Peserta didik SMP sedang melaksanakan uji simulasi Asesmen Nasional. (Chicilia)


JOMBANG – Menakar kualitas pendidikan di Indonesia tidak semudah menoleh ketika dipanggil. Demikian pula pelbagai kebijakan yang turut mengiringinya, termasuk Asesmen Nasional (AN) yang hendak digulirkan pada bulan September hingga November pada Tahun Pelajaran 2021/2022. Kebijakan anyar ini, nampaknya masih membutuhkan waktu agar optimal diterapkan di daerah, tak terkecuali di Kota Santri.

Hal tersebut tidak terlepas dari serangkaian indikator serta persyaratan sarana prasarana yang mesti dipenuhi oleh satuan pendidikan selaku ujung tombak pelaksana AN. Mengutip pernyataan Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) dari Tirto.id, Satriawan Salim berujar bahwa pelaksanaan AN sendiri terkesan tergesa-gesa. Terlebih hampir dua tahun ini, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sudah berjalan masih kurang optimal, jika kemudian dilakukan AN maka hasilnya akan bertolak belakang dengan upaya pemetaan kualitas pendidikan secara nasional.

Benang merah antara K13 dan metode yang diperlukan dalam tujuan AN ialah menumbuhkan kerangka berpikir peserta didik secara saintifik nan kreatif. Harapannya peserta didik memiliki nalar kritis, serta cakap dalam menganalisis permasalahan di sekitarnya, sekaligus melahirkan bentuk pemecahan permasalahan tersebut.

“Bilamana AN bertujuan untuk memotret kualitas pembelajaran di satuan pendidikan, maka sebetulnya sudah tersedia beberapa program diantaranya, Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), Programme for International Student Asesment (PISA), maupun Uji Kompetensi Guru (UKG). Jika merinci pada hasil akhir beberapa program tersebut, memang nilai rapor pembelajaran kita belum sepenuhnya membaik. Maka seharusnya pengoptimalan dapat dilakukan melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 59 ayat 1 yang berisi mengenai evaluasi pendidikan. Inipun belum berjalan sebagaimana mestinya,” ujar Satriawan Salim.

AN tak hanya menitikberatkan pada kompetensi peserta didik melalui AKM yang meliputi literasi dan numerasi serta survei karakter. Akan tetapi juga melibatkan kepala sekolah, guru hingga menjangkau wali perserta didik terkait survei lingkungan belajar. Ihwal kebutuhan satuan pendidikan pasca pelaksanaan AN ke depan, Pengawas SMP, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Ahmad Taufik, M.Pd. memiliki pandangan tersendiri. Menurutnya sebelum jauh menerawang bentuk tindaklanjut dari hasil AN, mulai saat ini seluruh guru hendaknya sudah beranjak dari ‘zona nyaman’ dan mengubah metode pembelajarannya. Sebab, indikator AN masih sejalan dengan konsep K13.

Baca Juga: Penyesuaian ARKAS 2021

“Benang merah antara K13 dan metode yang diperlukan dalam tujuan AN ialah menumbuhkan kerangka berpikir peserta didik secara saintifik nan kreatif. Harapannya peserta didik memiliki nalar kritis, serta cakap dalam menganalisis permasalahan di sekitarnya, sekaligus melahirkan bentuk pemecahan permasalahan tersebut. Sehingga setelah memiliki daya kreatif, diharapkan kolaborasi atau gotong royong dibutuhkan untuk memecahkan solusi maupun menempa kreativitas lainnya. Pendekatan saintifik, juga beririsan dengan formula pembentukan profil pelajar Pancasila, disinilah peran guru dan kepala sekolah diutamakan,” ujar Ahmad Taufik.

Menimbang Efektifitas Asesmen Nasional


Konsultan Pengembangan Program Sekolah dan Pegiat Literasi Nasional, A. Ramdani, S.Pd.I. ketika dikonfirmasi via WhatsApp pada (16/8) mengatakan, dalam pelaksanaan AN terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan. Utamanya mengenai standar penilaian dan metode teknis pelaksanaan di lapangan. Menurutnya mekanisme AN yang menempatkan hasil akhir tes literasi, numerasi, survei karakter, dan lingkungan belajar berbasis online serta semi online, tidak mutlak dijadikan acuan untuk menilai dan mengevaluasi pembelajaran di satuan pendidikan.

Pengawas SMP, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang, Ahmad Taufik, M.Pd. (Donny)

A. Ramdani menambahkan, Terlebih dalam pelaksanaan AN yang juga mencakup survei karakter dan lingkungan belajar, maka hal tersebut seyogianya tidak cukup menjadi tugas dan tanggung jawab satuan pendidikan semata. Wali peserta didik hingga masyarakat sekitar satuan pendidikan juga memiliki andil. Keterlibatan tim ahli asesmen juga harus hadir, sebab yang dinilai bukan sekadar sebuah cetak biru hasil jawaban peserta didik maupun isian survei dari guru dan kepala sekolah, melainkan sebuah proyeksi guna peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh sesuai dengan instruksi Mendikbud-Ristek RI.

Ketua IGI Kabupaten Jombang. Yoni Tri Joko Kurnianto, S.Pd., M.Si. mengatakan “Literasi dan numerasi adalah kemampuan dasar manusia, bila pada kedua aspek tersebut baik maka yang lain juga dapat dikatakan baik. Namun, ini akan berbanding terbalik ketika nantinya seluruh satuan pendidikan dihadapkan pada tahap survei karakter dan lingkungan belajar. Kondisi demikian terpaut oleh sikap atau budaya masyarakat yang cenderung tidak ingin menjelekkan suatu kondisi atau dapat dikatakan kurang terbuka tatkala pelaksanaan survei. Sehingga hanya sebagian kecil kondisi lingkungan sekolah yang dapat di ketahui.”

Widya Prada, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Timur, Dr. Ilham Raharjo, M.Pd. (ist)

Lebih lanjut, A. Ramdani menyatakan bahwa pelaksanaan AN di setiap wilayah dan satuan pendidikan tidak dapat diseragamkan baik standar maupun teknisnya. Mengingat tidak semua satuan pendidikan memiliki sarana dan prasarana penunjang AN. Hal ini tentu wajib menjadi bahan pertimbangan tersendiri, kesiapan aspek pendukung AN yang meliputi pemahaman kepala sekolah, guru, operator hingga wali peserta didik harus berjalan beriringan.

Pria yang kerap disapa Bung Ram tersebut turut menyoroti bentuk evaluasi dan pemetaan yang hendak dilakukan pasca AN dilaksanakan. Dia menilai hasil AN nantinya mesti membawa perubahan secara konkret terhadap kompetensi peserta didik. Terlebih melalui metode literasi dan numerasi yang perdana dilaksanakan, hal ini tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat dan harus dikerjakan secara konsisten.

“Penetapan peserta dalam AN yang dilansir melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tentu belum dapat dikatakan mewakili gambaran kondisi satuan pendidikan secara menyeluruh. Berkaca pada pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang sudah diujikan selama bertahun-tahun dan diikuti oleh seluruh peserta didik, juga masih belum diketahui bentuk konkretnya terhadap peningkatan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Untuk itu AN akan membutuhkan penaganan yang lebih kompleks nantinya,” papar A. Ramdani.

Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur, M. Isa Ansori. (ist)

Sementara itu, Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, M. Isa Ansori, saat dimintai pendapat pada (18/8), turut memaparkan beberapa hal yang mesti dikaji kembali bersama terkait pelaksanaan AN. Beberapa hal lain yang dinilai masih membutuhkan perhatian khusus ialah, pendataan sekaligus pelaksanaan AN di lapangan. Hal ini dinilainya krusial, sebab pelaksanaan AN sewajarnya membutuhkan akurasi data atau database secara utuh mengenai peta pendidikan yang hendak dijadikan dasar perombakan sistem pendidikan di seluruh penjuru Nusantara.

M. Isa Ansori menceritakan, untuk penilaian pada tahap literasi dan numerasi berupa intervensi khusus dasar, cukup, mahir, menurut saya terlalu banyak istilah yang memaksa untuk belajar kembali. Penggunaan predikat nilai misalnya dengan penyebutan, sangat baik (A), baik (B). atau cukup (C), beserta keterangan penjelas mengenai kekurangan yang ada, sebetulnya sudah cukup. Memang sekilas hal-hal semacam ini tidak berdampak, akan tetapi jika memang tujuan awal dari AN ialah untuk memetakan kondisi satuan pendidikan, maka penyederhanaan istilah di dalamnya akan lebih mudah dipahami. Sehingga dalam pelaksanaannya pun harapannya demikian. Agar tak sampai membuat kepala sekolah, guru, wali perserta didik hingga masyarakat luas kesulitan untuk memahami tujuan, isi dan hasil dari AN itu sendiri.

Konsultan Pengembangan Program Sekolah dan Pegiat Literasi Nasional, A. Ramdani, S.Pd.I. (ist)

A. Ramdani pun sepakat bila perlu diperhatikan juga bagaimana output AN berupa rapor dengan ketentuan penilaian kualitatif yang indikatornya berdasarkan hasil AKM yakni perlu intervensi khusus, dasar, cakap, dan mahir. Sebetulnya hal tersebut bukan sesuatu atau yang baru, bagi beberapa satuan pendidikan, telah memakai istilah tersebut dengan penamaan rapor kualitatif. Terlebih pasca perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ke K13.

“Terkait adanya rapor dari serangkaian pelaksanaan AN hendaknya tidak untuk justice atau menghakimi kondisi satuan pendidikan. Melainkan secara konkret digunakan sebagai pedoman dalam peningkatan mutu satuan pendidikan itu sendiri,” ungkap Yoni Tri Joko Kurnianto.

Berdasarkan keterangan dari Kemendikbud-Ristek RI, hasil akhir AN nantinya akan berupa rapor, selanjutnya akan menjadi bahan bagi pemerintah daerah dalam hal ini Diskdibud setempat untuk melakukan tindak lanjut evaluasi. Perihal peranan pemerintah daerah dalam AN, Widya Prada, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Timur, Dr. Ilham Raharjo, M.Pd. ketika dihubungi via telepon pada (18/8) menjelaskan bahwa, seusai AN dilaksanakan maka hasilnya akan diserahkan ke daerah. Dalam hal ini Disdikbud yang akan melakukan evaluasi bersama satuan pendidikan.


Ketua K3S Jenjang SD Kecamatan Jombang, Rono Imanu, S.Pd., M.MPd. (ist)

Seturut dengan pendapat M. Isa Ansori, Ketua K3S Jenjang SD Kecamatan Jombang, Rono Imanu, S.Pd., M.MPd. mendetailkan persoalan yang dihadapi dalam AN kedepannya. Menurutnya, dari segi teknis AN masih membutuhkan tinjauan lebih lanjut.

“AN dengan tujuannya yang ingin memberikan evaluasi terhadap pembelajaran di satuan pendidikan sejatinya sudah tepat. Apalagi di saat ini mayoritas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak berjalan maksimal, sehingga perlu dilakukan evaluasi guna perbaikan kedepannya. Akan tetapi dalam mekanisme AN, masih terdapat kejanggalan terutama di jenjang SD. Tidak semua peserta didik di kelas V terbiasa menggunakan perangkat komputer maupun komputer jinjing, begitupula dengan daya konsentrasi yang mengharuskan menjawab beberapa soal nantinya,” tandas Rono Imanu.


Ketua IGI Kabupaten Jombang, Yoni Tri Joko Kurnianto, S.Pd., M.Si. (ist)

Hal itulah kemudian menjadi catatan tersendiri bagi Yoni Tri Joko Kurnianto yang menyatakan bahwa, masih sulit untuk menjadikan AN sebagai tolak ukur kualitas pendidikan secara nasional. Di samping pelaksanaan berbasis online dan semi online, kesiapan perangkat pendukung lainnya seperti pemahaman operator dan peserta didik tidak cukup hanya satu atau dua hari, melainkan membutuhkan waktu yang cukup panjang.

“Tindak lanjut dari hasil AN nantinya juga perlu disikapi oleh Disdikbud terkait, karena akar kemunculan AN sendiri tidak lain untuk meningkatkan mutu pendidikan, melalui seluruh komponen yang ada di satuan pendidikan. Sejalan dengan upaya capaian tersebut, LPMP akan berperan sebagai instruktur pendukung instansi daerah untuk memperbaiki kekurangannya berdasarkan hasil AN,” pungkas Ilham Raharjo.

Reporter/Foto: Donny Darmawan/Rabithah Maha Sukma

Lebih baru Lebih lama