Ilustrasi pelaksanaan belajar bersama di rumah. (Rabithah)

JOMBANG –
Pandemi Covid-19 yang belum dapat diketahui kapan berakhirnya, seolah menjadikan momentum dalam perubahan dari pelbagai ranah kehidupan. Tak terkecuali juga pendidikan yang turut mengalaminya.

Terhitung sejak awal virus yang memakan banyak korban hingga meninggal dunia ini hadir, praktis menghentikan aktivitas Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Kalau pun sempat diberlakukan PTM beberapa waktu lalu sebelum memasuki tahun pelajaran 2021/2022, hanya berlangsung beberapa pekan saja. Hal itu dikarenakan terjadi peningkatan penularannya hingga membuat bangsa ini menyerukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Keadaan ini harus ditanggapi dengan keyakinan tinggi bahwa di dalam bidang pendidikan mampu melewatinya. Meskipun tiada dapat di pungkiri masih kerap terjadi jatuh bangun akibat proses adaptasi yang tidak mudah. Dikarenakan dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang menggunakan metode Dalam Jaringan (Daring), ditambah seluruh komponennya harus mampu bersinergi memberikan dukungan satu dengan lainnya.

Satu semester terakhir pembelajaran dilakukan dengan model PJJ. Jelas sudah ditengarai ada efek yang muncul sebagai imbas dari pemberlakuan PJJ tersebut. Salah satunya terjadinya Learning Loss, yaitu penurunan kualitas pembelajaran pada peserta didik.

Diantaranya adalah satuan pendidikan, guru, peserta didik, maupun wali peserta didik. Keempatnya memiliki peran dan tugas, pokok, serta fungsi (Tupoksi) sendiri-sendiri dalam menjalankan PJJ ini. Andaikan salah satunya mempunyai kelemahan dan tidak segera teratasi yang terjadi akan buruk. Secara keseluruhan proses pembelajaran dapat dikatakan tidak maksimal dan sekadar menjalankan prosesnya saja, tanpa menyentuh makna di dalam pembelajaran tersebut.

Dijelaskan oleh The Education and Development dalam PJJ besar kemungkinan akan terjadi juga hal terburuk yakni kesenjangan dalam pembelajaran itu sendiri. Artinya, ketidakberlangsungan secara semestinya proses pembelajaran itu yang mengakibatkan situasi peserta didik kehilangan keterampilan dan pengetahuannya. Baik dalam skala umum seraya khusus atau kemunduran akademis. Istilahnya telah terjadi Learning Loss.

Baca Juga: TK Nusa Indah Kabuh Karakter Terbangun Melalui Daring

Penyebabnya dapat dari peserta didik itu sendiri maupun komponen lainnya. Misalkan saja satuan pendidikan. Saat PJJ diberlangsungkan sudah semestinya satuan pendidikan telah memetakan dulu kesiapan civitas akademisnya, khususnya dalam hal perangkat pendukung.

Seperti diketahui, di PJJ keberadaan telepon genggam atau pun komputer jinjing dan jaringan internet yang memadai sangatlah penting. Kalau sampai tidak terpenuhi, dapat dipastikan 100% metode daring yang di pakai dalam PJJ gagal. Padahal kalau mencoba melihat secara terbuka, di Jombang sendiri harus di akui tidak semua peserta didik memiliki perangkat tersebut di rumahnya. Demikian soal jaringan internet, di beberapa wilayah masih terbatas aksesnya menjadikan tidak mungkin dilangsungkan PJJ.


Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Negeri Kabupaten Jombang, Rudy Priyo Utomo, S.Pd, M.Pd. (ist)

Di akui oleh Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Negeri Kabupaten Jombang, Rudy Priyo Utomo, S.Pd., M.Pd. saat pertemuan rutin MKKS diketahui di wilayah telatah Kebo Kicak ini tidak kesemuanya mempunyai jaringan internet yang dapat terjangkau secara maksimal. Contohnya saja di Kecamatan Bareng, Wonosalam, Plandaan, Kabuh, dan Ngusikan. Tiada mungkin juga menunggu dari penyedia layanan internet (baca: provaider) membuka akses jaringan internetnya di sana. Oleh karena itu, di sini peran satuan pendidikan memberikan solusi atas jalannya PJJ.

“Diantaranya mencoba mengemas jalannya PJJ tidak sepenuhnya. Maksudnya ada kelonggaran bagi peserta didik yang di rumahnya terbatas piranti pendukung. Dari internet hingga telepon genggam maupun komputer jinjing. Sehingga guru dapat mempersiapkan modul pembelajarannya, selanjutnya dipelajari oleh peserta didik sendiri di rumah. Bila ada yang tak dipahami maka dipersilakan datang ke sekolah guna menanyakan kepada guru bersangkutan. Berikut dengan tugas yang dikumpulkan itu,” terang Rudy Priyo Utomo.

