Dok.MSP

Rahmat Sularso Nh.*

Tugas guru tidaklah senyampang yang terlihat dalam ruang kelas. Memberikan pembelajaran hingga bimbingan kepada peserta didik. Melainkan serentet tugas lain di belakang panggung pentasnya sebagai seorang guru tentu sangat banyak. Mulai meningkatkan kualitas dan keprofesionalannya hingga dalam jabatan fungsionalnya di Penilaian Angka Kredit (PAK) pun mesti secara istiqomah melakukan peningkatan.

Tetapi di Jombang sendiri sepertinya langkah dalam pengajuan PAK tidaklah semudah yang dibayangkan. Terbukti dari jumlah yang mendaftat untuk mengikuti pengajuan PAK tidaklah banyak. Jika diambil dari prosentase banyaknya guru dari jenjang PAUD, SD, maupun SMP. Selain itu banyak yang terganjal, entah karena pendokumentasian sejumlah arsip perjalanan kerja selama empat tahun terakhir kurang lengkap, ataupun dalam penulisan karya ilmiah maupun jenis-jenis tulisa popler lainnya.

Sebenarnya mengenai pengarsipan data riwayat pekerjaan baik dari upaya peningkatan kualitas maupun keprofesionalan hingga kepada hal-hal lain yang berkaitan erat dengan persyaratan utama dalam pengajuan PAK sebenarnya dapat dilakukan. Asalkan tentunya ada kemauan dan kedisiplinan.

Memang ketika lulus dalam pengajuan PAK, beriring juga dengan peningkatan kesejahteraan. Tetapi kalau disandingbandingkan dengan sejumlah besaran tunjangan lainnya memang serasa kecil.

Lihat saja pendokumentasian yang sebenarnya sudah dilakukan dari dulu dan masih berlaku seumur hidup. Macam ijazah, kartu keluarga, akta kelahiran, tanah, jual beli, dan lain sebagainya mampu tersimpan dengan rapi. Sedangkan untuk PAK jadi tidak sanggup melakukannya. Hal ini tentunya menimbulkan tanda tanya besar.

Sementara sangat menetukan jenjang karirnya di masa akan datang. Kedapatan pula adanya kemungkinan guru sudah berada pada posisi yang nyaman sekarang ini. Membuat untuk mengurusi PAK menjadi nomor dua.

Memang ketika lulus dalam pengajuan PAK, beriring juga dengan peningkatan kesejahteraan. Tetapi kalau disandingbandingkan dengan sejumlah besaran tunjangan lainnya memang serasa kecil.

Boleh jadi segala kemungkinan yang ada. Namun berkaca pada tindak-tanduk guru yang profesional, langkah ini pengajuan PAK boleh menjadi penilan tersendiri dalam merefleksikan keprofesionalan guru tersebut.

Baca Juga: Disdikbud Dampingi dan Latih Para Juara

Tak kurang juga dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang mencoba memberikan informasi tersebut. Dari sosialisasi langsung hingga kepada penyediaan laman terkait unsur-unsur yang dibutuhkan dalam pengajuan PAK. Jadi, tinggal menyelesaikan saja dan menyiapkan wadah bahkan ruang khusus yang menyimpak jejak proses menjadi guru.

Juga membentuk semacam satuan tugas atau satgas di sekolah yang membawahi pengurusan PAK. Dikandunh maksud satgas inilah yang nanti akan membantu mulai dari pengarsipan hingga kesulitan guru lainnya yang notabene adalah teman sejawatnya.

Barulah ketika di buka pengajuan PAK, segera dapat dipenuhi karena sudah memiliki persyatannya lengkap. Andaikan saja ada perubahan, seperti yang baru-baru ini terjadi. Tak ada perbedaan yang signifikan. Mungkin hanya penyesuaian semata. Mengingat kebutuhan dalam dunia pendidikan selalu mengalami laju perubahan menyesuaikan dengan kontes eranya.

Menulis Itu Mudah

Menulis dalam PAK ini seolah digambarkan sebagai momok tersendiri bagi sebagian guru yang belum mampu atau merasakan kegagalan sebelumnya. Namun sesungguhnya jikalau diresapi dan di evaluasi, sebenarnya tidak. Hanya saja kurang membiasakan diri dalam rentan waktu yang berdekatan.

