Kepala Urusan Perencanaan Desa Galengdowo, Sutarno, saat menunjukkan jarum pengukur ketersediaan Biogas yang ada di rumahnya. (donny)


WONOSALAM – Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Kecamatan Wonosalam menjadi lantai keduanya Kabupaten Jombang. Kecamatan ini menyediakan aneka ragam potensi alam. Mulai dari sektor pariwisata, perkebunan, pertanian, dan peternakan, yang hingga kini terus berkembang. Utamanya di Desa Galengdowo telah kondang dengan potensi peternakan sapi perah.

Diceritakan oleh Kepala Desa Galengdowo, Wartomo, S.Sos. masuknya sapi perah di desa yang sudah dipimpinnya selama dua periode ini bermula pada 1981. Kala itu Kementrian Pertanian era Orde Baru menyalurkan Bantuan Presiden (Banpres) sapi sebanyak lima ekor.

“Saat itu, saya masih duduk di bangku sekolah dasar, Banpres dibagi merata untuk semua desa di Kecamatan Wonosalam. Seiring berjalannya waktu, Banpres ini berkembang pesat dan berpotensi berkembang di Desa Galengdowo. Syukur sampai hari ini masih bertahan dan menjadi sumber mata pencaharian warga,” tutur Wartomo.

Pengembangan desa, selain pembangunan fisik juga harus membangun potensi sumber daya yang ada. Baik manusianya dan alamnya, sebab keduanya bisa diramu guna memajukan eknomi desa.

Cerita Wartomo bukan sekadar isapan jempol. Tercatat sampai periode 2021 ini, sebaran peternak di desa yang memiliki lima dusun tersebut mencapai 500 peternak dengan jumlah total kepemilikan sapi perah sebanyak 4.000 ekor. Dari jumlah itu, terbanyak ada di Dusun Pengajaran dan Galengdowo. Merunut besaran jumlah tersebut, pihak Desa Galengdowo kemudian mengoptimalisasi daya potensi peternakan sapi perah lewat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Baca Juga: Apakah Dibutuhkan Ijazah PAUD Untuk ke SD?

Wartomo menjelaskan, “BUMDes Lohjinawi, Desa Galengdowo yang didirikan sejak 2015 sudah memiliki 250 anggota. Bentuk usahanya pengolahan unit susu yang dinamai Rahayu Mandiri. Namun baru beroperasi dua tahun kemudian yakni pada 2017. Hasilnya mampu menggerakkan roda ekonomi desa dan warga. Dibuktikan dengan produktivitas seluruh peternak sapi perah yang menghasilkan 5.000 liter atau setara dengan 8 sampai 9 ton susu tiap harinya.”

Kotoran Sapi Perah Bernilai Manfaat

Desa Galengdowo sendiri masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) pengembangan mandiri energi Biogas periode 2018-2023 oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang. Hal itu diterangkan oleh Kepala Bidang Konservasi, DLH Kabupaten Jombang, Mohammad Amin Kurniawan, S.T., M.Ling. Menurut Amin, dipilihnya Desa Galengdowo sebagai titik pengembangan Renstra DLH Kabupaten Jombang, karena tidak terlepas dari upaya penguraian masalah limbah kotoran sapi di wilayah hulu.

Kepala Dusun Pengajaran Desa Galengdowo, Darmaji, saat memproses kotoran sapi perah untuk dimasukkan ke dalam tanki digester (penampungan) yang kemudian diproses menjadi Biogas. (donny)

“Berdasarkan hasil penelusuran dan studi tim kami di lapangan, terdapat penurunan kualitas air sungai di wilayah Kecamatan Wonosalam dan Bareng yang disebabkan oleh pembuangan limbah kotoran sapi. Oleh karena itu, dalam upaya penanganan limbah kotoran sapi ini kami sudah bekerjasama dengan pihak desa. Dalam pelaksanaan Renstra DLH Kabupaten Jombang yang berjalan bertahap, kedepannya kami upayakan pembangunan unit biogas sebanyak 6 sampai 7 unit sampai tahun 2023,” papar Mohammad Amin Kurniawan.

Kepala Desa Galengdowo, Wartomo, S.Sos. saat dijumpai di kediamannya. (donny)

Dari jumlah tersebut, DLH Kabupaten Jombang selaku organisasi perangkat daerah yang berkewajiban menanggulangi permasalahan lingkungan di seluruh penjuru Kota Santri, memiliki skala prioritas. Skala prioritas ini mencakup kriteria penerima hibah pembangunan unit biogas.

Mohammad Amin Kurniawan menerangkan, “Prioritas kami kepada peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah 3 sampai 5 ekor. Untuk 5 ekor sapi perah dewasa, hasil biogas dapat dipakai 2 kepala keluarga dengan kapasitas 4 sampai 6 kubik. Sementara untuk hitungan per meter kubiknya, ialah satu kubiknya setara dengan kotoran 1 ekor sapi perah dewasa per hari.”

Tengara berupa stiker tertempel di tiap rumah warga Desa Galengdowo yang sudah memakai Energi Biogas. Tengara ini dipasang oleh tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang. (donny)

Meski demikian pelaksanaan di lapangan tetap terselip beberapa kendala. Di antaranya perihal pengoperasian biogas yang belum seluruhnya terpasang, karena sapi perah biasanya sudah dijual. Juga kesadaran warga akan dampak pembuangan limbah kotoran sapi perah di sungai yang masih minim.

Kepala Bidang Konservasi Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang, Mohammad Amin Kurniawan, S.T., M.Ling. saat ditemui di ruang kerjanya. (donny)

“Untuk itu kami intens berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Desa Galengdowo, tujuannya agar pengolahan limbah kotoran sapi perah menjadi sumber mandiri energi yang ramah lingkungan. Sejalan dengan munculnya kesadaran warga akan keberlanjutan lingkungan yang bersih,” kata Mohammad Amin Kurniawan.

Api biru yang bersumber dari Biogas dan kompor modifikasi milik Sutarno. (donny)

“Sebab tanpa disadari penyumbang gas emisi terbesar juga berasal dari limbah peternakan sapi perah. Maka dari sisi lainnya lagi biogas juga akan membantu menghemat pengeluaran warga, jika dibandingkan dengan pengeluaran gas elpiji bulanan. Selisihnya adalah warga bisa menghemat dua tabung gas per-bulannya,” imbuhnya.

Kepala Urusan Perencanaan, Desa Galengdowo, Sutarno, tak mengelak akan hal tersebut. Menurutnya secara ekonomis, menggunakan biogas cukup membantu mengirit belanja bulanan istrinya.

“Sejak saya menggunakan biogas ini, kebutuhan dapur lebih hemat. Sekaligus memberdayakan lingkungan secara berkelanjutan,” tutup Sutarno singkat.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama