Kokohnya tugu Sumberagung didampingi dengan gapura yang menjulang tinggi. (Rabithah)


MEGALUH – Menandai peristiwa penting selalui meninggalkan sebuah prasasti/tanda tertentu yang mengisahkan tentang momentum tersebut. Hal ini sudah lama dilakukan sejak zaman kerajaan dan diwariskan ke generasi selanjutnya secara turun temurun.

Tiada ubahnya ketika mengunjungi Desa Sumberagung, Kecamatan Megaluh. Guna menandai pertama kalinya listrik masuk desa, dibangunlah Tugu Sumberagung. Tugu Sumberagung ini identik dengan warna hijau, kemudian memiliki tinggi sekitar 5 meter dengan bentuk menyerupai ketupat dan lebarnya 2 meter. Disampingnya terdapat tulisan yang mulai memudar serta hampir tidak terbaca. Di situ dijelaskan bahwa di sinilah titik awal listrik mulai masuk ke Desa Sumberagung.

Tugu Sumberagung dapat dikatakan sebagai landmark desa. Keberadaannya tidak sekedar penanda listrik pertama kali masuk desa. Namun dalam perkembangannya kini mampu menjadi simbiosis kebanggaan warga Desa Sumberagung, Kecamatan Megaluh. Tentunya patut dipelihara dengan baik karena mengandung nilai sejarah akan cerita masa lampau.

Dikisahkan oleh sesepuh desa setempat, Mbah Suwarji (83), Tugu Sumberagung dibangun pada 1987. Pembangunan itu merupakan wujud syukur atas masuknya listrik untuk 20 desa di 8 kecamatan di Kota Seribu Pesantren ini. Sebelumnya memang belum mendapat sentuhan listrik dari pemerintah pusat, warga pun terpaksa mengadakan sendiri dan nyalanya pun terbatas.

Baca Juga: Merdeka Belajar Bikin Belajar Kian Merdeka

“Ketika itu Kepala Desa Sumberagung Subakir yang memimpin dari tahun 1968-1990 menginisiasi pembangun tugu tersebut. Dibangun bersama-sama oleh warga secara gotong royong. Selanjutnya diresmikin oleh Menteri Pertambangan dan Energi RI saat itu, Subroto,” ungkap lelaki yang dulunya pernah menjabat sebagai Sekretaris Desa Sumberagung tersebut.

Sekretaris Desa Sumberagung Kecamatan Megaluh, Moh Farid Fajar bersama dengan sesepuh Desa Sumberagung, Mbah Suwarji. (Rabithah)

Selain pembangunan Tugu Sumberagung, juga dibangun gapura penanda menuju Balai Desa Sumberagung ke arah Barat dari tugu yang kokoh berdiri 34 tahun itu. Pembangunannya pun dikerjakan bersamaan.

Tugu Sumberagung yang diabadikan menjelang sore hari. (Rabithah)

Bagi masyarakat di sekitar Desa Sumberagung, lebih familiar menyebutnya sebagai tugu jam. Bukannya tanpa alasan, memang di ujung menara tugu terdapat jam yang mengelilingi empat penjuru mata angin. Diakui oleh Sekretaris Desa Sumberagung saat ini, Moh. Farid Fajar bahwa jam itu memang sudah ada sejak pembangunan tugu. Sayangnya terhenti manfaatnya karena kehabisan baterai dan belum diganti hingga kini.

Prasasti yang terdapat pada Tugu Sumberagung. (Rabithah)

“Di dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa tahun 2019 sudah diusulkan adanya renovasi Tugu Sumberagung sebagai ikon kebanggaan desa. Selain akan diperluas hingga 4 meter dan tingginya ditambah 10 meter, juga dibangun trotoar di sekitar Tugu Sumberagung sebagai sarana publik. Namun rencana itu gagal terlaksana akibat anggarannya dialihkan guna penangan pandemi Covid-19. Jadi saat ini sebatas memperbarui catnya saja,” ujar Muh. Farid Fajar.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma
Lebih baru Lebih lama