Ilustrasi saat peserta didik mengikuti pembelajaran dengan media video. (rabithah)


JOMBANG –
Segala bentuk perubahan memang tujuannya pada kebaikan. Namun jika sampai berlebihan tentunya akan meninggalkan dampak yang buru. Seperti halnya ketika pembelajaran di satuan pendidikan ditiadakan dan beralih model Dalam Jaringan (Daring). Walau terpisah ruang dan jarak, tak menjadi hambatan karena semua terbantukan dengan fasilitas teknologi terkini yang tersedia.

Ibarat kata, dunia telah dalam sebuah genggaman. Sebab, cukup melalui telepon pintar segala aktivitas tak terkecuali pembelajaran dapat dilakukan. Tetapi Dosen Psikologi Universitas Darul Ulum (UNDAR) Kabupaten Jombang, Wardatul Mufidah, S.Psi, M.Psi, Psikolog. Mengingatkan andai tak sampai dibatasi dan dibiarkan berlangsung begitu saja akan meninggalkan efek yang merugikan.

Wardatul Mufidah menjelaskan kerap kali dalam pembelajaran daring akan menekankan pada tampilan video yang memiliki karakteristik kebutuhan melihat informasi, memiliki kepekaan warna, dan pemahaman yang cukup artistik serta reaktif terhadap suara. Namun harus disadari bahwa video sebatas alat. Bagaimana pun kembali pada motivasi pelakunya dalam menjalankan proses pembelajaran daring tersebut.

Covid-19 secara tidak langsung telah mengubah pola hidup manusia. Salah satu diantaranya mengenai pembelajaran yang sekarang sangat akrab bersentuhan dengan teknologi. Namun begitu kalau tidak tepat dalam pemanfaatannya, malah menimbulkan akibat buruk yang cenderung merugikan.

“Agar tak sampai menimbulkan masalah utamanya pada kesehatan mata, maka guru harus mengetahui durasi belajar yang efektif. Misalkan saja untuk jenjang SD cukup 15 s.d 30 menit saja per Kompetensi Dasar (KD). Termasuk dalam menyusun pembukaan dan penutup pembelajaran, cukup dijalankan sebanyak 5 s.d 7 menit saja,” jelas Wardatul Mufidah.

Baca Juga: SILPA 2021 Lebih Kecil

Pernyataan tersebut diperkuat dengan paparan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyarankan anak didik usia 6 hingga 12 tahun melihat layar pembelajaran (screen time) tidak lebih dari 90 menit setiap harinya. Durasi tersebut berlaku untuk semua mata pelajaran yang harus diikuti peserta didik.

Guru kelas V SDN Ngoro I, Aping Eko Nurdianto, S.Pd. (ist)

Bahkan Wardatul Mufidah mengurai akibat yang ditimbulkan jika terlampau tak kendali akan sangat fatal dan traumatis. Selain materi tidak tercerna dengan maksimal, peserta didik akan mencapai titik kelelahan, kejenuhan, hingga tekanan mental. Akhirnya kemalasan itu muncul sebagai akibat kesulitan dalam memahami pembelajaran yang sedang dilaluinya.

Bahaya ini pun telah disadari oleh Guru Kelas V, SDN Ngoro I, Aping Eko Nurdianto, S.Pd. sehingga tidak langsung menyuguhkan pembelajaran menggunakan video dalam telepon pintar peserta didik dengan memakan waktu lama. Efisiensi pembelajaran menjadi penting sehingga guru memahami secara utuh pembelajaran yang sedang dilakoninya untuk menyederhanakan namun konsisten membuat tertarik peserta didik.

Dosen Psikologi Universitas Darul Ulum (UNDAR) Kabupaten Jombang, Wardatul Mufidah, S.Psi, M.Psi, Psikolog. (ist)

Aping Eko Nurdianto menjabarkan, “Saya menggabungkan gaya belajar video auditori kinestetik dengan sebuah pertanyaan terlebih dahulu. Baru setelah peserta didik menjawab, akan saya bagikan video pembelajaran pendek guna menemukan simpulan dari pertanyaan tadi.”

Untuk itu Aping Eko Nurdianto berpesan betapa pentingnya keberadaan orang tua guna mendampingi buah hatinya ketika belajar. Jangan sampai dibiarkan begitu saja tanpa kontrol dan menyalahgunakan di luar kepentingan pembelajaran. Kecanggihan teknologi ini serupa pisau bermata dua. Jika digunakan secara baik hasilnya pun akan mengikutinya, demikian juga sebaliknya.

Reporter/Foto: Rabithah Maha Sukma/Istimewa

Lebih baru Lebih lama