Sucipto saat memperagakan salah satu gerakan awal dalam Pencak Dor di kediamannya, yang berada di Dusun Kedunggalih, Desa Bareng, Kecamatan Bareng. (donny)


BARENG – Tradisi ‘nyantri’ yang dulu sangat populer di Jombang, ternyata memberikan berkah sendiri bagi pelaku kesenian Pencak Dor, Sucipto. Betapa tidak, mulanya hanya berniat memperdalam ilmi agama. Pada kenyataannya menjadi piawai bermain Pencak Dor karena memang diajarkan di pondok pesantren.

Sucipto bertutur, “Selain mengaji secara rutin dan membaca wasilah salawat, kami saat itu juga diajari kesenian Pencak Dor. Selain menjaga kesehatan, juga dapat digunakan membantu sesama bila mengalami kesulitan. Tetapi dalam perkembangannya melalui Pencak Dor malah mendatangkan nafkah.”

Sucipto yang asli kelahiran Dusun Tegalrejo, Desa/Kecamatan Bareng menceritakan dulunya Pencak Dor sangat masyur di tahun 1970-an. Sampai mendatangkan khusus pelatih Pencak Dor dari Desa Genukwatu, Kecamatan Ngoro yakni Sodikin yang rutin melatih dalam sepekan dua kali setiap selesai Salat Isyak.

Sebuah kesenian tradisi selalu menyelipkan pelbagai nilai-nilai adiluhung di dalamnya. Selaiknya yang terlihat dalan kesenian Pencak Dor. Bukan semata aksi pertarungan belaka, melainkan ada keindahan irama dan geraknya. Begitu juga alunan Salawat menjaga diri untuk tetapp arif serta bijaksana ketika bermain Pencak Dor.

“Pada tahun 1976 mulailah mencoba bermain bersmaa kelompok Bintang Pulan Purnama, dari Dusun Tegalrejo. Sejumlah aksi pun saya pertunjukkan dan usai menikah tahun 1985, di dapuk menjadi Ketua Bina Satria Muda meneruskan estafet Bapak Arumah di Dusun Kedunggalih,” ungkap kakek tiga cucu ini.

Meski ketika bertarung tampak serius, antar pemain Pencak Dos selsai berlaga tak sampai membawanya menjadi dendam. Apabila tidak puas karena dianggap kalah, diperbolehkan melakukan pertarungan ulang. Bahkan dalam pementasan Pencak Dor sendiri juga mempersilakan penonton unjuk gigi. Asalan tetap menjunjung kelegowoaan dan sportifitas hasil akhir pertandingan.

Baca Juga: Penulisan Ijazah Wajib Sempurna

Kini di usia senjanya, Sucipto melakukan pengembangan Pencak Dor. Dari sebuah irama hingga gerakkannya yang mencerminkan karakteristik yang khas. Misalnya dari Kembang Jatingarang, Sridayung, dan Pasundan. Itu pun dia peroleh dari mencuplik sejumlah gerakan yang dipertontonkan oleh kelompok Pencak Dor lainnya.

“Pakemnya di sini ialah Kembang Jombangan. Iramanya rancak dan diselengi dengan solawat. Ini pun yang tetap menjaga dari emosi para pemainnya. Meskipun sebuah aksi yang keras karena diiringi dengan salawat sehingga tetap terjaga. Kalau dahulu ada istilah ikut Pencak Dor tak mengaji, rasanya menjadi malu sendiri,” pungkas Sucipto di barengi senyum sederhananya.

Reporter/Foto: Donny Darmawan

Lebih baru Lebih lama