Meskipun tidak di pungkiri oleh Rudy Priyo Utomo nantinya bakal terjadi perbedaan dalam ketuntasan pembelajaran. Untuk itulah guru dalam hal ini sebagai pangkal dari pembelajaran tersebut mampu mensiasati keadaan ini sedini mungkin.

Ketua Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) SD, Abu Kohir, S.Pd., M.MPd. (Chicil)

Ketua Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) SD, Abu Kohir, S.Pd., M.MPd., pun menjelaskan perubahan mekanisme dalam pembelajaran yang sebelumnya dari PTM ke PJJ seperti membalikan telapak tangan karena berlangsung seketika itu juga. Jelasnya memberikan pengaruh tersendiri utamanya bagi kesiapan guru yang terlanjur terbiasa menggunakan model PTM.

Pastinya kemampuan guru dalam beradaptasi ini menjadi penting. Dapat dibayangkan jikalau guru masih stagnan pada posisinya sekarang ini, dipastikan peluang Learning Loss terbuka lebar. Tampaknya Abu Khoir pun tidak mengelakkan, niscaya cepat atau lambat Learning Loss akan terjadi juga.

“Guru memang menjadi pemegang kendali penuh atas jalannya PJJ sekarang ini. Disinilah akan tampak keprofesionalan guru dalam merubah segenap perangkat pembelajarannya dengan cepat. Demikian pun cara mengajarnya, karena tak bertatap muka dan hanya berlangsung dari hadapan layar saja. Sewajarnya harus mampu memantik semangat peserta didik dalam belajar,” terang Abu Khoir.

Psikolog RSUD Kabupaten Jombang, CH. Widayanti, S.Psi., M.Si., M.Psi., Psikolog. (ist)

Keadaan ini pun dibenarkan pula oleh psikolog di RSUD Kabupaten Jombang, CH. Widayanti, S.Psi., M.Si., M.Psi., Psikolog., bilamana guru harus mampu melakukan pemetaan terhadap karakter setiap peserta didiknya yang sebelumnya sudah dilakukan saat PTM. Khususnya di dalam mengetahui gaya belajar setiap peserta didik. Diketahui apabila setiap peserta didik mempunyai karakter tersendiri dalam pembelajarannya. Baik itu secara audio, visual, atau audio-visual sekali pun. Guru mesti mampu mengejawantahkan pembelajarannya tersebut ke dalam gaya belajar setiap peserta didik.

CH. Widayanti pun memperingatkan agar guru mampu menakar porsi penyampaian materi dengan tugas yang diberikan. Jangan sampai terjadi keberlebihan yang akan meyebabkan tekanan tersendiri terhadap peserta didik. Guru Perlu memperhatikan kesiapan peserta didik dalam menerima materi baik dari kondisi fisik dan psikis.

Perempuan berhijab ini mengatakan, “Jangankan untuk mengerjakan tugas dari pembelajaran satu hari ini saja. Semata memahami materi pembelajaran yang disampaikan gurunya sendiri atau pun dari modul yang diberikan saja besar kemungkinan peserta didik kesulitan. Maka dari itu perlu ukuran yang pas supaya terwujud proses nan tepat. Hal ini juga di maksudkan untuk menghindari peserta didik kehilangan masa tumbuh kembang dan terjadinya Learning Loss”

Kolaborasi Duet Peserta Didik dan Wali

Peserta didik sebagai subjek dari proses PJJ ini harus memiliki kesiapan juga. Diketahui perjalanan panjang Covid-19 di Jombang bahkan hingga menempatkan kota tercinta ini menjadi zona merah tentunya menjadi cerita kelam tersendiri bagi peserta didik. Tak lain karena mengalami kejenuhan akibat terlampau lamanya PJJ berlangsung.

Misalkan saja yang terjadi bagi anak didik yang baru menginjakkan kaki ke dalam pendidikan formal. Semula berharap akan menjadi stimulus positif dalam mendukung perkembangan pembelajarannya, namun karena situasi pandemi Covid-19 ini semua berubah. Bahkan sangat potensial pula terjadi Learning Loss itu sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa Learning Loss patut di waspadai di seluruh jenjang pendidikan. Mulai dari PAUD, SD, maupun SMP dan jenjang lebih tinggi berikutnya kiranya sangat mungkin sekali terjadi.

Trainer Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tingkat Nasional dan Konsultan Pengembangan Pembelajaran KB/TK, Dr. Izzul Fitriyah, SH, M.Pd. (Rabithah)

Trainer PAUD Tingkat Nasional dan Konsultan Pengembangan Pembelajaran PAUD, Dr. Izzul Fitriyah, S.H, M.Pd. pun mengakui boleh jadi Learning Loss pun juga terjadi di jenjang dasar pendidikan. Khususnya di satuan pendidikan KB maupun TK yang diisi oleh anak didik usia emas dan mempunyai gaya belajar sambil bermain. Walaupun tak harus bersama dengan gurunya. Akhirnya kembali seperti pembahasan di awal tadi, menengok peran guru yang sangat sentral dan tidak dapat tergantikan.

Artinya, di sini guru wajib mampu menyederhanakan materinya. Mulai menyentuh pembelajaran yang dijalankan dengan pelbagai hal yang ada di rumah. Dengan demikian, guru akan lebih mudah menjalankan pembelajaran tersebut. Tetapi tetap membutuhkan campur tangan wali anak didik di rumah.

Izzul Fitriyah menjelaskan, “Keberadaan wali anak didik sangatlah penting dalam mendampingi pembelajaran buah hatinya selama di rumah. Selain mengontrol jalannya PJJ itu sendiri misalkan menggunakan serumpun aplikasi pertemuan, orang tua pun menguatkan lagi supaya anak didik tak sampai lupa. Terlebih lagi andaikan guru mampu menyelaraskan dengan bahan-bahan pembelajaran yang ada disekitar rumah anak didik. Semakin memudahkan jalannya pembelajaran yang dikaitkan dengan permainan.”

Oleh karena itu, peran serta satuan pendidikan pun turut andil. Salah satunya adalah merangkai komunikasi yang baik dengan wali anak didik. Sudah bukan rahasia lagi di jenjang PAUD keberadaan wali anak didik harus beriring. Termasuk saat melangsungkan PJJ, tetapi ada diantara mereka yang musti bekerja. Disinilah mencari titik tengah yang mampu dijalankan oleh semuanya supaya tak sampai anak didik mengalami Learning Loss.

Dosen Fisip Ilmu Perpustakaan dan Sains Informasi, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), Bambang Prakoso, S.Sos., M.Ip. (ist)

Sementara itu Dosen Fisip Ilmu Perpustakaan dan Sains Informasi, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), Bambang Prakoso, S.Sos., M.Ip. menilai bak seperti dua mata pisau, PJJ menggunakan kecanggihan teknologi esensialnya kepada peserta didik di SD dan SMP harus mendapatkan perhatian tambahan. Menurutnya bukan berarti tidak percaya, sebab masa usia peserta didik SD maupun SMP sudah menginjak pada rasa ingin tahu yang tinggi. Jikalau tak mendapatkan pengawasan boleh jadi akan disalahgunakan pada tindakkan yang kurang sesuai. Akhirnya nilai kemanfaatan yang diharapkan malah tidak tergapai.

Ketua Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS Kabupaten Jombang, Drs. Didik Soeharjanto. (ist)

Untuk itu penting sekali peran serta orang tua dalam PJJ tak hanya menjalankan fungsinya sebagai pengawas, tetapi sangat berpeluang menjadi mitra dalam belajar. Ketua Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS Kabupaten Jombang, Drs. Didik Soeharjanto pun menyatakan pandangan yang sama. Peserta didik seharusnya telah di bangun motivasi belajar dengan model baru. Walaupun pada dasarnya belum terbiasa, namun karena sudah ada motivasi dan menganggap sebagai sesuatu yang baru. Maka mampu menjadi kesenangannya sehingga menjalankan dengan sukarela. Tanpa ada paksaan atau keterpaksaan dalam melakoninya.

“Itulah salah satu pentingnya wali peserta didik dalam mendulang keberhasilan PJJ karena akan memompa motivasi belajarnya,” tegas Didik Soeharjanto.

Dengan begitu maka selaiknya perlu dirajut koneksi hubungan yang kolektif baik dari guru, peserta didik, serta wali peserta didik. Guru tak hanya mengemas pembelajaran menjadi lebih dinamis dan menarik, juga menyampaikan tujuan daripada pembelajaran tersebut kepada wali peserta didik agar teraih harapan akhirnya. Sehingga dapat dilanjutkan kepada peserta didik dengan langkah pendampingan, bimbingan, bahkan pengawasan lebih intensif.

CH. Widayanti juga mengingatkan andai ada wali peserta didik yang tak mampu sepenuhnya menemani PJJ, maka harus ada jalan keluarnya. Tak sampai menanggalkan pendidikan guna lainnya, begitu pun sebaliknya. Harapannya kedua kepentingan yang sangat berharga ini berhasil menapak bersama.

Reporter/Foto: Chicilia Risca Y./Rabithah Maha Sukma
Lebih baru Lebih lama