Mengapa dikatakan demikian? Sekiranya ingat! Standar menjadi guru yang profesional salah satunya adalah ditilik dari pendidikan akhirnya yakni Starta Satu. Itu artinya guru pernah mengalami proses penyusunan sebuah skripsi sebagai akhir tugas perkulian. Maka telah ada pengalamaan saat menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI).

Selain memahami prosedur tata laksananya, tentunya juga telah ada di luar kepala susunan struktur pembahasannya. Tinggal menyesuaikan saja pada permasalahan yang menajdi bahasan utama. Nantinya murni berupa KTI atau sepadan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Justru lebih mudah, sebab permasalahan dapat diambil dari bentuk-bentuk permasalahan yang pernah dihadapi selama pembelajaran dan solusi sebagai penyelesaiaannya. Selanjutnya tinggal memadupadankan dengan kajian teori yang sesuai.

Apalagi sekarang ini semakin mudah dan canggih, jauh berbeda daripada dahulu guna mendapatkan sumber referensi yang relefan. Banyak penjual buku, kehadiran mesin pencari di laman internet pun sedikit banyak memberikan sedikit resum buat buku yang bakal disasar, demikian dengan e-book yang telah membanjiri jagad maya.

Jadi apa lagi yang dimasalahkan? Bahkan baru-baru ini disampaikan Disdikbud Kabupaten Jombang telah menggelar pelatihan KTI/PTK bagi guru. Harapannya ada keberlanjutan berupa pengimbasan secara masif kepada guru-guru lainnya.

Boleh jadi masalah klasik yakni bermuara pada kemauan. Tak ada yang tidak mampu menulis. Pasti semua memiliki kecakapan dalam menulis. Hanya saja kurang terasah sehingga mengakibatkan menekan kepercayaan diri juga.

Membiasakan diri menulis itu cukup mudah. Tak ubahnya ketika kecil berlatih menggunakan sepeda. Mulanya pasti jatuh, tak berani kencang, bahkan saat berbelok memastikan haluan benar-benar aman. Akan tetapi kalau sudah fasih mengendalikan sepeda, pasti jauh dari yang semula sewaktu berlatih.

Menulis pun demikian. Harus dimulai dari hal-hal yang sederhana. Baik itu pengalaman keseharian maupun cerita-ceritanm yang ditemui dalam kurun waktu tertentu. Platfomnya guna menulis pun banyak, dari manual menggunakan bulpoin dan kertas, hingga komputer jinjing serta telepon genggam yang lumrah dimiliki oleh setiap guru.

Jika sudah terbanguan kebiasaan itu, maka akan mudah dalam meramu gagasan tulisan dari pengalaman pembelajaran. Seperti yang dikatakan di atas, bahwa setiap pembelajaran tak mungkin 100% mulus. Pasti ada liku dan ganjalan yang cukup menyita perhatian. Tak terkecuali saat adanya perubahan media belajar akibat pandemi Covid-19 yang beralih dari balik layar telepon genggam.

Pastinya sangat menarik seperti apa penyelesaian yang ditawarkan. Siapa tahu akan dapat diteladani, kemudian diterapkan di lain persoalan dengan komponen pembelajar yang berbeda.

Selanjutnya tinggal penguatan agar tulisan yang dibuat menjadi enak di baca melalui membaca juga. Sebab, menulis itu amunisinya adalah membaca. Melalui membaca akan makin melebarkan wawasan dalam mencermati persoala. Akhirnya membuat melihat sebuah persoalan dari banyak pintu atau kemungkinan. Demikian pun selagi menulis. Hal ini akan berhubungan langsung dalam menentukan metodelogi yang dipergunakan, sekaligus dengan kajian teorinya.

Selain itu dengan membaca, perbendaharaan kata pun semakin banyak. Sehingga akan menghindari perulangan kata-kata yang sering muncul. Sebab, mempunyai banyak variasi kata yang dapat digunakan serta ada kemungkinan menyusun kalimat dengan varietas lain.

Manalagi usai KTI maupun PTK tersebut usai diseminarkan, harus di ubah kembali ke dalam bentuk tulisan ilmiah. Macam esai karena mampu mengajak pembaca menyelami dengan singkat maksud yang diutarakan tersebut. Barulah kemudian dibukukan dalam jurnal ilmiah yang ber-ISSN ataupun mengilhami terbitnya buku karya pribadi yang berangkat dari hasil penelitian itu.

Jadi, tak ada yang sukar bukan?

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan
Lebih baru Lebih lama