembelajaran baik karakter, kognitif, dan afektif sudah terangkum semuanya,” jelas Mulyono.

Guru Kelas IV SDN Bongkot, Mochamad Ali Imron, S.Pd., juga mendukung gagasan rekan seprofesinya itu. Menurut Mochamad Ali Imron, kreativitas guru dalam merangkum materi agar mudah diserap oleh peserta didik, sudah menjadi suatu kewajiban.



“Wayang Kulit bagi kami tentu bukan barang asing, karena sejak 2009, SDN Bongkot memiliki satu set Wayang Punokawan yang dipajang di kelas. Tujuannya agar peserta didik mudah mengenal budayanya sendiri. Dari rentang waktu berjalan, barulah di tangan Mulyono, Wayang Kulit tersebut dikreasikan secara menarik dan sederhana,” tandas Mochamad Ali Imron.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama