Rahmat Sularso Nh.*

Rasa-rasanya pembelajaran model jarak jauh yang dikemas melalui pola Dalam Jaringan (Daring) bakal masih berlanjut. Selain dalam skala nasional pandemi ini semakin parah, demikian juga di telatah Kebo Kicak sendiri. Seolah suara sirine ambulance hingga berita kematian sudah menjadi biasa saja karena terlalu seringnya di dengar. Oleh karena itulah penting sekali menjalankan protokol kesehatan yang berlaku dan mengikuti anjuran pemerintah.

Dalam pembelajaran daring, tentunya sangat berbeda sekali dengan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Selain dapat berinteraksi langsung antara guru dan peserta didik, PTM juga memberikan keleluawasaan dalam mengolah pembelajaran semenarik mungkin. Kiranya terjadi penurunan semangat pembelajaran ataupun ketidakpahaman peserta didik terkait materi yang sampaikan. Guru dapat lekas melakukan pelbagai tindakan, mulai dari menyela dengan permainan guna menggugah semangat pembelajaran ataupun memberikan pendalaman tambahan agar peserta didik secara sempurna dalam mengikuti pembelajaran tersebut.

Memang di pembelajaran daring ini membutuhkan sinergi sejumlah komponen yang ada baik di sisi internal maupun ekternal pembelajaran tersebut. Dari internal tentunya satuan pendidikan, guru, dan peserta didik harus mengerti situasi seperti ini sangat tidak memungkinkan dilakakukan PTM. Dengan demikian, sudah tersiapkan sebelumnya dalam jiwa dan pikirannya bahwa kedepannya pembelajaran akan berlangsung jarak jauh dan meminimalisir adanya pertemuan seraya mengganti semuanya dapat dikerjakan dari balik layar saja.

Urusan menyederhanakan kurikulum yang akan digunakan dalam pembelajaran bukanlah semudah seperti menoleh ketika dipanggil. Guru harus benar-benar sudah memahami kurikulum tersebut selaiknya di luar kepala.

Sedangkan menyinggung sisi ekternalnya, maka akan bersentuhan dengan pelbagai pihak yang dekat dengan peserta didik. Dalam hal ini jelas orang tua atau pun wali peserta didik. Ditambah dengan perangkat penujang pembelajaran daring.

Sudah bukan rahasia lagi apabila pembelajaran daring ini membutuhkan piranti yang laik. Mulai dari telepon genggam maupun komputer jinjing supaya mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Misalkan saja kalau guru menampilkan materi dalam bentuk file Microsoft Office, maka dalam telepon genggamnya sudah terdapat aplikasi itu. Begitu pun ketika menggunakan komputer jinjing, supaya tak hanya mendengar dan dapat berkomunikasi balik. Maka dibutuhkan speaker yang memadai untuk mampu di dengar oleh semua peserta pembelajaran daring.

Patahan Pembelajaran

Satuan pendidikan jelas harus memutar otak jikalau berada di wilayah yang notabene tidak terjangkau dengan baik jaringan internet. Sebagaimana diketahui di pembelajaran daring, salah satu modal penting adalah jaringan internet. Walaupun dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) RI telah memberikan bantuan kuota internet pendidikan jadinya akan sia-sia saja.

Baca Juga: Bank Sampah Harumkan Desa Plosokerep

Selain itu adalah latar peserta didik tidaklah semua dari kalangan masyarakat yang mampu. Jangankan komputer jinjing, bahkan telepon genggam pun belum tentu memilikinya. Jelas hal ini akan mematahkan akselerasi pembelajaran daring.

Oleh karenanya, satuan pendidikan harus memikirkan jalan keluar yang dapat diterima oleh semua pihak. Utamanya peserta didik dan petugas Satuan Tugas (Satgas) Covid-19. Hal ini dimaksudkan agar kedepannya tak sampai menimbulkan kesalahpahaman yang semakin berlarut.

Kemudian guru pun wajib bertransformasi sebagai sosok inovatif. Bagaimana tidak, sebelum pembelajaran berlangsung guru mesti mempersiapkan segala aspek yang dibutuhkan. Kurikulum sebagai babon atau rujukan dalam pembelajaran pun mesti disederhanakan se sederhana mungkin. Melihat dari Sumber Daya Manusia (SDM) peserta didiknya tetapi tidak sampai mengurangi sejengkal pun dari tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Urusan menyederhanakan kurikulum yang akan digunakan dalam pembelajaran bukanlah semudah seperti menoleh ketika dipanggil. Guru harus benar-benar sudah memahami kurikulum tersebut selaiknya di luar kepala. Sehingga ketika melunakkan dengan penyesuaian SDM pembelajarnya peserta didik agar dapat tercapai tujuan daripada pembelajaran itu sendiri.

Berikutnya menggubah materi pembelajaran yang biasanya ditampilkan dengan cara verbal dan visual selaiknya dalam PTM. Kini harus dibuat semenarik mungkin. Ini pun bukanlah perkara yang mudah. Terlebih lagi kalau guru belum mampu membedakan gaya pembelajaran setiap peserta didik. Jelasnya ini akan menjadi jalan buntu kedua kalinya.

Tak dapat disangka lagi memang peran guru sangatlah vital. Sebagai konduktor dalam pembelajaran guru patut mengerti terjalnya perbedaan itu. Sudah menjadi pengetahuan umum selain dari gaya pembelajaran yang berbeda, karakteristik tiap peserta didik pun begitu. Jadi guru harus memposisikan porsinya secara tepat. Tidak sampai kurang bahkan berlebih.

Selanjutnya adalah peserta didik, diketahui bahwa peserta didik sebagai subjek pembelajar selaiknya mempunyai motivasi belajar yang tenggi. Apalagi iklim sekarang yang membatasi ruang gerak mereka dalam beraktivitas sangat menganggu psikologinya. Guru sewajarnya dapat mencairkan suasana belajar yang menyenangkan.

Jikalau gagal, kuasa jadinya arus pembelajaran pun terhambat. Maka dari itulah keberadaan peserta didik harus diletakan pada keadaan yang memang benar-benar mau melaksanakan pembelajaran tersebut. Dengan begitu segala macam bentuk asupan pembelajaran mampu dilahap dengan mudah. Tak sekadar paham, tetapi becus dalam merepresentasikannya dalam pengerjaan latihan soal-soal atau pun menyelesaikan beragam jenis tugas yang diberikan kepadanya.

Andaikan tak ada visi yang kentara di pembelajaran tersebut. Sudah dipastikan bilamana proses pembelajaran yang dilakukan akan berjalan seadanya saja (baca: sesuai kemauan peserta didik). Bahkan peluang peserta didik meninggalkan pembelajaran akan bertambah sangat besar sekali.

Tak kalah penting adalah kehadiran orang tua. Dimaksudkan kehadiran bukan saja secara fisik. Melainkan bermacam bentuk dukungan dalam pembelajaran daring kepada sang buah hatinya sangat di butuhkan.

Upaya membuat pembelajaran berjalan dengan bernas, orang tua pun kedudukannya pada akhirnya tak ubahnya seperti guru di sekolah nantinya. Biar pun masih terdapat perbedaan porsinya, tetapi jika ditengarai selama ini berjalannya pembelajaran daring. Orang tua bak kebalikannya guru karena menjadi orang tua sebenarnya bagi peserta didik.

Dari pengawasan, pendampingan, hingga membantu menyelesaikan serangkaian pembelajaran yang belum terpahami sepenuhnya ialah tugas orang tua. Untuk itu seyogyanya orang tua menyediakan waktu khusus di tengah kesibukannya dalam menemani anugerah terindahnya saat belajar.

Andaikan itu semua tak berhasil melangkah beriringan serta saling memberikan penguatan secara menyeluruh. Dipastikan Learning Loss di sadari atau tidak bakal terjadi. Bukan hanya penurunan terhadap peserta didik saja, melainkan boleh dikatakan bahwa semua elemen dalam pembelajaran daring tersebut merasakan juga.

Satuan pendidikan semakin bahana tidak mempunyai tujuan dalam skema pembelajaran daring, guru pun begitu tak mampu melokoni perannya dengan baik. Telak akan berimbas ke peserta didik atau pun wali peserta didik. Pada akhirnya terjadi kemunduran dari kualitas pembelajaran itu sendiri.

*) Pemimpin Redaksi Majalah Suara Pendidikan.

Lebih baru Lebih lama