Satu porsi campur Klanting Legendaris. (rabithah)


JOMBANG – Siapa yang tak kenal klanting atau sebagaian masyaraat dahulu menyebutnya cenil? Panganan tradisional berbahan dasar tepung tapioka yang masih bertahan hingga kini meski banyak bermunculan kudapan modern.

Salah satunya adalah Klanting Legendaris yang tiap sore hingga malam membuka lapak di samping trafficlight Jalan Presiden KH. Abdurrahman Wahid Jombang. Sudah generasi ketiga yang berjualan membuktikan bahwa klanting ini berbeda dari pada yang lain.

Pemilihan bahan harus yang terbaik. Selanjutnya takaran dan penggunaan bahwan pewarna makanan wajib diperhatikan dengan saksama agar tak sampai ada yang keliru atau di luar standar.

Majalah Suara Pendidikan pun ingin mencobanya kali ini, satu porsi klanting dengan komposisi lengkap hanya Rp 5.000 saja. Tetapi di jamin tidak bakal rugi karena rasa dan teksturnya memang menjadi juara di lidah.

Baca Juga: SMA Muhammadiyah 1 Jombang Anak Didik Dibekali Dua Keterampilan

Tekstur klanting sangat nyaman sekali ketika di gigit. Meskipun kenyal namun terbilang pas, tak sampai alot. Warna merah dan putih nan cerah, semakin meningkatkan nafsu untuk menikmatinya. Ditambah dengan lupis yang terbuat dari beras ketan tiada duanya perpaduan ini. Lengkap dengan pertolo yang menyerupai Putu Mayangan dari tepung beras dan ijo-ijo.Untuk ijo-ijo ini mirip dengan agar-agar, ketika di santap benar saja lembut sekali serta langsung gelender (Jawa: Masuk) ditenggorokan. Berikutnya ada taburan parutan kelapa yang gurih dan dipungkasi dengan lelehan gula aren dengan cita rasa manis seraya legit. Sungguh serundai sekali melahapnya sambil menyaksikan senja.

Klanting dilengkapi dengan jajanan pertulo, lopis dan ijo-ijo. (rabithah)

Diungkapkan oleh penjual Klanting Legendaris saat ini, David Adirangga bahwa setiap kali membuat klanting, lupis, pertolo, dan ijo-ijo masih memegang teguh warisan leluhurnya yaitu Mbah Ponijah. Mbah Ponijah adalah yang pertama berjualan Klanting Legendaris di tempat yang sama, kemudian berganti ibunya dan dirinya sekarang.

Klanting dilengkapi dengan jajanan pertulo, lopis dan ijo-ijo. (rabithah)

Pemilihan bahan harus yang terbaik. Selanjutnya takaran dan penggunaan bahwan pewarna makanan wajib diperhatikan dengan saksama agar tak sampai ada yang keliru atau di luar standar. Demikian pun untuk kelapa parut dan gula aren yang dipergunakan, tak boleh sembarang. Perbedaannya hanyalah pada wadah yang digunakan. Kalau dahulu memakai daun pisang, kini menggunakan kertas minyak.

David Adirangga, saat meracik Klanting Legendaris. (rabithah)

Saat sedang hanyut memakan Klanting Legendaris ini, datang pelanggan setianya yang jauh-jauh datang dari Mojoagung, Elly dan sengaja ingin mengulang menghayati jajanan yang sudah mulai jarang penjualnya tersebut. Menurutnya sajian klantingnya berbeda dari pada lainnya, baik dari rasa maupun teksturnya. Lembut sekali saat di kunyah, manisnya pun pas. Tak heran jika Elly lebih dari 10 tahun terakhir bila lewat, pasti mampir membeli Klanting Legendaris ini.

Bagaimana penasaran dan ingin menjajal sendiri? Silakan jangan sampai kemalaman, sebab pasti akan kehabisan. Selamat mencoba!

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma
Lebih baru Lebih lama