Mas’ud saat menerangkan riwayat salah satu lampu hias tua yang di produksi tahun 1955. Jam dinding dan lampu hias antik mendominasi dagangan Mas’ud. (Donny)


JOMBANG – Setiap benda baik besar maupun kecil ukurannya selalu memiliki riwayat tersendiri. Hingga tak jarang membuat kita enggan membiarkannya teronggok begitu saja. Seperti halnya yang dilakukan oleh Mas’ud, lelaki berpawakan tambun ini juga tidak rela membiarkan beberapa benda disekitarnya tidak terawat. Hal inilah yang kemudian mendorong dirinya untuk mengembangkan ide berbisnis barang dan pelbagai perabotan antik.

“Semuanya bermula dari kecintaan saya terhadap benda-benda antik yang memiliki sejarah. Pada tahun 1982 saya mulai mengkoleksi beberapa perabotan seperti guci, toples lama, hingga lebih dominan ke jam dinding dan lampu hias antik. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1995 saya mulai menjalankan bisnis jual-beli jam dinding dan lampu hias antik ini,” tutur Mas’ud.

Berbekal pergaulan dikalangan pecinta barang antik, pria kelahiran Jombang 1956 ini senantiasa mengembangkan bisnisnya. Mas’ud berkisah, untuk jam dinding dan lampu hias antik dia dapatkan dari pemasok barang antik di lintas daerah baik Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Mayoritas barang tersebut masih dalam keadaan laik, dan jikalau butuh reparasi hanya beberapa komponen saja, khususnya untuk jam dinding tua yang memang tidak saban bulan ada dipasaran pecinta barang antik.

Konsistensi Mas’ud dalam berbisnis barang antik, tidak sekadar urusan untung dan rugi. Sejak tahun 2010, penghasilan dari jual-beli barang antik cukup fluktuatif.

“Disini untuk jam dinding terlama sejak tahun 1955. Meski tua, namun jika sudah direparasi kualitas suara dan kekuatan rangkanya tetap tidak terkalahkan. Beberapa jam dinding lama disini juga ada yang diproduksi di Jerman, akan tetapi masih membutuhkan mesin dan rangka yang sesuai agar terlihat nyaman di pandang. Harga jam dinding pun juga bervariasi tergantung dari kondisi fisik dan usianya. Jika fisik dan usianya sudah tua namun masih laik dipajang, berkisar 2 sampai 3 juta rupiah,” ungkap Mas’ud.

Baca Juga: Kebiasaan Sepele yang Bikin Kesehatan Menurun

Untuk lampu hias antik berbeda lagi. Mas’ud menjelaskan, “Lampu hias antik dengan ukuran 28 cm dan memiliki motif sayap pada kerangkanya berharga 2 juta rupiah. Sedangkan untuk jenis jam dinding lama model ‘perempatan’ yang sudah ada sejak tahun 1955 berkisaran 3 juta rupiah.”

Beberapa jam dinding dan lampu hias antik yang tertata di dalam toko milik Mas’ud. (Donny)

Konsistensi Mas’ud dalam berbisnis barang antik, tidak sekadar urusan untung dan rugi. Sejak tahun 2010 mendirikan gerai di depan Gapura Tugu Gang II Jombang, penghasilan dari jual-beli barang antik cukup fluktuatif. Jika pada medio 1995 sampai 2000 awal, keuntungan Mas’ud berada di kisaran 10 sampai 15 juta per bulan, kini jumlah tersebut telah menyusut.

Mas’ud sang pemilik Toko Barang Antik yang berada di depan Gapura Tugu Gang II atau Timur Hall Hotel Fatma. (Donny)

Meski demikian kondisinya tak sedikitpun menggoyahkan kecintaan Mas’ud terhadap benda-benda bersejarah. Bahkan jika terpaksa harus barter dengan benda antik lainnya, Mas’ud masih bersedia. Sekarang, dalam waktu satu bulan, kalau hasil penjualannya berada di kisaran 3-5 juta rupiah, ini sudah baik.

Salah satu lampu hias antik yang masih utuh sejak era pendudukan Jepang. (Donny)

“Itupun masih pendapatan kotor, belum termasuk urusan barter atau saling tukar barang diantara pecinta barang antik. Seolah-olah semua pendapatan saya terganti dari kemolekan barang-barang tua ini,” tandas Mas’ud sembari terkekeh.

Reporter/Foto: Donny Darmawan
Lebih baru Lebih lama